Semua Bab Wanita Penjaja Cinta: Bab 31 - Bab 40
99 Bab
Bab 31
Mendengar perdebatan pasangan suami istri itu, aku bisa melihat. Sebenarnya Umi Farida belum benar-benar merestui hubunganku dengan anaknya. Umi hanya memanfaatkanku demi kesembuhan Rahman. Jujur hatiku terluka, ternyata kebaikan Umi hanya di bibir saja. Hatinya masih membenciku. "Mey!" Spontan aku menoleh, menatap Rahman yang kini juga tengah menatapku. "Jangan dipikirkan! Umi memang masih ragu, tapi aku yakin beliau akan menerimamu sepenuh hati. Kita yakin kan Umi berdua ya, Mey?" Meski terpaksa aku mengangguk juga. Meyakinkan yang bagaimana? Sepertinya aku sudah terlanjur dicap jelek sama Umi Farida, tak peduli aku anak siapa, sekarang penampilanku seperti apa. Pokoknya jelek ya jelek aja! Mungkin itu yang ada dipikiran Uminya Rahman. "Iya, nggak pa-pa. Aku sudah biasa pandang rendah orang," sindirku.Rahman menghela nafas, kemudian memaksa tersenyum padaku. Meski tak diucapkan, aku tahu Rahman pun sama terlukanya sepertiku, mendengar omongan Umi. Umi juga keterlaluan, ngomo
Baca selengkapnya
Bab 32
Aku memakai gamis putih panjang berbahan brokat premium, dengan hiasan mutiara kecil dibagian leher dan ujung lengannya. Meski simpel tapi terkesan elegan. Baju ini menempel pas tubuhku, terasa nyaman nggak gerah. Walau tak tahu harga pastinya, aku yakin gamis ini harganya mahal. Aku nyaris tak mengenali diri sendiri ketika menatap bayanganku di cermin. Cantik dan begitu anggun. MUA yang disewa Umi memang nggak kaleng-kaleng. Kuakui selera fashion Umi memang berkelas, terbukti dari pakaian harian yang beliau pakai. Nggak pasaran dan enak dipandang, tetap modis tanpa meninggalkan unsur syar'i-nya. Apalagi ini untuk momen penting putranya, Umi pasti tidak mau pengantinnya terlihat asal-asalan meski hanya melaksanakan akad tanpa resepsi. Ya, akhirnya aku bersedia menikah dengan Rahman. Setelah Abizar meyakinkanku, bahwa Rahman adalah calon suami yang terbaik. "Memang Rahman itu paket komplit, tapi apa sepadan dengan aku yang mantan PSK?" Sergahku berusaha membuka fikiran Abizar yang
Baca selengkapnya
Bab 33
Pernikahan yang terjadi secara mendadak tanpa rencana, membuat banyak hal yang harus diurus. Termasuk sekolah Dinda, yang sudah terlanjur kucabut dari sekolah lamanya. Padahal rencana awalku Dinda akan ku sekolahkan di Jombang, karena aku punya keinginan menetap di sana. Tak mungkin Dinda ku sekolahkan kembali di sekolah lama, selain banyak temannya yang resek, kami sudah terlanjur pamit. "Dinda sekolah MI di yayasan yang dipimpin Abah saja, Mey. Biar sekalian berangkat dan pulangnya bareng. Kan, nggak ngeropotin jadinya," ujar Umi setelah ku utarakan niat mencari sekolah untuk Dinda. "Kalau menurut Umi itu yang terbaik, saya manut saja, Umi." Usai berkata aku menoleh ka arah Mas Rahman, nampak suamiku itu sedang pulas.Mau bagaimana lagi memang, aku masih harus fokus merawat suamiku. Jadi tidak mungkin kalau harus bolak-balik antara jemput Dinda sekolah. Lagipula aku tak punya pandangan, sekolah mana yang cocok untuk Dinda. Sekarang aku full IRT, otomatis tak punya penghasilan. Su
Baca selengkapnya
Bab 34
