All Chapters of Istri Pura-Pura Direktur Kejam: Chapter 91 - Chapter 100
123 Chapters
Bab 91 - Bertemu Mantan Teman
Kirana meneguk ludah susah payah. Sesekali melirik suaminya yang sedari tadi hanya membisu. Wajahnya datar dan ekspresi angkuhnya keluar. Kalau sudah begini, Kirana jadi tak enak hati. Padahal, sebenarnya ingin sekali ia menemui ReyTidak. Bukan karena cintanya masih bertahta dalam relung jiwa, tetapi karena ia ingin melihat keadaan Rey. Bagaimanapun juga, Rey adalah orang yang pernah berbuat baik padanya. Kirana tak akan pernah melupakan itu. Rey orang baik. Semua kebaikannya sangat tulus. Sayangnya, karena perbedaan keyakinan membuat mereka tak bisa bersama. Ah, tapi Kirana sudah berdamai dengan keadaan itu. Ia menerimanya, meski harus retak dan remuk lebih dulu.“Kirana, mau ya?” Raut wajah Raya penuh permohonan. Kirana kembali menelan ludah yang getir. Ia bingung mengambil keputusan. Menemui Rey, dia takut suaminya terluka. Tapi, jika tidak menemuinya, kasihan juga pada Rey. “Aku ....““Temui saja, Na,” ucap Dzaka cepat. Kirana sontak menoleh. Ia melihat suaminya melempar sen
Read more
Bab 92 - Keputusan dalam Bimbang
Pertanyaan Rey yang menyinggung persoalan bunga membuat Kirana terperangah. Ludahnya yang kian kelu justru ditelan berulang kali. Ia tak habis pikir dengan Rey yang nekat mengirimkan bunga untuknya ke kantor.Entahlah, Kirana tak tahu apa motifnya? Tapi, Kirana menganggap Rey sudah sangat kelewatan. “Kiranaku,” ucap Rey. Dia mulai terbiasa dengan wajahnya yang terasa kaku. “Seketika, rasa sakit tubuhku menghilang ... melihat dirimu,” lirih Rey. Bibirnya tersungging tipis mencipta seutas senyum. Meski sesekali ia terlihat meringis menahan sakit akibat luka-luka di sekujur tubuhnya. “Jangan terlalu banyak bicara dulu, Kak. Lukamu masih basah.” Raya memperingati. “Raya, Rey, aku sebaiknya pulang aja, deh. Biar Rey istirahat juga. Soalnya, suamiku juga masih nunggu di luar. Kasian nanti kelamaan nunggu,” tutur Kirana. Sejatinya, dia tak ingin berlama-lama berada di sana. Ia takut emosinya tak stabil menghadapi sikap Rey yang men
Read more
Bab 93 - Ketahuan?
“Mas, jalan-jalan dulu, yuk. Belum terlalu larut juga. Mumpung kita lagi di luar,” ajak Kirana.“Boleh. Mau ke mana?” tanya Dzaka. Ia menoleh sebentar ke arah istrinya, lalu kembali fokus pada kemudi mobil. “Hmm.” Jari telunjuk Kirana mengetuk-ngetuk dagu sambil berpikir. “Ke mana aja, deh. Kalau bareng Mas Dzaka, mau di mana pun aku gak akan takut diculik.”“Kalau diculik ke hotel, gimana?” Dzaka menaikkan alisnya. Dia bak orang menahan senyum. Bola mata Kirana berputar, malas. Risiko punya suami yang rada-rada otaknya geser ke mana-mana. Pembahasan suka belok kanan hadap kiri. “Bukan jalan-jalan jadinya,” gerutu Kirana. Dzaka tertawa. Tangan kirinya meraih pipi wanitanya dan mencubit gemes. Terlebih melihat wanitanya sedang manyun.“Tau. Kamu sebenarnya pengen jajan, kan? Bukan jalan-jalan?” “Kok Mas Dzaka tau?” Kirana memicing.“Dih, kita hidup bersama udah berbulan-bulan lamanya, Sayang. Apa yang gak aku tau dari kamu? Bahkan, dari hal paling semut sekalipun,” ujar Dzaka denga
