All Chapters of Aku Mbabu, Kau Hadirkan Madu: Chapter 141 - Chapter 150
185 Chapters
BAB 141. Lancang!
POV OCHA. ****“Iya, Aa. Aku paham dan aku sudah pesan teralis untuk kamar kita besok. Kemungkinan tukangnya akan datang ke sini untuk mengukur jadi jendela kamar itu akan aku teralris. Biar Rara tidak ada alasan lagi membuka jendela karena panas.”“Apa?! Jangan gitu, dong, Sayang. Ini, kan, perumahan belum lunas. Kalau kita tambah-tambah yang terlaris segala macam begitu, terus nanti pengembang yang mengecek ini, ke sini segala ... kan, payah,” tolak A' Eko.“Tapi, kalau nggak begitu, nanti Rara akan selalu beralasan bahwa membuka jendela dengan dalih dia kepanasan, tapi sebenarnya dia memasukkan orang lain ke dalam kamarnya, Aa. Kenapa Aa tidak setuju? Aa tinggal bilang aja sama pengembangnya kalau itu berbahaya. Beres, kan? Atau, jangan-jangan ... Aa menutupi sebuah kesalahan, ya?” Bisa-bisanya A' Eko bilang seperti itu.“Ya, udah, iya, ya. Nanti Aa bilang sama pengembangnya yang penting istri Aa ini bahagia. Sudah, kamu jangan banyak pikiran lagi, karena sebentar lagi, kan, kam
Read more
BAB 142. Desahan itu.
POV OCHA. ****“Makanya, kita harus hati-hati dan kamu juga harus nurut apa kata Aa! nggak usah macam-macam, nggak usah aneh-aneh. Cukup kita berdua saja yang tahu, Ra. Nggak perlu nuntut banyak sama Aa. Nanti kalau kamu nurut sama Aa, sudah pasti semuanya akan baik-baik saja. Enggak kayak gini, kan? Jadi semuanya berantakan. Kalau orang tuanya Ocha tahu mereka enggak bolehin kamu lagi kerja di sini lagi. Orang tuamu pun jadi berantem sama orang tua Ocha. Makanya, kalau kamu mau keluar-keluar, tuh, pakai baju yang bener jangan kamu pakai baju terbuka!”Sayup-sayup kudengar suara seseorang sedang mengobrol. Aku sepertinya lagi-lagi kenal dengan suara itu. Ya, kali ini aku tidak salah lagi. Itu adalah suaranya A Eko, tapi dia sedang ngomong dengan siapa malam-malam begini? Kapan dia datangnya? Biasanya kalau A Eko datang, langsung mengetuk pintu dan masuk kamarku, tapi sepertinya ini lain sekali.Aku segera balik lagi ke kamarku. Mengambil handphone. Aku tidak akan menyiakan momen in
Read more
BAB 143. Apakah karma?
POV OCHA. ***“Ya sudah. Kan, Teteh udah paham, kan? Udah tahu, kan? Udah dewasa, kan? Apa yang aku lakukan dengan A Eko. Yah, ikhlasin saja sebagaimana istrinya A Eko mengikhlasin Teteh nikah sama A Eko. Gitu, loh. Nggak repot, nggak ribet. Semuanya aman, damai sejahtera,” jawab Rara.“Diam! Diam, kamu, Rara! Biarkan aku yang ngomong dengan istriku. Kamu nggak usah ikut campur!” bentak A Eko pada Rara.“Kenapa Aa? Kenapa aku tidak boleh ikutan ngomong? Bukankah kita melakukan ini atas dasar suka sama suka? Jadi tidak perlu ada yang ditutup-tupi lagi.”“Sekali lagi kamu ikutan ngomong, aku tampar mulutmu itu, Rara!” Bukannya takut dengan ancaman A Eko, Rara justru tertawa terbahak-bahak.“Tampar saja, Aa. Gampang, kok. Ada Kantor Polisi dekat sini. Tinggal aku adukan ke sana saja. Beres, kan?” jawab Rara santai. Kini, dia turun dari ranjang tanpa rasa malu. Memunguti pakaiannya di lantai lalu memakainya di hadapanku. Perempuan macam apa dia? Bahkan aku tidak sehina dia. Aku tidak p
Read more
BAB 144. Lahiran bareng.
