All Chapters of Wanita Incaran CEO Arogan: Chapter 31 - Chapter 40
131 Chapters
BAB 31 ~ MELEDAK
“Aku tahu Koko bohong! Jangan dikira aku bodoh, ya, Ko! Kalau Koko nggak mau kasih tahu yang sebenarnya … nggak apa-apa, aku masih bisa tanya sama Debby,” gerutu Fanny sembari menggerakkan roda kemudi. “Dan kamu juga, Deb! Awas aja kalau kenyataannya kayak yang aku pikir … ” cerocos Fanny sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Setelah puas mengomel panjang pendek, Fanny mengikis jarak dari apartemen Niel ke rumah Debby dalam keheningan. Saat ini, ia tidak punya selera untuk mendengarkan musik seperti biasanya jika sedang berkendara. Sebisa mungkin ia memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi setiap kali ada kesempatan. Ia ingin cepat sampai di rumah Debby. Begitu wanita berambut sebahu itu menghentikan kendaraannya di depan rumah Debby, ia langsung meloncat turun dan bergegas menekan bel pintu. Ia enggan menghubungi ponsel Debby, takut jika dirinya tak mampu menahan kata-kata. Deng
Read more
BAB 32 ~ PELIPUR LARA
Debby membaca pesan William sekali lagi dalam hati. “Selamat malam, Debby. Maaf, kalau selama ini pesan-pesanku ternyata membuatmu terganggu. Tapi bukan itu maksudku. Aku cuma pengin mengenal kamu lebih dekat lagi di luar pekerjaan. Gak masalah buatku kalau Debby gak mau membalas pesan-pesanku atau belum bersedia membuka diri untuk mengenalku. Aku akan sabar menunggu sampai Debby bersedia membuka hati buatku. “Tapi selagi menunggumu, izinkan aku untuk bisa terus berbagi hari-hariku denganmu. Aku cuma berharap melalui pesan-pesanku ini kamu bisa menilai diriku, yah, meskipun mungkin hanya sebagian kecil dan pada akhirnya Debby mau membuka hati buatku. Kalau Debby bersedia membalas pesan-pesanku, apalagi membagikan juga hari-harimu denganku, aku akan lebih menghargai dan lebih senang lagi.” Pesan itu pun diakhiri dengan emotikon tersenyum.  Debby kembali menggeram kesal. “Dasar konyol! Kamu sendiri yang bilang, ya,
Read more
BAB 33 ~ ADU KETAHANAN
Fanny mengernyit mendengar pernyataan lelaki asing itu yang kini duduk di bangku sebelah. Fanny mendengkus. “Hah! Nggak usah mengarang deh!” “Eh, benar! Kita pernah ketemu kok,” bantah lelaki asing itu. “Yah … paling nggak, sekali sih. Bukankah kamu teman Debby?” Fanny menjengit kaget mendengar nama mantan sahabatnya disebut oleh lelaki asing itu. ‘Siapa sih orang ini? Apa iya kami pernah ketemu?’ Otak Fanny yang sedang tumpul menolak untuk menggali ingatan. ‘Ah, bodoh amatlah!’ “Ah, siapa namamu waktu itu, ya?” Fanny mendengkus lagi dan tertawa sinis. “Hah! Nggak usah sok kenal kalau gitu! Sekarang tinggalkan aku sendiri!” “Mana bisa gitu! Nggak baik seorang perempuan sendirian di tempat kayak gini. Biar kutemani kalau kamu masih mau di sini. Atau mau kuantar pulang?” tawar lel
Read more
BAB 34 ~ SIMBIOSIS MUTUALISME
