All Chapters of Telat Nikah : Chapter 11 - Chapter 20
41 Chapters
Lamaran
"Kamu suka warna apa, May?" Suara bariton Mas Gun sedikit tenggelam oleh kebisingan sekitar. Entah di mana dirinya menelepon sekarang. "Merah, Mas." Makin seenaknya dia menghubungiku saat berjibaku dengan kertas-kertas laporan. Hanya untuk menanyakan warna kesukaan. "Melambangkan diri kamu, ya, May?" "Bukan, Mas. Melambangkan kertas merah dengan nominal yang paling disukai wanita."Realistis, Cuy!"Berarti untuk seserahan kamu memilih mentahnya saja, May?" Ooh. Jadi ada hubungannya dengan barang seserahan nanti. Merasa berdosa asal jeplak pilih warna. Padahal aku suka segala sesuatu yang bernuansa peach. "Terserah Mas Gun saja. Mau mentah atau matang, insyaa Allah saya terima dengan sepenuh hati." Sudah terlanjur malu, ya, sudah ceburkan sekalian. Kekehan ala suami Raisa menjadi penutup percakapan. Belum kuletakkan lagi benda di tangan, notifikasi pesan masuk muncul di display layar. 'Maaf, ketinggalan, May.' Yang dimaksud ketinggalan adalah emotikon kepala gundul yang memon
Read more
Ambyar di Malam Pertama
Pagi ini. Aku hanya mengenakan kimono lembut warna biru dengan rambut basah tergulung handuk saat keluar kamar mandi hotel. Kalau ada netijen, mereka pasti bilang cieee ... keramas. Iya, juga. Ini bukan kebiasanku keramas pagi-pagi. Ada apa? Menyapu kanan kiri ruangan luas bertemperatur dingin ini, aku menemukan Mas Gun berdiri dekat ranjang. Membolak-balikan sprei putih itu hingga kelopak-kelopak bunga mawar berhamburan ke lantai. Tempat tidur yang memang sudah berantakan sebelumnya karena gempa bertektonik sekian Skala Richter, semakin berantakan oleh tindakan tak jelas Mas Gun. Oh, iya! Jangan-jangan dia mau mencari bercak darah bukti keorisinilan diri ini. Lah, bukannya dia juga second? Ini namanya diskriminasi kalau seandainya tujuannya demikian. "Mas, ngapain?" tanyaku baik-baik. Belum ada rencana untuk ngegas. Jangan keceplosan, May! Mas Gun enggak jawab, dia meneruskan pencarian bercak yang mungkin tercecer di sudut sprei. Putus asa karena enggak ketemu, suamiku berbal
Read more
Pembuktian
Aku menggeliat, meraba-raba keberadaan guling. Namun, permukaan guling itu kurasakan berbeda di tangan. Sewaktu lengan ini melingkarinya, ada pergerakan yang sama melingkari pinggangku. Mataku mengerjap, mulanya samar-samar hingga lama kelamaan penglihatanku normal saat mendongak. Senyuman indah terbingkai di sana. "Mas!" Nyaris saja kudorong lelaki itu andai nyawaku belum terkumpul separuhnya sehabis bangun tidur. "Kok, kaget, May?" "M--maaf, Mas." Oh, iya. Dia suamiku. Ini enggak mimpi, kan? Masa jomloku sudah berakhir, kan? Buku nikah! Dimana buku nikah? "May!" Mas Gun mengibas-ngibaskan tangan di depan wajahku. "Sebentar. Ini sungguhan kan, Mas? Tolong cubit aku!" Adegan Mas Gun mengobrak-abrik sprei dalam lamunan parahku kemarin seperti nyata sekali. Apa pagi ini dia akan melakukan itu saat kutinggal mandi nanti? Tapi enggak adil banget, dia sudah menang banyak sebelum-sebelumnya. "Enggak mau, May. Mendingan saya cium daripada dicubit." Tahu-tahu hidung bangir itu suda
Read more
Rencana Bulan Madu