POV OCHA. ***‘‘Oh, Tuhan. Sakit sekali rasanya. Baru beberapa waktu yang lalu aku merasakan sakit dikhianati. Sekarang aku harus merasakan sakitnya diabaikan. Tolong kuatkan aku, Tuhan! Aku bermonolog sendiri dalam hati. Air mata sudah tak terbendung lagi. Aku sudah mencobanya untuk tegar dan kuat, tapi nyatanya tidak bisa. Ini terlalu berat bagiku. Aku merasa ini terlalu tidak adil, tapi sekali lagi aku sadar bahwa ini merupakan karma bagiku. Aku harus bagaimana?Lalu apa yang akan aku lakukan? A Eko tega meninggalkan aku sendiri. Teh Lisa sudah sama keluarganya, tapi aku sendirian nelangsa sekali hidupku. “Ocha. Maafkan aku, tapi aku harus menemani Lisa. Aku tidak mau sesuatu terjadi padanya. Maafkan aku! Aku akan bilang sama Ibu untuk menemanimu, ya! Tolong ngertilah!” ucap A Eko. Lagi-lagi aku hanya bisa menangis saja. Dia begitu peduli pada Teh Lisa. Dia takut Teh Lisa kenapa-knapa. Lalu bagaimana denganku? Apakah dia tidak peduli denganku? Apakah dia tidak takut aku pun kena
Read more
BAB 145. Rara, tak tahu malu!
POV OCHA. ***“Aa hati-hati di jalan! Oh, ya, Aa. Aku nggak mau sama Rara. Tolong nanti Aa teleponin orang tuaku, ya, biar orang tuaku datang ke sini." A Eko mengangguk lalu dia gegas pergi meninggalkanku. Entah selanjutnya apa yang terjadi. Aku pun tidak tahu, karena aku langsung dipindahkan ke ruang perawatan. Sedangkan A Eko langsung merujuk Teh Lisa ke rumah sakit. Biarlah besok kalau sudah pulang, akan aku tanyakan bagaimana keadaan Teh Lisa.Entah kenapa tiba-tiba pikiran jahat itu menyerangku. Aku berharap Teh Lisa dan anaknya tidak bisa bertahan, agar aku menjadi satu-satunya istri dari seorang Eko. Mungkin wajar jika aku berpikiran seperti itu karena aku pun seorang perempuan yang ingin diistimewakan. Seorang perempuan yang ingin menjadi satu-satunya. Biarlah kata dunia aku ini tidak tahu diri, tapi jujur untuk kali ini aku menginginkan Teh Lisa dan anaknya tidak selamat.“Nah. Ibu, selamat beristirahat di sini, ya. Nanti kalau ada apa-apa, Ibu pencet aja tombol merah itu.
Read more
BAB 146. Kegaduhan.
POV OCHA. ****“Silakan saja kalau kamu bisa, Teh! Lagi pula, ya, Teteh. A Eko itu juga sebenarnya sudah bosan sama Teteh. Dia itu udah nggak suka. Teteh udah nggak keset. Udah nggak sempit. Beda denganku. Itulah yang selalu dia katakan padaku, Teh. Aku ini candu baginya. Ya, kalau Teteh mau maksakan, nggak apa-apa, sih. Kita jadi Kakak dan Adik madu istri pertamanya A Eko. Tapi, yang jelas A Eko akan semakin repot dan pusing membagi waktunya untuk ketiga istrinya, Kalau saran aku, sih, Teh, Mundur aja! Lagi pula, ya, Teh. Kan, Teteh sudah punya anak, tuh. Walaupun Teteh mundur, Teteh tetap, kok, dapat bagian dari hartanya A Eko, karena masih ada anak. Sedangkan aku belum ada dan belum punya apa-apa. Jadi aku harus tetap maju, Teh. Aku harus mensejahterakan hidupku dulu dengan harta yang dimiliki A Eko. Teteh, Kamu paham, kan, sampai sini kenapa aku menggoda suaminya Teteh? Makanya, Teh, jadi orang jangan sombong. Jadi orang jangan suka pamer ini dan itu. Jadi membuat orang lai
Read more
BAB 147. Innalillahi wa innailaihiroji'un.
POV OCHA. ***“Apa kamu bilang? Enak saja kamu ngatain anak Emak tidak tanggung jawab. Lalu, selama ini yang sudah melayanimu siapa, selama istrimu pergi ke luar negeri? Ayo, jawab siapa? Setelah kamu menikmati anak Emak, lalu habis manis sepah dibuang. Dasar kamunya saja, Eko, yang tidak bisa menjaga harga diri sebagai suami! Kamunya saja yang otak mesum. Tidak bisa tahan melihat orang bagus sedikit aja. Gila, ya, kamu, Eko! Kamu tidak ada bedanya seperti binatang menjijikan!” maki Emak. Sedangkan A Eko diam saja dan dia terus duduk lesu. Sedang aku bingung harus berkata apa. Rasanya habis sudah unek-unek di dalam hatiku dan aku pun bingung akan meluapkannya dengan cara bagaimana. Mau marah seperti Emak atau membunuh A Eko sekalipun, tidak akan pernah mengembalikan keadaan seperti semula. Namun, jika aku tidak marah. Jika aku tidak memaki, jika aku tidak menghajar A Eko, aku tidak puas dan yang ada aku stress. Sungguh aku benar-benar dilema.“Sekarang kamu putuskan, Eko. Kamu memi
Read more
BAB 148. Permintaan aneh.
