All Chapters of Namanya, Kalendra: Chapter 61 - Chapter 70
82 Chapters
61. POV Kalendra
Namaku Kalendra.Ah, mungkin perkenalan ini terlalu klasik dan kaku tapi aku tidak menemukan kalimat yang tepat untuk memperkenalkan siapa diriku. Hanya saja yang ingin aku katakan adalah bahwa aku hanya seorang pegawai biasa di sebuah Kantor penyediaan barang rumah tangga. Aku ditempatkan di bagian personalia yang menangani segala hal yang berhubungan dengan karyawan baik itu hak ataupun kewajiban. Dan disini, namaku dipanggil dengan sebutan Kale, sama seperti halnya bagaimana aku dipanggil di rumah dan di keluargaku.Mungkin hanya segitu saja aku memperkenalkan diri, karena yang ingin aku ceritakan bukanlah diriku sendiri, melainkan sesosok wanita yang selama ini sudah aku anggap nyaris seperti kakak ku sendiri, yang semua masalahnya aku ketahui, yang keluhannya selalu diceritakan padaku. Dia yang membuat aku terbiasa hingga rasanya sulit untuk bisa hidup tanpa dia, Tiba-tiba saja mengakui bahwa perasaannya padamu berubah. Bukan lagi hanya sebagai teman kantor bi
Read more
62. Gamang
"Kalian bertengkar?"Aku memilih menunduk daripada harus bertatapan langsung dengan Lalisa. Kami berdua sedang berada di lobi, menunggu taksi online pesanan kami."Enggak kok. Kayak bocah aja, pakai berantem segala."Padahal kenyataannya kami memang seperti bocah, bocah yang ribut karena perasaan di antara kami."Habisnya, lo kayak yang menghindar dari dia. Dan dia juga kelihatan bersusah payah buat deketin lo. Sebenarnya, apa aja sih yang terjadi sama kalian?"Aku memiringkan bibirku. Merasa tidak enak hati karena sudah membuat Lalisa penasaran namun aku tidak bisa menceritakan secara gamblang apa yang terjadi. Aku memang menganggap Lalisa seperti sahabat ku, sama halnya dengan Rosa dan Nindi, tapi yang membedakan dan membuat aku segan bercerita pada Lalisa adalah karena Lalisa merupakan wanita yang pernah menyukai Kale juga. Rasanya, aku jadi seperti pengkhianat."Enggak ada masalah begitu kok. Cuma ya, gue lagi pengen buru-bur
Read more
63. POV Kalendra
Aku terkejut saat tiba-tiba saja Mbak Alena yang sejak tadi duduk diam dengan anteng di depan komputer nya, berdiri dengan membawa ponselnya yang sesaat tadi berdering."Mbak, mau kemana?"Dia tidak menjawab, justru mengangkat telapak tangannya, memintaku untuk menunda bertanya. Terburu-buru dia keluar dari dalam ruangan sambil membawa ponselnya, wajahnya tampak begitu serius.Seharusnya, aku berdiam diri di tempat ku, menunggu Mbak Alena kembali, atau kembali ke meja kerja ku. Tapi rasa penasaran ku kali ini terasa lebih besar dan kuat sehingga tanpa sadar aku langsung berjalan menyusul langkah kaki Mbak Alena yang sudah menghilang jauh. Aku tidak menyerah, terus berjalan mencari keberadaan wanita yang mengaku suka padaku itu. Lalu sosoknya aku temukan di pojok lorong, tepat di depan pintu tangga darurat."...serah. Lagian kita udah enggak ada urusan apapun lagi. Kamu enggak usah cari aku, jangan bikin aku jadi perusak rumah tangga kamu."Hanya dengan kalimat itu saja, aku langsung
Read more
64. Pov Kale- Misi berhubungan
