All Chapters of Kakakku, Orang Ketiga Dalam Rumah Tanggaku : Chapter 21 - Chapter 30
159 Chapters
Merusak Suasana
"Assalamualaikum," suara seseorang mengucapkan salam.Aku yang sedang duduk di ruang keluarga segera berdiri."Waalaikumsalam," aku menjawab salam dan membuka pintu depan."Ibu, kok nggak bilang kalau mau kesini? Ayo masuk, Bu," kataku pada ibuku."Kok, sepi?" tanya Ibu."Anak-anak sedang pergi dengan ayahnya. Ibu sama siapa?" "Sendirian. Bapak ke sawah, Hani nggak tahu pergi kemana.Aku mengajak Ibu duduk di ruang keluarga, aku hidangkan makanan dan minum putih. Ibuku penderita diabetes, jadi mengurangi makan manis. Alhamdulillah sehat, sudah dua puluh tahun lebih hidup berdampingan dengan diabetes."Bu, apa Mbak Hani benar-benar mau bercerai dengan Mas Kevin ya?" tanyaku pada Ibu."Iya, tapi Kevin tidak mau menceraikannya. Sepertinya Kevin sengaja menggantung status Hani. Ibu benar-benar pusing dengan kelakuan Hani. Mau diusir dari rumah, tapi anak sendiri? Tidak diusir bikin stress. Ibu jadi malu mau keluar ngumpul-ngumpul dengan tetangga. Takut mereka nanya macam-macam tentang Ha
Read more
Paranoid
"Sebentar, Bu. Aku belum selesai makan martabak ini dan aku juga belum sempat minum," ucap Mbak Hani dengan entengnya."Oh, ya Mbak, minumnya di belakang ya?" kataku."Lho, aku kan tamu, masa harus mengambil sendiri?" kata Mbak Hani."Sudahlah Hani, biasanya kamu juga ambil sendiri minumannya." Ibu mulai kesal dengan Mbak Hani."Maaf, ya, saya tinggal dulu," pamit Mas Fahmi sambil berjalan menuju ke kamar."Ya sudah, aku ambil sendiri minumnya," kata Mbak Hani sambil berjalan menuju ke dapur.Aku pun berinisiatif mengikutinya, karena sepertinya Mbak Hani mencari kesempatan dalam kesempitan. Kulihat Mbak Hani celingukan, mungkin mencari Mas Fahmi. "Lho katanya mau ambil minum, dapurnya disitu Mbak? Sudah lupa ya?" tanyaku pada Mbak Hani."Kamu kenapa ngikutin aku? Takut aku menemui suamimu, ya?" ejek Mbak Hani.Aku diam saja."Aku juga mau ke dapur. Tuh, Mbak, minumnya, silahkan ambil sendiri," kataku dengan menahan emosi. "Perempuan kalau di rumah jangan selalu memakai daster. Biar
Read more
Kuatkan Hati
Sudah hampir dua minggu, hubungan kami sekeluarga sudah membaik. Mas Fahmi sudah dekat lagi dengan anak-anak. Aku bahagia sekali, aku selalu berdoa untuk ketentraman dan kedamaian keluargaku. Suasana di rumah menjadi ceria lagi.Hari ini kami mau ke rumah orang tua Mas Fahmi. Ada acara makan-makan, karena Ayah berulang tahun yang ke enam puluh tiga. Kami berangkat sebelum Maghrib tiba. Suasana rumah Ayah sudah ramai dengan anak cucu. Ayah dan Ibu memiliki tiga orang anak, Mas Fahmi, Deswita yang biasa di panggil Wita dan Fariz. Semuanya sudah berkeluarga. Wita memiliki dua orang anak, sedangkan Fariz memiliki satu anak dan Zahra istrinya sedang hamil anak kedua.Aku datang membawa buah-buahan sebagai pelengkap hidangan. Azan Magrib tiba, kami melakukan salat Magrib berjamaah.Selesai salat Magrib, semua berkumpul di ruang keluarga. "Ayah senang sekali, hari ini kita bisa berkumpul disini. Alhamdulillah, Ayah masih diberi umur sampai hari ini. Harapan Ayah semoga keluarga kita selalu
Read more
Hanum Pencemburu?