*** POV Ocha. “Sudahlah, Pak! Percuma saja Bapak buang-buang energi untuk menghajar anak kita. Justru, yang ada si Eko makin stress dan bisa-bisa dia mati. Hidup kita bergantung pada Eko,” bela Ibu Mertua. Dia mengusap darah yang keluar dari hidung A Eko menggunakan sapu tangannya. “Jadi Besan lebih membela anak Besan? Iya, aku tahulah, karena anak pesan laki-laki dan anakku perempuan. Andai posisi kita terbalik apa yang akan Besan lakukan? Ini sungguh tidak adil. Besan tidak tegas,” kata Emak lagi. “Aku datang ke sini bukan untuk membahas perselingkuhan Rara dan juga Eko, karena aku sudah mengetahuinya semenjak satu bulan yang lalu,” jawab Ibu mertuaku dan lagi-lagi aku kaget. Ternyata Ibu mertuaku sudah tahu dan beliau memilih diam. Itu berarti beliau mendukung perbuatan Rara dan juga anaknya. Oh, Tuhan! Ibu macam apa dia? Apakah dia bukan seorang perempuan yang jika suaminya berkhianat akan merasakan sakit atau dia akan masa bodoh, karena merasa anaknya punya segalanya? Sungguh
Read more
BAB 149. Awal perkenalan.
POV Eko.***“Gimana? Cantik dan seksi, kan?” tanya Radit, teman seprofesiku. Dia adalah salah satu pemilik travel juga di kota tempatku tinggal. Dia memang terkenal playboy dan suka gonta-ganti perempuan.Hari ini aku ikut dia nongkrong di cafe. Katanya dia, cuci matalah sekali-kali! Jangan kerjaan saja. Jujur, sebenarnya malas, tapi setelah aku ikut dia, ternyata suasana cafenya enak juga. Padahal, ini siang hari dan kebetulan Radit punya kenalan seorang cewek. Penjaga toko baju di depan mall sana. Dia bersama temannya dan berniat mengenalkan aku dengan cewek itu.“Ah, bisa saja. Perempuan sekarang memang begitu semua, kan?” jawabku datar. Walau sebenarnya aku memperhatikan juga. Mataku tidak bisa lepas dan memandangnya. Hasrat kelakianku bergejolak. Aku seperti muda lagi.“Yaelah, Bro. Hari gini gak usah setia-setia amat kali. Belum tentu juga, kan, istrimu di Jepang sana setia sama kamu. Bisa jadi dia punya kenalan laki-laki lain. Secara, kan, perempuan itu memang sifatnya ingin
Read more
BAB 150. Serakah.
POV EKO.***“Anterin, dong, Eko! Kasihan, kan, kalau naik ojek. Sekarang itu cewek cantik kalau naik ojek, jadi jalan sama tukang ojek. Masa kamu kalah sama tukang ojek?” kata Radit lagi. Bener-bener, deh, ini teman semprol terus aja mau mengomporiku.“Nggak usah, Aa. Aku bisa pulang sendiri. Jalan kaki dari sini dekat, kok! Memang biasanya juga pulang sendiri,” tolak Ocha“Wah, nawarin aja belum, udah ditolak, Pak Bos. Bos Besar ditolak nganterin cewek. Ha-ha-ha ....” katanya lagi. Dia terbahak-bahak, ceweknya pun ikut tertawa. Sedangkan Ocha, dia terlihat tidak enak padaku.“Bukan nolak, Aa, tapi nggak enak. Takut dimarahin pacarnya Pak Eko,” kata Ocha lagi. Oh, jadi gitu? Dan aku pun tidak suka ditolak. Enak saja cewek kampungan seperti dia menolakku. Harga diriku mau di taruh mana? Bahkan cewek-cewek di sini saling berebutan untuk mendapatkan. Kok, dia sok jaim? Malah aku cuma nganterin aja, ditolak. Ini tidak bisa aku biarkan.“Tenang saja, Ocha. Dia ini laki-laki single kala
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
19
DMCA.com Protection Status