Di dalam taksi suasana hati Mbak Alena belum berubah. Apalagi dia semakin terlihat kesal saat beberapa kali ponselnya berdering. Sepertinya, Fattah keras kepala terus berusaha menghubungi Mbak Alena setelah tadi gagal membujuk Mbak Alena untuk berbicara."Memangnya selama ini, dia masih terus hubungin Mbak?"Padahal tadinya aku berniat untuk tidak bertanya, tapi akhirnya malah bertanya juga. Aku penasaran, sudah berlalu berbulan-bulan setelah pernikahan, aku berpikir Fattah sudah menjalani kehidupan rumah tangganya dengan baik karena istrinya sedang hamil. Tapi ternyata Fattah masih terus berusaha menghubungi Mbak Alena, bahkan sampai nekat menemuinya tanpa memikirkan akan bagaimana pendapat orang-orang jika sampai tahu."Enggak, sempat enggak lagi ngubungin aku selama beberapa lama. Tapi belakangan ini, dia mulai lagi. Aku capek."Mbak Alena mendesah lelah. Satu tangannya terangkat dan mengusap keningnya berulang kali."Padahal aku udah ngomong supaya dia enggak usah deketin aku lagi
Read more
65. Kale- pantang kecolongan
Ternyata, berkata jujur adalah obat yang paling ampuh untuk hati yang terasa berat. Sekarang aku bisa merasa lega setelah semalam mengaku pada Mbak Alena tentang bagaimana perasaan ku padanya.Walaupun memang tidak ada yang berubah pada hubungan kami, tapi setidaknya tidak ada lagi yang kami sembunyikan.Kedekatan ku dengan Mbak Alena juga semakin akrab dari sebelumnya. Setidaknya, mulai sekarang aku lebih menjaga sikapku untuk tidak terlalu berdekatan dengan wanita lain demi menjaga perasaan Mbak Alena. Mirip seperti orang berpacaran, sebenarnya. Hanya saja tanpa status."Ngantuk banget. Ada yang mau nitip kopi enggak? Gue mau ke bawah."Suasana dalam ruangan yang sesaat lalu hening, mendadak riuh berkat tawaran dari Fahri. Aku melirik ke arah Mbak Alena, padahal semua orang sudah sibuk berseru, memesan kopi karena jam dua siang adalah waktu tanggung dimana para karyawan seperti kami mulai merasa mengantuk."Vanila latte sama green tea l
Read more
66. Kale- cerita masa lalu
Kami duduk bersebelahan, aku menekuk kedua kakiku sambil sibuk memperhatikan jalanan, sedangkan Mbak Alena sedang mendengar musik dari dalam ponsel nya. sesekali bibirnya menyenandungkan lirik lagu sesuai yang dia dengar.Sakit kepala dan rasa mual hebat yang tadi aku rasakan sudah lebih membaik, aku menikmati angin sore yang menyapu wajah kami. Lalu beberapa saat kemudian makanan yang kami pesan, diantarkan oleh penjual angkringan.Aku menerima semuanya dan menata di atas tikar, Mbak Alena juga langsung melepaskan earphones yang tadi dia kenakan."Loh? Kok enggak pakai nasi?" Aku bertanya heran saat Mbak Alena memakan begitu saja sate telur puyuh pesanannya."Telur puyuh memang enaknya digadoin begini. Kalau pakai nasi 'mah enggak enak. Kan udah ada nasi bakar sama hati ayam."Aku hanya menggelengkan kepala melihatnya, memilih untuk mengambil bagian ku sendiri dan menyantapnya.Padahal aku berniat mengajak Mbak Alena untuk makan
Read more
67. Kale- Pendekatan
"Padahal saya sudah bilang kalau saya bisa bawa motor sampai rumah Mbak. Kenapa malah jadi Mbak yang ngantar saya?"Sumpah, aku rasanya malu sekali. Niat hati untuk mengantar pulang Mbak Alena gagal total karena pada akhirnya malah Mbak Alena yang mengantarkan aku pulang dengan selamat sampai di rumah."Setelah dengar cerita kamu, mana mungkin aku tega biarin kamu pulang sendirian? Lagian ini belum terlalu malam, jadi aku masih bisa pulang naik ojek online."Cepat, aku menggeleng. "Jangan, Mbak. Kalau Mbak enggak percaya sama saya, saya bakalan minta supaya Kala atau Kana yang antar Mbak pulang."Aku tahu bahwa Mbak Alena sudah akan menolak tawaran ku, maka dari itu aku dengan cepat berlari masuk untuk memanggil Kala atau Kana. Tapi begitu masuk ke dalam, yang aku temukan malah Mama yang sedang duduk sambil memegangi ponselnya."Ma, kembarnya kemana?" tanyaku sambil celingukan.Mama menoleh padaku dengan kepala yang mendongak kar