"Apa sebaiknya kita ke rumah sakit saja, May. Sepertinya kamu demam." Mas Gun meletakkan telapak tangan di kening dan leherku. "Enggak usah, Mas. Nanti juga hilang sendiri." Aku meringkuk di balik selimut, sedikit menggigil. "Bisa tolong matikan AC-nya, Mas!" Lelaki matangku menekan tombol off pada remote itu lantas berbaring lagi menghadapku. Dia mengusap pipi dan bibir yang sesekali mendesis menahan hawa dingin menusuk hingga ke sumsum tulang meski telah bergulung bed cover. Mas Gun menyelipkan lengan di bawah kepalaku, menjadi tumpuan pengganti bantal. Sedangkan lengan satu lagi memeluk tubuhku. Hangat. "Maafkan perbuatan saya, May." "Perbuatan yang mana, Mas? Kaya aku ini istri yang terdzolimi saja." "Harusnya saya lebih berhati-hati membimbing kamu. Saya lupa kamu masih belum berpengalaman." Astaghfirullah, Bambang! Mentang-mentang aku demam habis begadang. Haruskah dikait-kaitkan juga? Serba salah jadi pengantin baru. Habis keramas arahnya ke sana, bangun kesiangan dibel
Read more
Let's Go To Bali
Ada pemandangan mengharukan saat aku keluar dari ruang kerja. Ruangan yang akan segera ditempati orang lain setelah aku membulatkan tekad untuk resign. Ya, ini hari terakhir menginjakkan kaki di tempat yang menjadi saksi bagaimana diriku ikut bersinergi mengembangkan perusahaan papi. Staff-ku berdiri membentuk deretan, seperti hendak memberikan penghormatan terakhir. Jangan-jangan! Istilah itu lebih cocok untuk pahlawan yang gugur di medan perang. "Bu May! Bilang ke saya kalau ini cuma mimpi." Vivi--sekretarisku sesenggukan, sedikit emosional memeluk mantan bosnya. Barang-barang penting dalam kardus yang kudekap kuulurkan pada security untuk dibawa ke mobil. Aku segera membalas pelukan wanita muda berhijab pink itu. Vivi adalah tangan kananku, wajar begitu kehilangan. "Sabar, ya! Insyaa Allah pengganti saya pasti jauh lebih baik," hiburku. Tangisan Vivi menular pada karyawan lain, ada sekitar lima orang di sana. Meninggalkan kubikal masing-masing demi perpisahan mendadak ini. Me
Read more
Bulan Madu New Couple
"Ayo May!" Sepeninggal petugas resort, Mas Gun membuka pintu kayu selebar dua meter penuh ukiran khas Bali. Aku membuntuti pria yang mengangkut doa koper besar berisi perlengkapan honeymoon selama lebih dari seminggu ke depan. Reservasi kamar kami bertipe single bed private villa. Di dalamnya terdapat satu kamar tidur dengan ranjang super besar. Juga ranjang kecil di sudut ruangan bersebelahan dengan sofa dengan lima bantal berjajar rapi. Fasilitas lain yang bikin betah adalah bath tub yang view-nya menghadap langsung ke alam. Juga kolam renang pribadi dengan suguhan pemandangan areal persawahan terasering hijau di kejauhan. Lelah hampir setengah harian menempuh perjalanan Jakarta-Bali. Aku menjulurkan kaki di gazebo sudut kolam renang. Di sana sudah tersedia dua handuk juga menu untuk lunch yang ditata manis dalam wadah rajutan unik. "Suka suasananya, May?" Suamiku telah berganti pakaian dengan atasan kaos berbahan katun dan celana santai. "Aku langsung jatuh cinta, Mas." "Sam
Read more
Moment Tak Terduga
"Saya ke toilet dulu, May!" Mas Gun berpamit ke arah berlawanan, usai menjalani prosedur pemeriksaan penumpang di bandara. Ruang tunggu keberangkatan mulai dipadati penumpang dengan tujuan sama. Melirik jam di tangan, jadwal take off kurang lebih satu jam lagi. Aku melangkah ke deretan kursi besi yang hanya terisi satu orang. "Permisi Mbak!" Mengempaskan pinggul tepat di sebelah wanita yang tengah menunduk memainkan tablet, aku menyapa ramah. "Silakan!" balasnya. Sekian detik kami bersitatap, dan detik berikutnya saling terperanjat. "Mbak Purnama!" "Mbak Mayra!" Oh Tuhan. Sesempit inikah Indonesia? Yang terdiri dari jajaran pulau-pulau, sambung menyambung menjadi satu. Lantas harus bertemu dengan masa lalu Mas Gun di tempat ini, saat bulan madu pula. "M--mau pulang ke Jakarta juga?" Kenapa aku yang gugup? Indraguna Prawira sudah sah jadi milikku. Namun, aku wajib waspada. Mantan bisa jadi ancaman dan cobaan. "Iya. Kebetulan, sudah seminggu lebih mengurus bisnis di Seminyak.