Suasana hatinya masih belum membaik. Sejak meninggalkan rumah Debby kemarin, Fanny belum menghubungi satu pun dari dua orang yang sudah membuat suasana hatinya kacau. Padahal, serentetan pesan atau panggilan masuk dari Niel sudah menanti untuk direspons. Jangankan menjawab panggilan atau menelepon balik lelaki itu, membaca pesannya saja Fanny sudah enggan, setidaknya untuk saat ini. Berkebalikan dengan Niel, Debby justru tidak ada kabar apa-apa sama sekali. Fanny pun tak ambil pusing dengan kenyataan tersebut. Beruntung sekarang hari libur, ia sedang tidak ingin melakukan sesuatu yang membutuhkan konsentrasi penuh. Pagi tadi, ia sudah meluapkan sebagian kekecewaan yang masih bercokol di hatinya dengan menguras tenaga hingga bermandikan keringat di ruang olahraga. Namun, perasaan kecewa, nelangsa, dan hampa masih menggelayut di hatinya. Demikian pula ketika siang harinya ia menghabiskan waktu dengan melakukan hobinya yang
Read more
BAB 35 ~ KESAN MENGGODA
“Apa kamu keberatan kalau kita pindah lokasi?” tawar Leon. “Kalau kita mengobrol di sini, mungkin besok kita akan sakit tenggorokan. Aku tahu tempat nongkrong yang bagus dan cocok untuk menghabiskan malam tanpa terganggu dengan suara berisik ini. Gimana?” Fanny tertawa mendengar tawaran balik dari pria di hadapannya. “Kamu ini kemaruk apa aji mumpung, ha?” Leon tergelak. “Kalau bisa dua-duanya, kenapa nggak?” Namun, setelah tawanya mereda, Leon menambahkan, “Jangan khawatir! Kali ini, biar aku yang mentraktirmu. Kamu bisa menyampaikan rasa terima kasihmu itu lain kali.” “Oh, jangan! Aku nggak suka berutang. Nggak masalah buatku kalau kamu mau kutraktir di mana. Oke, kalau gitu tunjukkan tempatmu itu. Aku akan mengekor di belakangmu.” Fanny yang hendak beranjak dari duduknya tertahan oleh cekalan Leon. “Aku memaksa. Biar mal
Read more
BAB 36 ~ ADU MULUT
Isi pesan-pesannya yang lain masih senada seperti biasanya, hanya saja sekarang bertambah dengan kata-kata penyemangat. Satu-dua kali, lelaki itu juga pernah bertanya tentang kegemaran Debby atau kegiatan yang dilakukan Debby ketika senggang. Namun, mungkin karena Debby tidak pernah menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi, lelaki itu tidak pernah bertanya lagi sekarang. Terkadang, lelaki itu juga menyisipkan komentar tentang suatu topik yang tengah viral, entah itu berita atau video kocak. “Hah! Apa Bapak nggak terlalu tinggi menaruh harapan? Kenapa nggak berhenti aja sih, Pak, kayak yang lain-lain itu, lo! Aku kan jadi nggak pusing!” Debby membuang napas panjang. “Aku nggak mau menyakiti siapa pun. Jadi, menyerah ajalah, Pak!” tuntut Debby pada ponselnya. Sejak Debby mengajukan keberatan pada akhir minggu lalu hingga hari ini, mereka belum bertemu kembali. Bukan berarti Debby mengharapkan untuk dapat b
Read more
BAB 37 ~ TERKUAK
“Ssst! Tolong kecilkan suaramu!” desis Debby.   Suara dengkusan yang keluar dari hidung Fanny menjadi jawaban spontan dari permintaan Debby. Dada wanita itu kembang kempis. Mata sipitnya pun semakin lenyap karena sekarang ia memicingkan keduanya. Bibirnya terkatup rapat membentuk garis lurus yang kaku.   Debby mengulang sekali lagi permintaannya untuk bicara di dalam apartemen. Sekali ini, Fanny merespons permintaan Debby meskipun dengan raut wajah kaku. Wanita bertubuh kurus itu pun melangkah mendekati pintu apartemen.   “Kalau nggak kuturuti, kamu tetap akan maksa, ‘kan?” tanya Fanny dengan ketus. Biarpun terlihat tidak senang, jari telunjuk Fanny tetap bergerak memasukkan kode akses.   “Benar.” Debby mengekor sahabatnya.   Keduanya lalu beriringan masuk ke apartemen. Namun, Fanny rupanya benar-benar tidak berniat untuk mengundang Debby masuk ke apartemen karena ia tak bersedia
