Semua Bab Wanita Dambaan Tuan Otoriter: Bab 31 - Bab 40
141 Bab
Bab 31 : Akad Nikah
Setelah sekitar setengah jam perjalanan kami pun sampai di halaman Kantor Urusan Agama di desaku, Desa Binar. Selama perjalanan degup jantungku berdebar tak menentu. Aku kembali menepuk-nepuk tisyu ke beberapa bagian wajah, sebab keringat yang sentiasa muncul. Mobil kami diparkir di bawah sebatang pohon. Bang Hanan lalu keluar, kemudian pria itu membukakan pintu mobil untukku. Dengan perlahan aku menjejakkan kaki. Ya Allah ... kakiku rasanya lemas. Hampir saja aku jatuh, jika tidak segera memegang badan mobil tadi. Bang Hanan sampai kaget karena aku terhuyung. Padahal sepatu ini tidak begitu tinggi, tapi mau bagaimana? Lutut ini tiba-tiba saja seakan tidak terasa."Kamu tidak apa-apa, Nay?" tanya Bang Hanan tampak khawatir."I–iya, Bang. Aku nggak pa-pa," jawabku.Bang Hanan dan supir mobil tadi mengiringku menuju sebuah ruangan. Di sana tidak begitu ramai. Aku tidak mengenal siapa saja yang berada di sana.Ketika sampai di muka pintu, aku menghentikan langkah sejenak, memindai ruan
Baca selengkapnya
Bab 32 : Pergi ke Hotel
Ya Allah, benarkah apa yang terjadi hari ini? Rasanya aku tidak percaya jika aku baru saja menikah. Bahkan dengan orang yang ... sangat aku benci. Kualihkan pandangan ke arah jendela mobil di samping. Entah mengapa dada ini terasa begitu sempit. Kutarik napas dalam-dalam demi meredakan sesaknya walau sedikit.Drrrt ...! Drrrt ...!Terdengar suara ponsel yang bergetar. Hmm ... itu ponsel miliknya. Kebiasaan kami ternyata sama, tidak suka menyalakan ringtone."Hallo, Sayang ...."Aku menajamkan telinga tanpa menoleh sedikit pun ke arah Tuan Steven yang tengah menerima panggilan telepon tersebut. Siapa yang ia panggil dengan sebutan sayang? Hatiku bertanya-tanya."Iya. Kenapa kok, gak mau kenal dengan Mama baru?"Oh, itu anak perempuan Tuan Steven sepertinya. Tuan Steven memang mempunyai seorang putri dari pernikahannya yang pertama. Aku sudah lama sekali belum pernah melihat anak itu lagi. Seingatku, dulu pernah melihat anak itu ketika ia masih berusia dua atau tiga tahun. Entah di ma
Baca selengkapnya
Bab 33 : Dilayani Olehnya
"Mmm ... mungkin Tuan Steven memang baik, Man. Kita aja yang belum tahu." Omongan macam apa itu? Aaah, yang penting ada jawaban untuk Manda sementara ini. Aku pusing mau jawab apa."Hmm, gitu ya?" Manda terdengar ragu.Aku menggaruk kepalaku yang tertutup hijab putih bermahkota ini. "Kakak nggak ke sini?" tanya Manda lagi."Emm ... nanti deh, kakak kasih kabar lagi ke kamu, Man. Kakak masih ada urusan ini. Kamu dengan Nanda jagain ibu dulu," ujarku. "Hmm, iya, Kak," sahut Manda lirih.Aku tidak tahu apakah aku bisa ke rumah sakit hari ini. Nanti saja aku minta izin dengan Tuan ... eh, dengan Steven. "Udah dulu, Man. Assalamualaikum!" Buru-buru aku tutup telepon genggamku. Khawatir Manda semakin banyak tanya.Bagaimana ini? Apa aku harus menginap di hotel ini bersama Steven? Tidak, tidak, tidak! Aku tidak mau. Aku sama sekali belum siap jika lelaki itu menyentuhku lebih jauh. Ya Allah ... aku harus bagaimana?Seusai menelepon Manda, aku langsung meraih handuk berwarna ungu tua yang
Baca selengkapnya
Bab 34 : Bersamanya
Ah, teringat lagi kalau ia telah menjandakan tiga perempuan sebelum aku. Hati kecil ini kembali memperingatkan. Jangan merasa istimewa wahai kamu, Nay ... dia adalah type pria yang mudah bosan. Dan jika sudah bosan, maka akan ia campakkan begitu saja. Huuuft ... ya ya ya, aku harus menjaga hati. Jangan sampai lemah di hadapkan dengan perhatian-perhatian kecil seperti ini. Kamu punya harga diri yang tinggi, Nay!Ah, teringat lagi dengan Mas Wahyu. Pria itulah yang selama ini selalu peduli dan penuh perhatian kepadaku. Akan tetapi, saat ini malah aku telah mengkhianati harapannya. Bahkan ... dari tadi aku tidak ingat lagi kepadanya.Apakah semudah itu hati ini dapat teralihkan? Hanya karena perhatian-perhatian yang tidak seberapa dari seseorang yang ... aah!Seusai makan siang, rasanya perutku sudah kekenyangan. Selain nasi, di situ juga tadi ada buah dan es krim. Sudah kucicipi semua. Kupikir-pikir, untuk apa juga menjaga image di depan lelaki ini. Seumur-umur aku baru merasakan makan