Aku melihat ke ponselku. Jantungku serasa mau lepas dari tempatnya, setelah melihat foto dari Wita. Tampak Mbak Hani sedang duduk berdua dengan Mas Fahmi. Tangan Mbak Hani menggenggam tangan Mas Fahmi.Wita langsung menarik tanganku, mengajakku berjalan ke belakang. Aku berusaha menahan air mataku supaya tidak terjatuh. Aku duduk di kursi yang ada di teras belakang, Wita ada di depanku. Aku membuka ponsel Mas Fahmi, dan menunjukkan pada Wita. Wita langsung mengutak-atik ponsel Mas Fahmi. Beberapa kali matanya membulat, mungkin membaca pesan-pesan atau foto perempuan.Drtt...drtt ponsel Mas Fahmi berbunyi."Angkat saja," kataku."Halo," Wita menjawab panggilan dari ponsel Mas Fahmi."Halo, jangan main-main, ya?" sahut Wita."..............""Nggak ada. Kamu siapa?""..............""Oh, gundiknya ya? Mau-maunya jadi gundiknya Mas Fahmi. Nanti kalau dia sudah bosan, kamu pasti akan dibuangnya.""...............""Cinta? Bukan cinta tapi nafsu. Dasar perempuan nggak punya otak.""Ya, dim
Read more
Privasi
Tiba-tiba Mas Fahmi bergabung dengan kami. Arkan kemudian mengikutinya. Tadi aku lihat ia asyik ngobrol dengan Arkan, suami Wita. Wita dan Arkan memiliki anak laki-laki kembar, yaitu Bintang dan Surya. Mereka masih kelas tujuh SMP. Keduanya sibuk dengan ponsel masing-masing. Anak jaman sekarang, tidak bisa lepas dari gadgetnya. Entah kenapa Ibu kok ngotot membela Mas Fahmi ya? Atau jangan-jangan Ibu sudah tahu kalau selingkuhan Mbak Hani itu adalah Mas Fahmi. Soalnya waktu itu beliau pernah bilang, sepertinya kenal dengan selingkuhan Mbak Hani. Atau Ibu sebenarnya shock melihat anaknya selingkuh, jadi mencari kambing hitam atas kelakuan anaknya. Dengan menuduh aku terlalu cemburu? Aku sangat bingung dengan sikap Ibu, sepertinya kita sekarang berada di tempat yang berbeda, ya Bu. Saling berlawanan. "Ada apa ini? Kok sepertinya sedang berbicara serius?" tanya Mas Fahmi."Nggak ada apa-apa kok Mas," jawab Fariz, mungkin biar suasana menjadi adem.Ibu tampak terdiam sambil menatap tajam
Read more
Diusir
"Hanya pergi berdua kan? Siapa tahu itu teman kerjanya. Tidak ada indikasi kalau ayahmu selingkuh. Dasar ibumu saja yang membesar-besarkan." Ibu tetap membela Mas Fahmi. Aku sudah sangat kesal dengan Ibu. Sepertinya ia tetap membenarkan kelakuan Mas Fahmi. "Maaf Ibu, kenapa Ibu membela Mas Fahmi terus? Apa Ibu memang sudah tahu kalau Mas Fahmi berselingkuh? Jadi Ibu berusaha menutupinya?" tanyaku pada Ibu."Arya dan Adiva, tolong keluar dulu, ya? Ini pembicaraan orang dewasa. Terima kasih untuk informasinya tadi. Sekarang temani Bintang dan Surya di ruang tamu, ya?" ucap Ayah dengan lemah lembut, mungkin supaya Arya dan Adiva tidak tersinggung.Bagaimanapun juga, pasti anak-anak akan membela aku. Mereka menatapku. "Turuti kata Eyang Kung ya? Ibu baik-baik saja, kok," kataku meyakinkan mereka.Arya dan Adiva mengangguk dan segera meninggalkan kami. "Ayah sangat kecewa. Sebenarnya ini adalah hari ulang tahun Ayah. Ayah meminta kalian berkumpul untuk bersenang-senang, eh malah terjad
Read more
Pengacau?