Read more
Daster Pembawa Petaka
"Minum dulu, Mas!" Sebotol air mineral kusodorkan pada pria yang baru turun dari treadmill. Napas Mas Gun terengah dengan cucuran keringat membasah di baju olahraganya. "Makasih, May." Kepala pria tampanku terangkat, menenggak air dalam botol hingga jakunnya bergerak-gerak. Seksi. Mas Gun menjunjung tinggi pola hidup sehat. Sekali bangun subuh, dia tidak akan tidur lagi. Langsung berolahraga seperti ini. Kecuali saat-saat tertentu, hari libur misalnya, atau sewaktu cuaca mendukung untuk nganu ... bangun siang. Hayo siapa yang ngeres? Aku menyambar handuk kecil yang tersampir di pundak Mas Gun, lalu mengelap keringat di kitaran kening dan lehernya. Sudut bibir tebal itu tersungging, pasti senang kumanjakan. "Jangan ditertawakan, Mas! Sekarang, aku sedang belajar menjadi istri yang baik dan benar." Sudah kularang tertawa, dia malah cekikikan. Apanya yang lucu? Kugelitiki perut six pack yang terbalut kaus ketat itu. "Kamu mood booster saya, May." Mas Gun merangkulku keluar dari r
Read more
Menanam Benih Cinta
"Eh, Mas. Itu mau dibawa ke mana?" Aku berlari dan merebut keranjang mirip ember yang dibawa Mas Gun keluar dari kamar. "Kok, nggak boleh, May? Maksud saya biar dicuci sama Mbak-mbak di bawah sana." Mungkin suamiku berpikir kalau aku masih belum bisa menyentuh barang berharga tersebut. Sehingga dia sendiri harus turun tangan. "Biar aku saja, Mas. Sekarang barang-barang ini adalah kekuasaanku. Enggak rela dipegang-pegang orang lain." "Sungguh, May? Saya tidak mewajibkan itu kalau kamu merasa terpaksa." "Enggak, kok, Mas. Swear!"Niatnya mau cepat-cepat ngacungin dua jari bentuk V. Eh, keranjang dalam dekapan malah lolos. Berhamburanlah isi di dalamnya, yaitu pakaian dalam milik Mas Gun. Bagaimana ini? Kemarin aku memakai penjepit gorengan untuk memasukkannya ke keranjang khusus pakaian kotor. Untung benda itu sudah kuamankan di tempat tersembunyi. Lalu sekarang? Bismillahirrahmanirrahim .... Membayangkan benda segitiga itu diotak-atik orang lain, bisa jadi dibuat mainan, atau d
Read more
Semangat, May!
"Untung mama enggak jadi pesan kue ke langganan, May. Selain masak, ternyata kamu pintar juga bikin macam-macam kue seperti ini."Mama mertua ikut menata potongan brownies dan kudapan kekinian lainnya pada piring-piring porselen yang berjajar di meja. "Enggak jago, sih, Ma. Cuma belajar dari mami saja." Belajar dari jaman SMP karena ingin menikah muda. Enggak tahunya, enam belas tahun kemudian baru berguna. Langsung mendapat pujian mertua pula. "Begini juga bisa bikin Indra betah di rumah. Kamu pintar memanjakan dia. Dulu, rumah ini hanya untuk numpang tidur saja. Sekarang jadi lebih hangat. Apalagi nanti kalau kalian sudah memiliki anak. Pasti ramai sekali." Anak? Aku meraba perut dibalik celemek ini. Masih rata hingga pernikahan ini telah berjalan selama setahun. Pertanyaan usil mulai berdatangan dari segala penjuru. 'Sudah jadi belum, May?' 'Mana, nih, hasil bulan madu?' 'Indra bisa gak, sih, nembaknya?' 'Jangan menunda-nunda. Ingat! Kamu sudah memasuki usia rawan.' Siapa
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status