Debby sudah terbiasa menghalau para pria yang berusaha mendekati dirinya di luar pekerjaan. Saking terbiasanya, ia sudah tidak perlu lagi memasang tembok di sekeliling dirinya seperti dahulu. Namun, kali ini Debby bertemu dengan sosok pria kepala batu yang terus mengejarnya meski sudah ditolak, baik secara terang-terangan maupun secara tersirat. Debby bertambah pusing dengan campur tangan ibunya yang terus mendesaknya untuk segera menikah dan mengatur kencan buta tanpa sepengetahuan dirinya. Masalah bertambah pelik ketika pria dari masa lalunya kembali muncul di hadapannya dan mengacaukan hidup yang sudah ia tata dengan susah payah. Bagaimana kisah Debby menghadapi para pria yang ingin mendapatkan cintanya? Berhasilkah mereka meluluhkan hati Debby yang sudah mengeras? Ada apa di balik tembok yang dibangun Debby selama ini?
Lihat lebih banyakFanny langsung meringis mendengar pertanyaan Hendy yang dilontarkan dengan nada menggoda. “Bukan, Ko.” “Bukan?” beo Hendy. “Lantas?” Fanny memberikan lirikan secepat kilat padanya. Wanita itu hanya bisa mengerang dalam hati. “Ayo, duduk dulu, Fan! Kebetulan kamu datang di waktu yang tepat. Ko Hendy bawa oleh-oleh makanan nih!” timbrung Debby seraya menunjuk beberapa makanan di atas meja bar. “Ada apa dengan kalian?” Suara Hendy penuh tuntutan. “Kalian menyembunyikan sesuatu dari Koko?” Debby pura-pura tidak tahu kalau satu-satunya sosok berparas tampan di rumah itu tengah menatapnya lekat-lekat. Ia justru sibuk memindahkan sebagian popcorn dari kaleng ke mangkuk, lalu menyodorkannya ke hadapan Fanny. “Nih! Ayo dimakan, Fan! Eh, cuci tangan dulu tapi!” Fanny tampak menyengir ke arah Hendy sebelum akhirnya melangkah menuju tempat cuci piring
Debby memeluk erat sosok lelaki yang terhuyung mundur karena dorongannya itu.“Astaga! Hati-hati, Princess!” seru lelaki itu. Satu tangan langsung merengkuh tubuh Debby, sedangkan yang lain menggapai dinding terdekat.Debby yang terus tersedu-sedu merasakan sedikit dorongan pada bahunya. Ia langsung menggelengkan kepala dan mengetatkan pelukan pada pinggang lelaki itu.Helaan napas terlontar dari bibir pria itu bersamaan dengan elusan ringan di punggung Debby. “Ada apa, Princess? Kenapa menangis?”Debby masih belum bersedia menjawab. Wanita itu masih betah sesenggukan, mengeluarkan semua emosi yang tengah berkecamuk dalam hatinya. Ia senang dengan kehadiran sosok dalam pelukannya saat ini yang tak disangka-sangka. Namun, ia juga merasa sengsara saat mengingat respons sang kekasih. Di sisi lain, keberadaan sosok menger
Giliran Debby yang sekarang mengernyitkan kening. Hatinya langsung terasa sakit mendengar omongan William yang terakhir. Apa yang dituduhkan lelaki itu tidaklah benar. Ia benar-benar ingin bersama dengan lelaki itu. Apa yang sudah ia lakukan selama ini untuk lelaki itu pun tulus dari hati meski mungkin tidak seberapa nilainya. Namun, ia tidak mungkin mengungkapkan itu semua saat ini.Debby lagi-lagi mengeraskan hati. “Maaf, Ko. Aku tahu aku sudah menyakiti Koko duluan. Tapi karena sudah telanjur kayak gini, mungkin ini justru lebih baik. Koko jadi bisa menjauh dengan sendirinya,” batin Debby.“Terserah Koko mau bilang apa, tapi sekarang aku benar-benar pengin sendiri dulu. Maaf, Ko.”Namun, jauh di dalam lubuk hatinya, Debby tetap saja menyesal sudah menyakiti lelaki itu hingga sedemikian rupa, apalagi melihat ekspresi yang ditampilkan oleh sang kekasih. R
Beberapa hari berlalu begitu saja. Kemarahan maminya masih belum reda. Sekarang, sang mami bahkan tengah mendiamkan dirinya.Wanita itu hanya mengangkat bahu saat William bertanya bagaimana perasaannya saat ini. “Hah, biasa aja sih, Ko. Itu bukan hal baru buatku. Lagi nggak berantem aja nggak dekat, apalagi sekarang situasinya kayak gini.”Debby bahkan sampai menganggukkan kepala saat melihat sang kekasih melebarkan mata dan mengangkat alis. “Koko sendiri pernah bilang, ‘kan, kalau menurut penilaian Koko waktu itu aku dekat sama Papi tapi nggak dekat sama Mami? Yah, itu memang benar.”“Hmm,” gumam William terdengar ragu-ragu. Bola matanya yang beriris cokelat tua tampak bergerak-gerak menyelisik wajah Debby.“Koko mau tanya apa?”William meminta tangan Debby dan langsung menggenggamnya