Baca selengkapnya
Bab 35 : Berusaha Mengalihkan Perhatiannya
Dua pekan? Dalam waktu dua pekan?Bagaimana aku bisa sempat berpikir jika hanya dalam waktu singkat seperti itu? Tiba-tiba terlintas wajah Mas Wahyu di benakku.Ya, bagaimana juga dengan Mas Wahyu? Apa yang harus aku katakan kepadanya? Aku tahu, betapa besar harapan pria itu terhadapku. Begitu juga diri ini sebenarnya. Tadinya aku sempat berpikir akan berakhir dengan pria berkacamata itu, tapi ... tapi apa yang terjadi sekarang di luar perkiraan. Aku merasa telah mengkhianati cinta dan kepercayaannya. Walaupun kami tidak pernah berkomitmen apa pun tentang hubungan yang berlangsung, tetapi aku tahu niat kami sama. Bahkan Mas Wahyu hampir memperkenalkanku kepada kedua orang tuanya. Aku harus bicara apa tentang pernikahan ini kepada lelaki baik itu jika nanti ia sampai tahu? Ya Allah ... kepalaku sekarang terasa berdenyut keras memikirkannya.Ketika pikiranku tengah menerawang bingung seperti ini, tiba-tiba Steven mendekat dan melepas atasan mukenaku. Aku terkejut dengan apa yang di
Baca selengkapnya
Bab 36 : Keluarga Pak Roso
"Kamu menggodaku, hmm?" Pria itu bukannya lanjut memakai kemeja yang tadi sudah ia ambil dari koper, malah ia ikut duduk dan menarik tubuhku mendekatinya."Ak–aku tidak menggo ... hmmmp!"Kembali ia memaksa untuk mencium bibir ini. Astaga, aroma tubuhnya segar sekali. "Steve ... aku ...."Pria itu mencumbui diriku. Aku ... aku ... mengapa aku justru terbuai dengan sentuhan darinya?Drrrt ...! Drrrt ...!Mataku yang tadi terpejam menikmati sentuhan Steven, tiba-tiba membulat. "Steve ... telepon!" Kontan aku mendorong dadanya dengan kencang.Ia tampak terkejut."Te–telepon ...," cicitku takut-takut karena melihat sorot matanya yang nanar. Sepertinya ia tidak suka dengan gerak refleksku barusan.Apa ... apa dia marah?Karena gawainya terdengar tidak berhenti bergetar, Steven pun beringsut. "Sh*t!" umpatnya sambil beranjak berdiri, lalu melangkah menuju ke jas hitamnya yang tergantung di sana.Aku menggigiti bibir ini. Masih terasa sensasi sentuhan Steven barusan. Ya Allah, mengapa aku j
Baca selengkapnya
Bab 37 : Ajakan Mas Wahyu--lagi
"Saya Shela." Belum sempat Nanda menjawab, perempuan itu melangkah maju dan menghampiri. Lalu ia mengulurkan tangan ke arahku."Oh, iya. Aku Nay ...." Aku pun menyambut uluran tangannya. Aku baru ingat, ini yang tadi Manda bilang orangnya Steven yang akan menjaga Bi Eli. Shela tersenyum manis ke arahku. "Saya ke luar dulu, Mbak," pamit gadis itu. Kemudian ia berjalan menuju ke luar ruangan.Aku mengangguk dan tersenyum ke arahnya."Dari pagi Mbak Shela di sini, Kak," ungkap Nanda setelah Shela ke luar."Oh gitu," sahutku singkat."Katanya Mbak Shela itu pernah jadi perawat," lanjut Nanda lagi."Hmmm ...." Aku menganggukkan kepala sembari membenarkan selimut Bi Eli yang agak tersingkap.Aku yakin Steven mengutus orang yang kompeten. Orang perfeksionis seperti dia tidak mungkin mempekerjakan sembarang orang. Kecuali ada maunya—dulu—ketika ia menginginkanku ketika masih menjadi istri dari Bang Rizal. Entah mengapa pria bule itu begitu getol mengeluarkan uang yang banyak hanya untuk bis
Baca selengkapnya
Bab 38 : Semua Bisa Kamu Kendalikan, Kecuali ....