Mas Fahmi hanya terdiam saja ketika ibunya menyebutku pengacau. Dasar laki-laki tidak punya hati. Melihat istrinya direndahkan oleh ibunya, boro-boro mau membela. Bisanya hanya diam. Ah, laki-laki lemah yang berlindung di bawah ketiak ibunya. Tentu saja Mas Fahmi tidak membelaku. Aku kan orang lain yang hanya terikat pernikahan saja. Kesal sekali rasanya mendengar kata-kata Ibu seperti itu. Arya tampak tidak suka melihat Ibu yang berkata-kata dengan merendahkanku."Kenapa? Kamu tidak suka kalau Eyang Ti menyebut ibumu itu pengacau? Mau marah? Atau tidak terima? Memang kenyataanya seperti itu, kok." Ibu berteriak pada Arya. Arya sudah mau emosi. Kugenggam tangannya untuk meredakan emosi. "Nggak usah, kami berani kok pulang. Hujan itu hanya air, bukan hujan batu, jadi nggak masalah. Ayo Nak, kita pulang. Assalamualaikum." Aku mengucapkan salam. Sambil menarik tangan Arya. Syukurlah Arya tidak meluapkan emosinya tadi. Bisa berbahaya kalau sampai terjadi."Waalaikumsalam." Kudengar Fari
Read more
Jangan Emosi
Aku segera membukakan pintu, begitu melihat siapa yang datang."Masuk, Mas," ajakku pada Mas Hanif.Mas Hanif mengikutiku masuk ke dalam rumah. Ada apa ya Mas Hanif pagi-pagi sudah kesini? Pasti ada sesuatu yang penting."Kok sepi? Sudah berangkat semua ya?" tanya Mas Hanif. Ia segera duduk di ruang keluarga."Iya, Mas. Tumben Mas Hanif pagi-pagi sudah kesini? Ada apa?" tanyaku spontan."Pengen ketemu saja. Dari tadi malam Mas kok merasakan tidak enak tentang kamu. Takut terjadi sesuatu sama kamu. Kamu nggak apa-apa, kan?" kata Mas Hanif dengan suara yang terdengar khawatir.Apa Mas Hanif memiliki kontak batin yang kuat denganku ya? Aku sangat terharu dengan kata-kata Mas Hanif."Nggak apa-apa, kok Mas. Cuma tadi malam vertigo kambuh, terasa berputar-putar. Alhamdulillah, sesudah minum obat pusingnya hilang," kataku."Tapi kamu tampak pucat, sudah ke dokter?" "Belum, tapi sekarang aku sudah sehat kok, Mas.""Jangan disepelekan lho, takutnya nanti malah berakibat lebih serius.""Iya,
Read more
Harus Jujur
"Hanum...Hanum…." Kudengar suara Mbak Hani memanggilku. Aku sangat hafal dengan suaranya. Mbak Hani, Mbak Hani, apa sih sebenarnya maumu? Mau merebut Mas Fahmi dari tanganku? Ya silahkan! Tentu saja aku hanya berani berkata dalam hati. HihihiAku masih terdiam tanpa kata. Aku takut menghadapinya, karena hanya sendirian. Mbak Hani itu pintar berakting. Pasti ia pintar memutar balikkan fakta. Ponselku menyala, kulihat Mbak Hani yang memanggil. Untung saja tadi ponsel aku silent, jadi nggak kedengaran.Setelah panggilan berhenti, aku meraih ponselku. Segera aku kirim pesan pada Mas Hanif.[Mas, Mbak Hani ada di depan rumahku. Memanggil-manggil aku, tapi aku diam saja.][Kalau kamu sendirian, nggak usah keluar atau menemuinya. Ia suka nekat orangnya.][Oke, Mas.]Aku tetap berdiam diri di dalam rumah. Entah Mbak Hani masih diluar atau tidak. Kudengar suara motor Arya, berarti Arya sudah pulang. Kulihat jam, memang waktunya Arya pulang. Ternyata aku tadi tertidur. Aku segera keluar dari
Read more
Porak Poranda
"Selama ini Hanum sudah menjadi istri yang patuh pada suami. Mas Fahmi pun tidak pernah mengeluh dengan perlakuan Hanum padanya. Tapi kehadiran orang ketiga ini, membuat keluarga Hanum porak poranda. Hanum sebenarnya tidak percaya dengan semua ini. Tapi Arya dan Adiva juga mengetahuinya, malah mereka lebih tahu lebih dulu. Hanumlah orang terakhir yang tahu tentang perselingkuhan ini." Aku berkata sambil meneteskan air mata."Mungkin memang Mas Fahmi sudah bosan dengan Hanum, atau Hanum yang sudah tidak menarik lagi baginya. Ketika kami berada di rumah orangtuanya, terbongkar perselingkuhannya. Tapi ibunya Mas Fahmi malah marah-marah, katanya Hanum yang terlalu cemburu, hingga bikin fitnah menuduh Mas Fahmi selingkuh. Sampai-sampai Hanum diusir, akhirnya malam-malam kami bertiga pulang naik taksi. Fariz mau mengantar, dilarang sama Ibu. Sejak malam itu Mas Fahmi belum pulang ke rumah." Aku menghela nafas lagi. Berusaha meredam emosiku. Bapak dan Ibu hanya terdiam mendengar ceritaku. E
Read more
PREV
123456
...
16
DMCA.com Protection Status