Lahat ng Kabanata ng Lebih baik janda, daripada menderita!: Kabanata 61 - Kabanata 67
67 Kabanata
61. Keputusan Nina.
"Mungkin Mbak Indah benar, aku serakah! Tapi semuanya sudah terjadi, Mbak. Aku janji aku akan bersikap adil terhadap keduanya." jawab Mas Rio. Terdengar meyakinkan, tapi apakah ia mampu menciptakan kata 'adil' itu dalam rumah tangganya? Tanpa ada satu pun yang tersakiti."Berusaha adil seperti apa, Rio? Dengan membawa istri keduamu kerumah ini saja, kamu sudah bersikap tidak adil." timpal Mama tiba-tiba. Aku yakin Mama juga tidak setuju dengan sikap Mas Rio."Ma, Ambar juga menantu Mama. Jadi tidak ada salahnya jika ia datang kerumah ini. Biar Aisyah juga bisa mengenal Oma dari sebelah ayahnya juga." jawab Mas Rio. Entah kenapa, aku jadi hilang respect padanya. Kata-katanya santai tapi begitu menyakitkan. Nina masih tergugu menangis di pelukanku. Ia tak mampu lagi berkata walau sepatah katapun. "Nina mungkin memang salah, tapi yang lebih bersalah lagi itu adalah kamu, Rio! Kamu telah gagal sebagai seorang
Magbasa pa
62. Penyesalan Nina.
Pagi-pagi rintik hujan sudah turun deras membasahi bumi. Aku berdiri di dekat jendela, menikmati dinginnya udara pagi. Memikirkan segala masalah yang terjadi. Aku masih berada di rumah Mama. Tidak seperti biasanya, di hari senin kami masih berada di sini. Semua karena keributan tadi malam, membuat kami batal untuk pulang dan melanjutkan menginap di sini.Aku terkejut, saat merasakan sepasang tangan memelukku dari belakang. "Kamu lagi mikirin apa, sayang? Bumil dilarang mikir yang berat-berat! Kasihan sama yang di dalam perut," ujar Mas Arman. Ia mengeratkan pelukannya, meletakkan dagu di atas bahuku. Aku menyenderkan punggungku di dada lebarnya, menghirup wangi sabun yang menguar dari tubuhnya. Harum dan menenangkan. Sejak hamil aku menyukai semua aroma yang keluar dari tubuhnya. Bahkan aroma keringat ia habis pulang kantor yang kata orang asam, justru tercium wangi di Indra penciumanku. "Aku hanya mengingat kejadian semala
Magbasa pa
63. Berjumpa kembali.
Kata orang pamali berbelanja perlengkapan bayi jika usia kandungan belum memasuki tujuh bulan. Itu sebabnya aku menginjakkan kaki di toko baby shop ini saat usia kandunganku sudah masuk bukan ke-delapan. Walau sebenarnya dari bulan-bulan yang lalu aku sudah tak tahan ingin sekali membeli baju-baju yang lucu untuk bayiku. Namun kata orang tua, walaupun hanya mitos, tidak baik diabaikan, kan?"Indah coba lihat ini? Lucu banget kan, aku suka ini. Ambil ini saja, Ya!" pinta Nina sambil menunjukkan gaun kecil berwarna peach. Ia tampak antusias sekali menemaniku berbelanja perlengkapan bayiku. Karena Mas Arman sedang sibuk jadi dia tidak ikut menemani, hanya aku dan Nina saja yang pergi.Selama beberapa bulan terakhir ini, aku sudah terbiasa bersama Nina saat Mas Arman tak dapat menemaniku.Nina juga sekarang, sudah banyak berubah. Ia jadi sangat penyayang dan perhatian. Membuatku seakan memiliki saudara perempuan saja. Apa lagi, kali i