Read more
68. Alena- Hari setelahnya
Aku sungguh tidak menyangka jika sosok Kalendra yang selama ini aku kenal sebagai pribadi yang santai dan juga simpel, ternyata memiliki kenangan buruk yang dia simpan rapat-rapat. Bahkan dia dengan sengaja berpura-pura baik-baik saja dan beberapa kali memboncengi ku dengan motornya di tengah trauma yang dia punya.Kini aku merasa bersalah karena dengan santai nya selalu meminta dia mengajakku jalan menggunakan motor padahal dia memiliki kenangan buruk yang seperti itu. Dasar Alena!"Lah? Mau kemana libur begini?"Aku menoleh pada Aleya yang masih mengenakan piyama tidurnya. Kakakku lagi-lagi 'dititipkan' di rumah ini karena suaminya pergi dinas di luar. Kalau sudah seperti ini, Aleya akan jadi teman bicara untuk Mama yang selalu kesepian karena anak gadis bungsunya selalu sibuk kerja di kantor dan keluar saat akhir pekan, seperti saat ini."Ada janji ketemu sama Rosa sama Nindi. Kakak jagain Mama ya."Dia mendengus, mengikat rambutnya ya
Read more
69. Alena- Orang gila
Siapapun pasti akan mengatakan bahwa Fattah adalah orang paling gila di muka bumi ini. Baru tadi kami berpapasan di mall dan tidak ada pembicaraan di antara kami walaupun Fattah sempat memanggil namaku.Aku pikir, hanya sekedar itu saja karena memang tidak ada lagi yang perlu kami bicarakan. Hubungan kami sudah berakhir lama dan tidak ada kemungkinan secuil pun untuk kembali. Tapi kemudian saat aku pulang, aku terkejut saat melihat dia sudah berdiri di depan rumah ku. Masih dengan pakaian yang sama.Menghela napas berat, aku membuang muka dan berjalan cepat masuk ke dalam rumah. Tapi baru saja membuka pagar, dia sudah berdiri di sebelah ku, menahan lenganku lagi."Kamu enggak capek? Aku aja capek banget loh. Ngapain sih? Harusnya kamu di rumah, nemenin istri kamu atau pijitin dia. Aku yakin dia capek karena harus jalan di mall yang besar dengan perut besar kayak gitu."Malas sekali aku berbicara dengannya, tapi untuk lepas darinya aku memang harus
Read more
70. Alena - Mari akhiri
Yang terdekat adalah kedai kopi yang hanya menyediakan dua meja untuk tamunya. Untungnya, satu meja masih kosong sehingga kami bisa duduk dengan tenang di sana.Karena aku berniat untuk makan setelah obrolan ini, maka aku tidak memilih kopi. Aku lebih memilih es susu dalam porsi sedang. Sama halnya dengan Imelda yang tidak boleh meminum kopi dalam keadaan hamil."Lo tahu kan, kalau gue enggak punya banyak waktu? Gue belum makan dan bahkan belum sarapan dari pagi, jadi kalau emang lo mau ngomong, lo bisa ngomong sekarang juga."Sudah berhadapan seperti ini, tapi dia masih saja terlihat gugup dan ketakutan. Kalau memang setakut itu, harusnya dia tidak perlu menemui aku dari awal."Sa-saya tahu kalau Mas Fattah pasti sudah menemui Mbak kemarin setelah kita papasan di mall. Dari semenjak di mall, dia sebenarnya sudah mau nemuin Mbak tapi dia masih bersikap sopan dengan mengantar saya pulang lebih dulu."Aku mendengus tawa. Bisa-bisa nya Imeld
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status