Read more
Bab 94 - Takdir Tak Melulu Toleran
“Na, aku mohon jangan katakan apa pun pada Ibu tentang aku.” Jihan menggenggam erat tangan Kirana. Wajahnya memelas penuh permohonan. Sirat kecemasan pada bola matanya pun terpatri sangat jelas. “Aku takut Ibu marah besar jika tau semuanya. Aku mohon, kalian merahasiakan ini dulu dari Ibu. Ya, Na ... Dzaka. Pliss.” Jihan menangkupkan kedua tangan di depan dada. Matanya yang sangat cenderung kecemasan itu menatap Kirana dan Dzaka bergantian.Sementara itu, Kirana hanya bergeming. Dia seakan enggan untuk melihat sang kakak yang saat ini duduk di sebelahnya. Dzaka pun demikian tak terlalu mencampuri obrolan mereka yang tampaknya terdapat kecenderungan emosi. Pria itu hanya diam tak merespons meski sebenarnya seseorang sangat butuh kerja samanya. Walaupun demikian, dari spion tengah mobil, Dzaka sesekali melihat sang istri yang jelas sekali dari wajahnya raut kekecewaan itu.“Na. Aku terpaksa melakukan ini. Aku dijebak,” ucap Jihan dengan
Read more
Bab 95 - Romansa Cinta yang Menggebu
“Semalam Fikri chat,” ujar Dzaka membuka pembicaraan di pagi buta itu. Tangannya bergerak naik turun mengusap lembut rambut sang istri yang berbaring di dadanya seolah sengaja ingin mendengarkan detak jantungnya.“Bilang apa?” tanya Kirana. Suaranya pelan dan sedikit serak.Dzaka menghela napas panjang, sembari memejamkan mata.“Beberapa hari yang lalu, Fikri ketemu Kak Jihan di bar. Dia melihat Kak Jihan nyaris dilecehkan di sana,” ungkap Dzaka. Dia melirik istrinya yang tengah mendengarkan sembari sesekali memejamkan mata. “Saat itu, Fikri sudah menduga Kak Jihan kerja, tapi dia tetap menolong karena kasihan Kak Jihan bekerja seperti orang tertekan. Sama seperti tadi malam, dia mengaku dijebak. Dia harus membayar penalti jika ingin keluar dari pekerjaan itu,” jelas Dzaka. Kirana sontak menatap suaminya yang juga melihat ke arahnya. Jujur, ia masih tak mengerti. Meskipun, kini ia mengingat bahwa kadang perempuan yang bekerja di bar kad
Read more
Bab 96 - Obrolan Hangat Dua Sahabat
“Loh, Suamimu sudah rapi aja, Na. Mau ke mana, bukannya hari Minggu ya?” Wulan mengangkat alis penasaran tatkala tak sengaja melihat menantunya menuruni anak tangga. Kirana menoleh ke arah Dzaka sebentar. Lantas, mengalihkan pandangan ke arah Jihan yang sedang menyiapkan piring di meja makan.“Ada urusan di luar, Bu,” jawabnya tetap cekatan menuang sayur sup ke mangkok. Risiko datang terakhir, pekerjaan dapur sudah nyaris selesai. Tinggal setor muka doang. “Kamu gak ikut?”“Gak, Bu. Mas Dzaka pergi dengan Mas Fikri. Lagian ini urusan luar kantor, kok,” jawabnya. Sudut matanya sempat melihat Jihan yang tampak gelagapan salah tingkah. Kirana tahu, Jihan pasti khawatir kalau ia mengatakan persoalan tadi malam pada sang ibu.“Kau kerja hari ini, Jihan?” tanya Wulan sembari mendekati Jihan.Sambil menyelesaikan pekerjaannya, Kirana tak berhenti menatap Jihan. Di sudut meja, gadis itu bak orang panik, terlihat jelas dari ra
Read more
Bab 97 - Anak Angkat?