Magbasa pa
64. Semua sudah terlambat.
Matahari mulai meredup dan senja mulai menunjukkan kekuasaannya. Lelah tubuh ini belum juga terbayarkan dengan lembaran rupiah yang memadai. Seharian aku bekerja, baru dua pelanggan yang pakai jasaku. Dari pada melamun, aku putuskan untuk pulang saja."Taksi!" teriak seorang wanita yang berdiri di pinggir jalan. Akhirnya, di penghujung hari aku mendapatkan satu orang pelanggan lagi, lumayan.Aku menghentikan mobilku tepat di depan mobilnya. Sepertinya mobil mereka mogok. Lama aku menunggu, tapi wanita tadi tidak juga masuk kedalam mobil. Kulirik sedikit kebelakang, pantas saja lama. Ternyata mereka berdua tampak kerepotan dengan banyaknya belanjaan di bagasi belakang. Dasar wanita kaya, menghambur-hamburkan uang saja kerjanya. Sangat berbeda dengan, Indahku. Entah mengapa akhir-akhir ini aku merindukan wanita yang telah aku sakiti itu.Sudah lama aku tidak bertemu dengannya, sejak pertemuan terakhir, yang menyebabkan aku kecel
Magbasa pa
65. Akhir sebuah kisah.
Aku memarkirkan taksiku di parkiran khusus rumah sakit. Rumah sakit Citra Medika, rumah sakit bersalin terbaik di kota ini. Aku tidak tahu kenapa aku membuntuti mobil mereka hingga sampai di sini.Perlu waktu yang lama untukku menimbang dan memutuskan untuk turun atau pulang. Aku merasa aku tak punya hak untuk datang ke sini. Tapi di sini lain, hati kecil ini begitu ingin menemuinya di saat-saat seperti ini.Dengan langkah gontai aku masuk kedalam rumah sakit, menanyakan ruangan Indah pada resepsionis. Setelah mendapatkan informasi aku langsung menuju ke tempat yang di beritahukan padaku.Setelah melewati 2 kali belokan dan lorong panjang, akhirnya kau sampai di tempat yang di tunjukan perawat tadi. Dari kejauhan aku melihat Arman dan Nina yang menunggu di depan ruangan. Mata Arman menatap kedatanganku dengan nanar. Ku kuatkan tekad untuk melangkah. Apapun yang terjadi, aku hanya ingin meliat Indah dan bayinya baik-baik saja. Lalu pergi.
Magbasa pa
66. Kado terindah dari Tuhan.
Perutku mulai terasa pedih, apa lagi efek obat bius yang mulai menghilang. Aku meringis menahan sakit saat jempol ini bergeser saja sakitnya sudah terasa sampai keubun-ubun. Dengan lembut Mas Arman memperbaiki letak bantal yang ada di punggungku. Tiba-tiba bayi yang ada di dalam box menangis kencang. Lengkingannya memekak telinga, Mas Arman meraih bayinya. Mencoba menenangkan.Aku merentangkan tanganku menyambutnya. "Sini, Mas! Mungkin dia haus, aku akan menyusuinya,""Apa kamu baik-baik saja, sayang. Perutnya masih nyeri?" tanyanya khawatir."Gak apa-apa, Mas. Mungkin dengan menyusuinya rasa nyeriku dapat sedikit berkurang. Kasihan dia, pasti sudah lapar," Ragu-ragu Mas Arman menghampiriku, Lalu menyerahkan bayi merah yang sedang menangis itu. Setelah terlebih dahulu mencium pipi anaknya dengan sayang.Aku mengambil alih bayi mungil itu, memasukkan puting susuku ke dalam mulut kecilnya. Mas Arman beralih duduk di seb
Magbasa pa
67. ending yang bahagia.
pov. NinaAku menatap kebahagiaan dua anak manusia dari balik jendela. Awalnya aku ingin masuk, tapi melihat kebahagian dan keromantisan mereka berdua membuatku mengurungkan niat.Dari balik jendela ini aku melihat gurat-gurat bahagia itu begitu terpancar dari wajah Arman. Tentu saja ia bahagia, penantian panjangnya akan cinta Indah membuahkan hasil serta hadirnya seorang putra diantara mereka. Arman mengecup kening Indah lembut, penuh sayang.Membuat rasa iri ini kembali hadir di kalbu. Andai aku juga bisa seperti itu bersama Mas Rio. Namun sayangnya hanya bisa berandai, karena kenyatannya kini. Suamiku sedang berbahagia bersama istri mudanya. Tak kuat melihat kemesraan yang di tunjukkan mereka berdua, aku memilih pergi. Mungkin aku akan menemui Indah dan bayinya besok saja, setelah hati ini sudah mulai tenang.Jam batu menunjukkan jam sepuluh malam. Namun, lorong rumah sakit ini tampak begitu lenggang, bukan berarti tak ada orang
Magbasa pa
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status