Oh, tidak. Ap-apa yang harus aku lakukan?! Aku sontak mengalihkan pandangan sambil meremas ujung kerudungku. Bagaimana ini?"Kenapa-" Omongan Mas Wahyu terputus ketika menyadari ada seseorang yang datang dari arah belakangnya."Bagaimana keadaan bibimu?" Steven melangkah mendekat. Ia meraih pinggangku dan mengecup pucuk kepalaku singkat.Ya Allah, aku jadi salah tingkah di depan Mas Wahyu. Lagian kenapa Steven bersikap seperti ini di depannya? Astaga ... wajah ini terasa sangat kebas!Pria berkacamata itu tampak sangat kaget melihat apa yang baru saja dilakukan Steven kepadaku di depan matanya."Mmm ... masih seperti ini, tapi alhamdulilah operasinya lancar," jawabku dengan berusaha mengangkat kedua ujung bibir ini di hadapan Steven. Jantungku berdegup sangat kencang. Ya, Rabb, tolong hamba.Lelaki yang kini sudah berstatus sebagai suamiku itu mengalihkan pandangannya ke arah Mas Wahyu. "Ini pria yang waktu itu ada di rumah bibimu?" tanya Steven memastikan."Aa-" Belum sempat aku menj
Baca selengkapnya
Bab 39 : Sesak
Kembali diri ini teringat akan Mas Wahyu yang pergi dengan perasaan kecewa di rumah sakit tadi. Semenjak kepergian lelaki berkacamata itu, kepalaku terasa begitu penuh. Rasanya ada yang tersangkut di dalam dada ini. Sakit dan sangat-sangat menyesakkan.Steven meraih jemariku, menjalinnya dengan jari-jari panjangnya. Entahlah, apa yang kurasa saat ini. Lelaki di sampingku ini punya kekuasaan. Dan yang pasti, ia jelas punya kekayaan. Aku menyadari. Semua yang ia miliki saat ini bisa dipergunakan untuk membantu permasalahan keluargaku. Mungkin inilah jalan yang terbaik. Ya, mungkin tidaklah masalah mengorbankan perasaanku demi menebus itu semua. Mungkin ....Sesampainya di hotel, aku letakkan tas baruku di atas nakas dan tanpa menanggalkan sepatu juga masih dengan pakaian lengkap, aku merebahkan tubuh ke tempat tidur yang empuk di situ. Aku usap setitik air yang muncul begitu saja dari sudut mata ini. Dadaku saat ini terasa nyeri dan semakin sesak, tapi aku tidak boleh menangis. Jangan
Baca selengkapnya
Bab 40 : Astaga
Namun, entah mengapa tidak bisa aku pungkiri, mata ini tak bisa sepenuhnya lepas dari pemandangan indah itu. Aku sedikit mengalihkan wajah, tetapi tetap saja, sudut mata ini masih menangkap bayangannya. Punggung dengan otot-otot yang sangat menggoda. Astaga, Naaay, sadaaar ...!Setelah mengenakan celana dalamnya, mengapa Steven langsung menggantung bathrobe-nya? Apa dia tidak memakai baju dulu? Kemudian pria itu berbalik, lalu berjalan perlahan ke arahku. Seketika hatiku menjadi kebat-kebit. Mengapa kamu tidak mengenakan pakaianmu, Steve?!Aku hanya bisa protes. Tapi ... tapi di dalam hanya hati. Hhhhgg ...!Lelaki itu kembali duduk di bibir ranjang di dekatku, tangannya memegang lututku.Aku beringsut sedikit, merasa grogi tentu saja. Ya Allah ... otot dada dan perutnya. Aaarrgh! Aku berusaha dengan keras menarik kedua ujung bibirku ke atas. Jantungku terasa memompa darah lebih cepat. Mengapa Steven melihatku seperti itu?"Kamu mau mandi dulu? Atau ...." Lelaki itu menggeser naik s
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
15
DMCA.com Protection Status