Sedang asik-asiknya menyuapi suamiku, tiba-tiba pintu kamar di ketuk dari luar. Kalau dilihat dari jamnya, ini bukan waktunya dokter atau perawat visit. Umi baru saja datang, Abah acara ke luar kota. Lalu siapa yang datang? Dua wanita cantik berdiri di depanku, ketika pintu kubuka. Salah satu wanita itu membawa hampers berisi buah. "Ini kamar perawatan, Rahman?" Salah satu wanita itu bertanya ramah."Iya, Bu," jawabku singkat. "Bener Drey, Rahman dirawat di sini," ucap Wanita yang usianya lebih dewasa itu kepada wanita muda di sampingnya. Wajah gadis muda itu pun langsung berbinar. "Ini ada bingkisan untuk Rahman. Kamu simpan, ya!" Hampers itu dijejalkannya ke tanganku. "Permisi ya, Mbak ...." Dua wanita beda generasi itu menerobos masuk, dan langsung mendekat ke arah ranjang tanpa menunggu persetujuanku.Sebenarnya aku sedikit jengkel pada sikap mereka berdua, aku ini dianggapnya apa? Tapi sudah lah, mungkin karena mereka belum mengenalku saja. "Tante Anita, Audrey?" Mas Rahman
Baca selengkapnya
Bab 35
"Lho! Mey, kamu!" Umi menatapku tajam, jari telunjuknya mengarah padaku, saat melihatku keluar dari mandi. Entah apa yang salah, kenapa Umi terlihat murka seperti itu. Dia melangkah tergopoh lalu menarik tanganku, saat jarak kami sudah dekat. Kepalanya menengok ke kanan kiri, seperti memastikan keadaan aman atau tidak. "Sudah Umi bilang, jangan kalian jangan nyampur dulu! Kenapa nekat!" Meski berbisik, nada suara Umi terdengar mengintimidasi. Sekarang aku baru tahu, kenapa Umi marah padaku. Rupanya dia pikir aku melanggar larangannya untuk tidak melayani kebutuhan biologis Mas Rahman. Aku memegang kepalaku yang terbungkus handuk, sambil terkekeh melihat Umi. "Kenapa tertawa? Apanya yang lucu!" Hardiknya. "Umi itu aneh, masa saya nggak boleh keramas? Selama di rumah sakit saya jarang cuci rambut, Mi, karena nggak bawa hair dryer. Dari kemarin kepala saya sudah getel, nggak sabar pengen kramas," jawabku sambil nyengir lebar. Sepuluh hari menemani dan merawat Mas Rahman di rumah s
Baca selengkapnya
Bab 36
"Kamu bukan gadis ingusan lagi, Mey. Harusnya kamu yang ngajarin aku, bukannya menolakku seperti ini," ucapnya sambil duduk di tepi ranjang. "Katakan ada apa, Mey? Aku tahu ada yang kamu sembunyikan dariku."Aku harus jawab apa? Bingung juga aku, larangan Umi tak boleh ku langgar, sementara aku dituntut Mas Rahman untuk memenuhi kewajiban. Dosa kalau aku menolak. Aku harus bagaimana ini? Jawaban apa yang paling masuk akal dan tidak mengecewakan suamiku ini? "Eng .... ""Eng apa? Kenapa kamu kayak orang kebingungan begitu? Apa kamu menganggap aku tak mampu membahagiakanmu?" Kejar Mas Rahman membuatku semakin gelapan. "Bu---bukan begitu, Mas. Beneran, bukan itu alasannya.""Lalu apa?" Sahutnya tak sabar. "Kamu tahu sebelum kita menikah pekerjaanku, apa?" Mas Rahman mengangguk pelan, tapi tatapannya curiga. "Aku belum memeriksakan kesehatan alat reproduksiku, Mas. Takutnya aku mengidap penyakit seksual menular, atau malah mungkin HIV yang mungkin belum aku sadari. Aku minta waktu, s
Baca selengkapnya
Bab 37
"Lega, kan, sekarang? Kamu dinyatakan sehat, nggak menderita penyakit yang kamu takutkan. Kamu pasti seneng," ucap Rahman saat kami dalam perjalanan pulang. Setelah cukup lama menunggu, akhirnya hasil tes anti bodi keluar. Aku dinyatakan negatif, tidak menderita HIV/AIDS seperti yang aku takutkan. Plong, rasanya mendapat kabar gembira ini. Padahal aku sempat merasa tertekan tadi, takut kalau hasilnya positif. Bagaimana nasib pernikahanku dengan Rahman yang baru berjalan beberapa hari? Mau nggak mau aku harus berpisah dengannya, karena tak bisa menjalani kewajiban sebagai istri. "Seneng banget, Mas.""Kalau begitu nanti malam siap belah duren, dong," selorohnya. Senyum yang dari tadi menghiasi wajah tampan itu, kini nampak makin lebar. Tawaku pecah seketika mendengar ucapan Rahman. Belah duren? Itu hanya berlaku untuk pasangan pengantin baru, yang wanitanya masih perawan thing-thing. Sedangkan aku? Meski status di KTP lajang, belum menikah. Tapi aku sudah pernah melahirkan, bahkan p
