Lahat ng Kabanata ng DINODAI SUAMI SENDIRI: Kabanata 81 - Kabanata 90
106 Kabanata
Part81
'Jangan mau terpancing dengan postingan yang beginian Bun, Ts cuman mau membuka aib bunda-bunda di atas ranjang aja, tuh.'Ya, elah. Suudzon amat jadi mahkluk. 'Kalo aku sih, tinggal dipeluk aja, Mak, suaminya. Pasti ngerti tuh.''Iya, aku juga. Tinggal peluk aja udah paham paksunya. Apalagi malam jumat, memang sudah jadwalnya, Bun''Kalo aku, sih. Tinggal disentuh aja, Bun. Pasti berdiri tuh.'Dih. Vulgar amat sih bahasanya. 'Peluk aja, bun. Terus sentuh itunya, berdiri apa nggak. Kalo berdiri sudah respon tuh.'Wih. Yang ini malah lebih parah lagi. 'Tinggal di omongin aja Mak, baik-baik. Ngapain gengsi. Orang suami sendiri aja kok.''Kalo aku sih, tunggu bocil bobok dulu Bun, abis itu tinggal ngomong manjah-manjah aja sama paksunya.'"Di raba-raba aja Bun, bagian yang sensitif. Pasti peka tuh. Gak usah malu, orang suami sendiri kok. Asal. jangan suami orang, ya?'Ya, ampun. Pake raba-rabaan lagi. Nggak malu amat sih ngomong kek gitu. 'Ditarik aja Mak, ke dalam kamar. Kalo gak pe
Magbasa pa
Part82
Yah, gak jadi hamil dong. Efeknya kan ada enam tuh. Yang aku rasakan cuman ada tiga, sedangkan yang tiga lagi nggak aku rasakan. Jadi masih ada kemungkinan dong, aku hamil. Soalnya kan masih lima puluh-lima puluh. 'Berarti aku gak hamil, dong' tanyaku tak bersemangat. 'Kemungkinan sih, nggak, Yas,' jawabnya. 'Ya udah, deh. Makasih ya,' balasku dan langsung keluar dari aplikasi tersebut. Sebel deh. Percuma aja punya teman tapi nggak mau mensupport orang yang lagi membutuhkan. Kasih semangat kenapa sih. Bilang aku hamil aja susah banget. Bikin kesal aja deh. .Aku sampai di rumah lebih awal dari biasanya. Tak lupa, ku belikan nasi goreng spesial buat Zein yang sedang duduk manis di beranda depan. Kulihat dia sedang menikmati secangkir kopi hitam di hadapannya. Kok kopi, biasanya kan teh melati. Apa Zein mulai belajar jadi Bapak-bapak ya. Ish gelai deh, nggak suka. Entar Zein gendut lagi. "Kok tumben, Ma. Pulangnya cepat," sapa nya lembut. Whatz? Zein bilang apa? Ma? Ma apa?"Em
Magbasa pa
Part83
"Zein, sup kamu enak banget loh. Belajar masak dimana sih? Kapan-kapan, aku diajarin juga, ya!" ucapku manjah padanya, saat kami sedang menikmati makan malam di meja makan. Sesekali gak apa-apa lah ya, agak nyanjung si Zein sedikit. Secara, dia kan gak pernah tuh, dapat sanjungan dari orang lain. Apalagi dari golongan ningrat, seperti aku. Kasihan juga, kan kalau hidupnya harus dihina dan direndahkan terus. Kalau bukan aku, siapa lagi coba, yang mau muji-muji dia. Seharusnya, dia tuh bersyukur banget dapat istri seperti aku. Bukan malah dianggurin seperti malam tadi. Ku lirik Zein tersenyum tipis, tipis banget malah. Tapi, tetep aja manis. Cool deh. "Woiya dong, jelas enak. Siapa juga coba, yang masak. Zein, geto loh." Ya, ampuun Zein, sombong amat jadi orang. Lebai lagi. Baru juga di puji sedikit aja, udah langsung ke ge er an, kek gitu. Nyesel deh tadi nyanjung dia. "Emang ada ya, yang muji masakan kamu enak, selain aku?""Wo jelas banyak dong," ucapnya bangga. Masih dengan ga
Magbasa pa
Part84