Read more
BAB 38 ~ GARA-GARA SINGA BETINA
Pelukan yang menentramkan dari sang sahabat sudah terlepas sejak tadi. Tangis Fanny pun sudah mereda, hanya menyisakan isak kecil. Kedua tangan Debby kini tengah mengusap-usap lengan atasnya. Fanny merasa lega bisa mengeluarkan semua sesak di hatinya. Ia beruntung memiliki seorang sahabat yang pantang menyerah dalam menghadapi dirinya yang suka berubah-ubah suasana hatinya. Fanny jadi merasa bodoh ketika kemarin sempat berpikir untuk melepas Debby sebagai sahabat. “Sudah merasa lebih baik?” Suara Debby yang lembut memasuki gendang telinga Fanny dan membuyarkan angannya. Fanny menganggukkan kepala sekali sebagai jawaban. Satu tangannya masih sibuk menutulkan tisu yang tadi disodorkan oleh Debby—yang sekarang wujudnya sudah berubah menjadi gumpalan kecil—pada hidungnya. Sejak dirinya mulai menangis hingga sekarang, ia terus menundukkan kepala. Ia merasa tidak sanggup untuk menatap sahabatnya. Ia merasa bersalah pernah menjadikan wanita yang kini masih berlutut di hadapannya itu sebag
Read more
BAB 39 ~ UNTUNG DITOLAK
Gestur Debby yang jelas-jelas mengarahkan perhatian sepenuhnya pada Fanny sudah membuat panik sang sahabat. “Ada apa? Kenapa kamu melihatku kayak gitu? Apa ada remah-remah di mulutku?” tanya Fanny setelah menoleh sekilas padanya. Punggung tangannya yang bebas ikut bergerak mengusap ujung-ujung bibirnya. Debby menggelengkan kepalanya seraya tersenyum. “Tenang aja. Nggak ada kok.” “Lantas? Jangan bikin takut deh!” tuntut Fanny. Kepalanya kembali menoleh sekilas. Setelah menatap Fanny beberapa detik lebih lama, Debby akhirnya buka suara. “Boleh aku tanya sesuatu?” Tawa Fanny langsung tersembur. “Ck! Apaan sih? Tanya, ya, tinggal tanya aja. Kenapa harus minta izin?” “Karena yang mau kutanyakan ini masalah pribadi. Jujur aja, aku penasaran.” Fanny akhirnya memalingkan kepala dan menaruh perhat
Read more
BAB 40 ~ KELIMPUNGAN
“Hah! Kenapa Fanny enggak menjawab satu pun panggilanku? Ada apa sebenarnya sama dia? Sudah seminggu ini enggak ada kabar sama sekali. Apa terjadi sesuatu sama dia? Apa dia baik-baik aja? Aduh! Kamu ini kenapa sih, Fan?” Niel bersungut-sungut pada ponselnya. Lelaki berpostur 175 sentimeter itu berjalan hilir mudik di dalam kamarnya. Tangannya yang bertato diletakkan di pinggang sementara tangan yang lain kembali mendekatkan benda pipih persegi panjang itu ke telinganya. Nada sambung memasuki gendang telinganya, tetapi hingga panggilan terputus dengan sendirinya, suara wanita itu belum juga terdengar. Niel akhirnya duduk di tepi tempat tidur. Tangannya mulai bergerak di atas layar ponsel untuk mengetikkan sederet pesan. Kepalanya menggeleng-geleng pelan melihat pesan-pesan sebelumnya selama seminggu terakhir ini yang belum juga dibaca satu pun oleh wanita itu. Lelaki itu mengembuskan napas panjang. Sejurus kemudian, ia melemparkan
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status