Debby terlonjak kaget saat ponselnya berdering. Namun, detik berikutnya, embusan napas lega langsung terlontar dari bibir mungilnya. “Ugh! Kukira Mami. Sialan! Gara-gara orang itu aku jadi waswas kapan Mami meledak. Hah! Kalau cuma aku sih nggak masalah, tapi kalau Koko sampai kena omel juga … huff!” gerundel Debby dalam hati.“Halo, Fan,” sahut Debby setelah tombol hijau digeser. “Ada apa?”“Kamu lagi apa, Say? Mau menginap di tempatku beberapa hari? Atau mau kutemani?” tanya Fanny tanpa basa-basi.“Eh?” Debby langsung menoleh pada William dengan mata memicing. “Koko bilang sama Fanny?” tanya Debby tanpa suara. Tangannya yang bebas ikut bergerak, menunjuk dada William kemudian menunjuk ponsel yang masih menempel di telinga.Melihat lelaki itu hanya menyengir, membuat Debby langsun
“Dua atau tiga hari lagi Papi akan antar Bi Siti ke rumahmu,” ucap Gunawan dari seberang telepon.“Buat apa, Pi? Bi Siti kan lebih diperlukan di rumah daripada di sini,” tolak Debby pada rencana sang papi yang disampaikan secara tiba-tiba itu.“Ya, buat menemani kamulah. Kamu di sana kan sendirian. Soal di sini gak usah kamu khawatirkan. Masih ada orang yang bisa bantu di sini. Papi lebih khawatir sama kamu di sana.”Debby mendesah. “Apa ini karena ancaman yang Debby tunjukkan ke Papi minggu lalu? Kayaknya itu cuma gertakan aja kok, Pi. Nggak ada apa-apa juga selama ini,” kecoh Debby.Gunawan langsung berdecak. “Jangan bohong, Sayang. Papi sudah tahu soal kemarin malam. Ferdinand datang lagi ke rumahmu, ‘kan?”Debby mengernyit. “Dari mana Papi tahu?”&ldq
William langsung menindaklanjuti apa yang sudah diputuskannya saat masih berada di rumah Debby tadi begitu tiba di apartemen. Ia bahkan sampai menghabiskan waktu lebih dari satu jam untuk mematangkan apa yang terlintas di kepalanya tadi. Ia juga memikirkan dan menambahkan alternatif lain yang bisa digunakan untuk meningkatkan keamanan sang kekasih. William benar-benar memikirkan dengan cermat semua kemungkinan yang bisa ia gunakan untuk mencapai tujuannya.Kini, setelah segala upaya yang mungkin dilakukan sudah dipikirkan dan direncanakan sedemikian rupa, William bisa sedikit mengendurkan kewaspadaan. Esok hari, tinggal menjalankan rencana yang bisa ia kerjakan sendiri sementara yang membutuhkan pihak lain akan ia diskusikan dengan pihak-pihak terkait.Meski ia tidak puas dengan pengaturan seperti itu, ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Status mereka saat ini yang masih pasangan kekasih cukup membatasi bentuk perlindungan yang William ingin
William dibuat terkesiap saat tangan yang baru saja meletakkan gelas langsung digenggam Debby.“Tangan Koko nggak apa-apa?” tanyanya penuh kekhawatiran. Wanita itu bahkan membolak-balik telapak tangannya.William langsung terkekeh sekaligus tersentuh. Tangan yang bebas pun mengusap-usap puncak kepala Debby. “Ya ampun, Baby. Bisa-bisanya kamu masih memikirkan orang lain di saat seperti ini. Tangan Koko gak apa-apa. Justru tanganmu itu, sakit apa gak? Kenapa tadi ikut-ikutan menampar sih?”“Aku nggak tahan sama omongannya, Ko!” geram Debby.“Memang sih.” William menghela napas berat. Ia balik menggenggam tangan Debby.“Dari mana Koko tahu soal laki-laki itu? Koko tahu maksudku, ‘kan? Aku nggak sudi menyebut namanya!”“Bagus! Koko juga gak mau kamu menyebut nama laki-laki lain di de
Untuk saat ini, William tak bisa lebih bahagia lagi setelah mendengar izin dari sang kekasih. Namun, saat telapak tangan William akhirnya menyentuh bahu kanan Debby, lelaki itu merasakan sentakan halus. Bahkan bukan cuma itu saja! Tubuh Debby sedikit kaku dan William bisa mendengar sentakan napas yang tertahan. “Sial! Aku membuatnya ketakutan lagi,” rutuk William dalam hati. Tangannya segera diturunkan dari bahu Debby. Entah ia harus merasa apa saat ini. Beruntung atau sial? Mereka sudah tiba di samping mobil hatchback hitam yang akan membawa mereka ke rumah Debby. Jadi, tangannya memang harus segera menyingkir dari bahu wanita itu. Namun, reaksi Debby tadi menjadi indikasi kuat bagi William kalau wanita itu memang masih belum siap. “Ternyata permintaannya kemarin supaya gak ada kontak fisik sama sekali gak mengada-ada, ya? Hah! Aku malah protes, bilang kalau gak ada kontak fisik jadi seperti dua orang asing yang baru pertama kali ketemu, padahal statusnya pacaran. Ya ampun, Will! B
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.