Dia diam sejenak. Lalu kemudian menyentuh daguku lagi. "Tapi, jika kamu merasa semua itu terdengar kasar, maka berhentilah berbicara angkuh seperti itu ya, sayang," ucapnya lirih. Kok plin plan sih, tadi katanya suka, kok disuruh berhenti. "Emang kenapa?""Karena setiap kata-kata yang kita ucapkan akan kembali pula pada diri kita sendiri. Sama halnya seperti kata kiasan tabur tuai. Kamu tahukan?" Aku mengangguk. Bener juga sih apa yang Zein katakan. Saat kita menanam sebuah kebaikan, maka kebaikan pulalah yang kita peroleh. Contohnya aja si Zein sendiri. Dia selalu berbuat kebaikan, maka dia bisa mendapatkan orang baik seperti aku. Untung banyak gak, ituh. "Dari itu, mulai sekarang, berhenti lah bersikap angkuh jika kamu merasakan itu sangat menyakitkan. Jika kamu merasa sakit, begitu juga yang orang lain rasakan. Kamu paham kan," ucapnya lembut. "Jadi, aku gak boleh ya, ngomong kasar lagi sama kamu?"Aku sedikit mengangkat wajahku, memberanikan diri menatap padanya. Ingin sekal
Magbasa pa
Part85
Aku melepaskan pelukanku, dan berbaring di tempat tidur. Sengaja pura-pura merajuk, berharap Zein datang menghampiriku. Membujuk, merayu, dan ujung-ujungnya maksa deh. Ish ish ish... aku kok ngarep banget, ya? Malu-maluin aja tau! Akibat bucin nih. Hilang deh harga diri. Lama aku menunggu, namun Zein tak kunjung datang. Aku mengintip dari celah bantal yang sengaja kututup di wajahku. Kulihat Zein masih asik dengan laptop butut di hadapannya. Tiba-tiba aja dadaku terasa panas. Apalagi saat teringat komentar-komentar Emak-emak grup kloningan tadi siang. Dianggurin gara-gara game online. Jadi begini rasanya dicuekin. Zein kenapa sih. Nggak biasa-biasanya bersikap tak acuh sama aku. Akupun bangkit, dan menghampiri Zein kembali. "Serius, amat sih, Sayang. Lagi ngapain tuh? Pasti lagi chatingan sama tukang buah, kan?" rajukku manja. "Ya ampun, Yas. Curiga amat.""Woiya dong. Secara, kamu itu cuek banget Zein, sama aku. Nggak biasanya juga, kan? Emang aku udah nggak menarik lagi, ya?"
Magbasa pa
Part86
"Yas, ada panggilan masuk, nih." teriak Zein saat aku lagi asik keramas pagi-pagi. "Diangkat aja, Zein!" balasku dari kamar mandi. Setelah selesai, aku melihat Zein duduk bersandar, dengan memegang ponsel mahalku. "Dari siapa tadi, Zein?" tanyaku manja. "Mami!" jawabnya singkat. "Ada apa? Kok tumben pagi-pagi nelpon?" "Nggak tau!"Dih, kok jadi ketus amat? "Kenapa lagi, Zein? Emang Mami ngomong apa?" Kenapa perasaanku mendadak nggak enak ya?Zein tiba-tiba berubah jadi ketus begitu. Padahal kan, baru selesai mesra-mesraan tadi malam. Pake acara nambah lagi. "Apa maksud semua ini?" Dia menyodorkan ponsel yang tadi dipegangnya ke arahku. "Apa sih?" Aku penasaran, sembari mengambil gadget mahal yang ada di genggamannya.Mataku melotot, dan jantungku berdetak lebih kencang. Ini kan....Ku lirik Zein menatap tajam padaku, seakan-akan bertanya tentang isi ponsel itu. Bahkan aku sendiri baru melihatnya pagi ini. "Kamu udah baca, Zein?" tanyaku dengan bibir gemetaran. "Menurut kamu
Magbasa pa
Part87
"Kamu kenapa, Yas?" Mami masuk menghampiriku di dalam kamar. Namun, aku tak bergeming sama sekali. Saat ini aku masih aja menangis. Walaupun sedikit kutahan. Sengaja kututup wajahku dengan bantal, agar Mami tidak melihat. Malu juga rasanya mau bicara jujur dengan Mami. Andaipun aku jujur, sudah pasti Mami akan marah-marah karena hal bodoh yang sudah aku lakukan. "Kalian pasti lagi berantem,kan? " tuduh Mami lagi. Loh, kok Mami tau, aku lagi berantem sama Zein. Jangan-jangan, Zein udah ngadu sama Mami. Terus bilangin soal masalah kami tadi. Sebenarnya Zein nggak salah, sih. Wajar kalau dia marah. Dari kemarin diakan memang sangat berharap hadirnya buah hati dari hasil perbuatan kami selama ini. Aku nggak bisa menyalahkan, juga. Dia langsung kecewa setelah membaca pesan whatsappku. Ya, aku ketahuan.Dia melihat semua isi percakapan antara aku dan Sekar tentang alat kontrasepsi itu. Membuat dia merasa dibohongi dan juga dipermainkan. Untung aja dalam percakapan kami tidak ada menyin