Baca selengkapnya
Bab 38
"Sudah lah, Mi. Nggak usah diungkit-ungkit lagi. Bagaimanapun juga Mey sudah menjadi istrinya Rahman, menantu kita. Aku lihat mereka saling mencintai, masa kamu tega memisahkan mereka. Apa kamu sudah lupa? Rahman sampai sakit begitu, sampai dirawat di rumah sakit berhari-hari, karena kamu menolak merestui hubungan mereka. Sekarang mereka sudah bersatu, biarkan saja. Lebih baik kita bimbing Mey, agar bisa menjadi istri yang baik. Jangan sampai dia mengulangi kesalahan yang sama. Bagi Abah yang penting Rahman bahagia, kalau ternyata kebahagiaan Rahman bersama Mey, kita bisa apa? Sudah lah, Mi. Lebih baik kita do'akan yang baik-baik saja untuk anak dan menantu kita, nggak usah mikir yang aneh-aneh. Apalagi sampai berniat memisahkan mereka, ingat dosa, Mi!"Abah memang the best. Dari awal bertemu Abah memang terlihat tulus padaku, apalagi saat tahu aku ini putri sahabatnya. Abah memperlakukan aku seperti anak kandungnya sendiri, begitu juga terhadap Andinda. Abah menyayanginya seperti cuc
Baca selengkapnya
Bab 39
Tubuh kami hampir menyatu, ketika terdengar ketukan pintu dan suara memanggil nama suamiku. "Man! Rahman!" Seketika wajah penuh nafsu suamiku, berganti kecewa. "Umi ngapain, sih! Ganggu aja!" Gerutu Mas Rahman, seraya turun dari tubuhku. Dipungut nya handuk yang dia lempar sembarangan, untuk menutupi tubuh polosnya. Sejak dari kamar mandi pria itu sengaja tidak pakai baju, saking nafsunya ingin bercinta denganku. Aku hanya terkikik geli melihat wajah cemberut suamiku. Tak ingin terlibat adu mulut dengan mertua, aku memilih menutup tubuh sampai leher dan pura-pura tidur. "Man! Kamu belum tidur, kan?" Lagi, suara Umi memanggil disertai ketukan. Nafsu sekali Umi untuk menghalangi anaknya memberiku nafkah batin, hingga segala cara dia lakoni. Aku jadi mikir, kok Umi nggak takut dosa, ya? Padahal beliau orang yang paham agama. Kok, bisa-bisanya berbuat konyol seperti itu. Kalau memang tidak menyukaiku, kenapa tidak terus terang saja pada anaknya. Batalkan pernikahan kami, kalau mema
Baca selengkapnya
Bab 40
"Sudah, nggak usah terlalu difikirkan omongan Umi tadi. Umi memang begitu orangnya, nanti lama-lama juga bakal luluh setelah kita beri cucu. Apalagi setelah melihat betapa lucu cucunya nanti," seloroh Mas Rahman mencoba menghibur hatiku. "Auw! Sakit, Yang!" Dia menjerit kesakitan, karena tanganku muncubit pinggangnya. "Gimana mau kasih cucu Umi, Mas? Bikin aja nggak boleh!" Sergahku, tak lupa ku hadiahi suamiku itu pelototan. Tapi dasar Mas Rahman, dia malah nyengir lebar. "Nggak boleh itu kalau Umi lihat, Sayang. Kalau nggak, kan, nggak pa-pa. Iya, kan? Masa iya kita mau ihik-ihik di depan Umi." Mas Rahman menangkap tanganku yang hendak menggebuk nya, lalu menarik tubuh ini ke dalam pelukannya. "Mas! Aku sudah wudlu, batal kan jadinya!" Protes ku tak terima. "Terlanjur batal sayang, bagaimana kalau kita lanjut babak selanjutnya." Mata yang biasa menatapku teduh itu, kini berubah genit. "Ogah! Nanti digrebek Umi!" Usai berkata aku masuk ke kamar mandi. Ada-ada saja suamiku itu,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status