Tawa Fikri meledak mendengar pertanyaan sahabatnya itu. Ia tak habis thinking dengan pikiran Dzaka kali ini. Niatnya baik, tapi Fikri justru takut malah jadi beban. “Bagaimana bisa seorang direktur perusahaan furniture ternama akan buang-buang waktu untuk hal yang tidak penting?” Fikri mengernyit. “Kurasa, tawaran Anda tak terlalu penting, Tuan. Lagian, wanita mana yang berminat pada pria sepertiku? Bukankah sekarang hanya persoalan materi?”“Tidak semua perempuan seperti itu, Fik. Kau hanya kurang percaya diri,” ujar Dzaka. “Ayolah, kamu juga harus memikirkan masa depanmu. Apa kau tidak ingin hari tuamu ditemani oleh orang yang kamu cintai?” Fikri bergeming. Sungguh, pada yang demikian itu ia juga pernah memikirkannya. Sangat indah jika membayangkannya memang. Tapi, apakah kenyataannya akan seindah dalam bayangan?Setelah menjatuhkan hati pada orang yang sama dengan sahabatnya, Fikri tak lagi pernah berpikir untuk jatuh cinta. Ia tak ingin saki
Read more
Bab 98 - Cerita di Balik Seorang Fikri
Dzaka melebarkan mata, dia beralih menghempaskan bokong di dekat istrinya. Menatap tajam seolah meminta penjelasan Kirana yang berlagak biasa saja, seolah tak ada apa-apa.Ya, Dzaka memang tak pernah tahu jika Jihan sebenarnya bukanlah saudara kandung Kirana. Mereka dirawat oleh Ibu yang sama, tetapi tak berasal dari rahim yang sama. “Kamu gak pernah memberitahuku soal itu, Na.” Dzaka menatap lekat dan terperinci wajah istrinya dari samping.Kirana menoleh dan pandangan mereka bertemu sebentar. Berakhir, karena Kirana memilih melihat ke arah lain. “Kau tak pernah bertanya tentang itu,” ujar Kirana santai. “Aku pikir kakak kandung, melihat kamu terlalu peduli padanya. Aku tak pernah melihat ada orang lain dalam keluarga kalian.” Dzaka mengembuskan napas pelan. “Kami sudah menganggapnya keluarga, bukan orang lain. Meskipun gak lahir dari Ibu yang sama, aku sangat menghargainya sebagai seorang kakak.”“Udahlah, Mas. Ga
Read more
Bab 99 - Masalah Selesai
“Fikri, Ibumu ....” Wanita paruh baya itu seakan tak mampu untuk melanjutkan ucapannya. Dia menangis memeluk tubuh mungil yang menatap sayu dirinya. Fikri yang baru datang bermain seolah mencari tahu apa yang sedang terjadi lewat sorot mata wanita di hadapannya.“Ibu kenapa, Bibi?” tanya Fikri. Wajah polosnya kian penasaran dan seperti ada pancaran ketakutan di sana. “Ibumu meninggal bunuh diri, Nak.”Bola mata Fikri kecil itu membola. Ia menggeleng tak percaya. Matanya kian basah. Detik setelahnya, dia berlari cepat memasuki rumah.Tubuh kecilnya seketika beku tatkala melihat jasad yang terlentang kaku. Sesaat, ia mengedarkan pandangan ke arah lain. Melihat wajah sang ayah yang menunduk, sesekali mengusap air mata. Kejadian itu terus menari di benak Fikri. Air matanya kian lolos membasahi pipi, tetapi dihapus dengan sigap. Diganti dengan senyuman miris. Semenjak kematian ibunya, Fikri tak lagi pernah melihat bagaima
Read more
Bab 100 - Apa Masih Ada?
Gadis berhijab biru navy itu berlari menaiki anak tangga, sesekali melihat jam di pergelangan tangannya. Ia tak habis thinking dengan dirinya yang bisa-bisanya terlambat bangun pagi. Alhasil, dia harus berpacu dengan kecepatan di luar batas agar bisa datang ke tempat tepat waktu. Dalam pikirannya, terbayang wajah atasan yang marah karena keterlambatannya. Walaupun, sebenarnya dia tahu kalau Bu Hafizah tak akan memarahinya dengan perkara terlambat lima belas menit. Tapi, aturan perusahaan yang sangat-sangat di luar nurul mesti dihindarinya. Karyawan yang terlambat, diwajibkan untuk lembur. Sudah semacam aturan yang berdosa ketika dilanggar. Ia tentu malas berada di ruangan besar itu sendirian. Bagaimana kalau ada kuyang?Terlalu buru-buru, hingga Dina tak menyadari seorang pria berjas hitam baru saja keluar dari lift pimpinan. Brak!Dia menabraknya dan merasakan bahunya berdenyut karena bertubrukan keras dengan bahu pria itu.
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status