Magbasa pa
Part88
"Zein belum sempat ngomong deh, Mi." rengekku lemas. "Kok baru pagi ini baru ngasi tau? Dari kemarin-marin kek.""Kamu juga sih. Biasanya kan, kamu duluan yang ngingetin Mami. Mentang-mentang udah punya suami, jadi lupa sama Papi sendiri.""Ish... nggak gitu juga kali Mi. Akhir-akhir ini Tyas banyak kerjaan di kantor." Aku beralasan. Padahal karena sibuk ngebucin dan posesif juga sih, gara-gara punya suami brondong yang kelewat ganteng. "Iya, iya. Ya, udah. Yang penting kan, kamu udah datang.""Nita sama Tiwi dateng nggak, Mi?" Mami mengangguk. Ya ampun, mati deh aku. Bakalan diledekin terus nih sama mereka berdua. Gimana kalau misalnya Zein beralasan nggak bisa hadir. Bisa jatuh dong, reputasi Raden Roro Daningtyas yang hidupnya selalu bahagia dan mesra dengan suami yang ganteng, muda, dan mempesona itu di hadapan mereka. "Mami jangan ngomong, ya. Kalo Tyas lagi berantem sama, Zein," ucapku memelas. "Emangnya kalian berantem kenapa?" Mami masih aja kepo. Akhirnya, aku menceri
Magbasa pa
Part89
Lama aku berbaring di atas ranjang, namun mata tak kunjung terlelap juga. Balik sana, balik sini, layaknya mendadar telur di atas wajan. Gelisah menanti Zein yang tak kunjung masuk. Lama banget sih. Masih marah atau bagaimana?Akhirnya, setelah sekian lama, Zein masuk dan langsung menuju sofa. Aku bergeming, dan hanya mengintip gerak-geriknya dari balik selimut. Pura-pura tidur. Kulihat dia mulai berbaring, meluruskan kakinya yang panjang, dan mulai memejamkan mata dengan kedua tangan di tekuk di atas dada bidangnya. Lama aku memperhatikan, sampai dia mulai nyaman, dan tak bergerak sama sekali. Ish, si Zein. Ternyata masih merajuk juga. Pakai acara pisah ranjang lagi. Jadi ingat saat malam pengantin kami dulu,deh. Kan dia aku paksa tidur di sofa. Sedih juga kalau ingat dulu aku memperlakukannya sekejam itu. Kuputuskan untuk mendekat dan menghampiri. Duduk manis dengan gaya menggoda di atas kepalanya. "Zein, kok tidur disini, sih. Tempat tidurnya kan gede." Aku mencoba merayu, dan
Magbasa pa
Part90
"Zein, maafin aku ya karena udah ngecewain kamu!" ucapku lagi, sambil memeluk tubuhnya, yang kini telah berbaring di sampingku. "Iya, nggak usah dibahas lagi.""Kamu masih kecewa?"Dia diam sejenak, tak menjawab pertanyaanku sama sekali. "Jawab dong, Zein," desakku. "Buat apa, Yas. Kejadian itu kan sudah berlalu. Jadi, buat apalagi dibesar-besarin."Eh, kok ngomong gitu. Pasti abis dapet nasihat dari Papi nih. Ya udah deh, nggak usah dibahas lagi. Yang terpenting, aku sudah bisa tidur nyenyak malam ini. "I love you, Zein. Mmuaaachh." Aku mengecup pipinya, dan memeluk tubuhnya dengan hangat. Kangen juga soalnya, seharian nggak ketemu dan mengobrol kaya gini. Sedih,deh. Pokoknya. Apalagi pas ngebayangin Zein pergi dan takkan kembali. Huwaaaa.... Eh, yang minggat kan aku, bukan dia. . Alarm kukuruyukku berbunyi lagi. Aku bangun dan melihat Zein tak lagi di sampingku. Kemana tuh, anak. Pagi-pagi sudah ngilang-ngilang aja. Aku keluar dan mendapati Mami sedang masak sarapan di dapu
Magbasa pa
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status