All Chapters of Dihina Miskin Saat Pulang Kampung: Chapter 11 - Chapter 20
45 Chapters
Bab 11
Tidak berapa lama, si pengemudi mobil pun membuka pintu, kemudian ia keluar dari dalam mobil tersebut. Wajah Mbak Nina dan Uak Risma pun langsung memucat, saat melihat siapa yang datang. Kemudian mereka pun langsung menyebut siapa pengemudi mobil pajero tersebut."Arsya!" seru Mbak Nina dan Uak Risma barengan."Iya, Uak, dia itu Mas Arsya suamiku. Bukannya Mas Malik, suaminya Mbak Nina," terangku, sambil tersenyum.Aku merasa lucu dengan tingkah mereka berdua, sebab tadi mereka sudah sangat girang karena dikira Mas Malik yang datang. Namun saat Mas Arsya yang datang wajah mereka langsung terlihat begitu kecewa."Kok suamimu membawa mobil mewah sih? Pasti suamimu sengaja menyewa mobil ini, buat dicap kaya oleh warga kampung ya?" tanya Mbak Nina, dengan senyum mengejek."Bukan seperti itu, Uak. Tapi mobil ini memang mobil kami," terangku."Ah nggak mungkin, kaksu kamu memiliki mobil. Uang dari mana kamu buat membelinya? Apalagi mobil ini 'kan harganya mahal," tanya Uak Risma.Ia nggak
Read more
Bab 12
Aku bertanya karena merasa heran, dengan ucapan Uak Risma barusan. Kenapa bisa, ia sampai menyimpulkan hal seperti itu? Uak Risma menganggap keluargaku sombong, hanya karena tidak mengajak mereka pergi. "Ya terus aku mesti ngomong apa lagi, Mira? Memang seperti itu kan kenyataannya? Aku yakin, jika kalian semua tidak mungkin akan mengajakku jalan-jakan, kalau saja aku tidak datang kesini!" Uak Risma terus menyalahkan kami, ia tetap merasa berada di posisi paling benar."Maaf, Mbak Risma, sebetulnya kami tidak pernah bermaksud seperti itu. Tetapi pada saat melihat sikap Mbak dan Nina yang menjauh dari keluarga kami, maka kami pun mulai membatasi. Kami bukan tidak mau mengajak Mbak dan Nina, tetapi kami merasa takut jika nanti Mbak dan Nina malah akan menolaknya." Ibu mengungkapkan semua alasan yang membuat kami tidak mau mengajak Mbak Nina dan Uak Risma."Iya bener apa kata ibunya Mira, kami semua tidak bermaksud menjadi orang yang sombong atau apapun itu. Maafkan kami, jika sikap k
Read more
Bab 13
"Lho, kok kamu bicaranya seperti itu sih Mira! Kamu kok malah mengancam kami," tanya Mbak Nina terlihat heran, ia sampai memicingkan matanya padaku.Kami yang berniat akan pergi jalan-jalan malah berdebat hal yang sangat konyol, hingga membuat rencana kami untuk pergi jalan-jalan pun tertunda."Makanya, kalian itu nurut saja dengan aturanku. Silahkan kalian duduk di belakang dan jangan pernah sekalipun bikin ulah! Tapi jika kalian tidak mau menuruti apa yang aku mau, lebih baik kalian semua tidak usah ikut jalan-jalan deh, bikin ribet saja!" Aku memberi mereka pilihan, mau mengikuti perintahku atau tidak.Mereka bertiga pun sepertinya berpikir, menimbang apa yang aku ucapkan. Sekali-sekali memang perlu dibegitukan, orang sombong seperti mereka bertiga. Biar mereka sadar, posisi mereka saat ini seperti apa? Aneh, orang yang diajak kok malah mau mengalahkan orang yang ngajak, itu namanya kurang ajar."Ya sudah, kami ikut aturan kamu saja deh, yang penting kami bisa ikut jalan-jalan da
Read more
Bab 14
"Bu-bukan, bukan begitu, Dek! Justru tadi itu Mas kaget banget, mendapat perlakuan seperti itu dari dia. Mas kaget, Sayang, bukannya menikmati," jawab Mas Arsya, sambil mengusap wajahku."Bohong kamu, Mas! Aku tidak percaya dengan ucapanmu," "Udah dong, Sayang. Kamu nggak perlu ngambek begitu, nanti cantiknya hilang lho!" Mas Arsya malah merayuku.Ia memang selalu bisa membuat aku klepek-klepek, wakau saat suasana hatiku sangatlah buruk sekalipun. Seperti saat ini, ketika mendapat perlakuan demi perlakuan yang tidak menyenangkan dari ketiga orang tersebut, yaitu Mbak Nina, Uak Risma dan juga Susi. Aku terus saja merasa jengkel, dari semenjak akan berangkat tadi. Kalau saja tidak memikirkan perasaan keluargaku, aku pasti akan membatalkan rencana piknik ini karena ulah ketika orang tersebut, sehingga membuat mood aku menjadi hancur."Awas ya, Mas, kalau sampai kamu kepincut sama si Susi! Pokoknya aku tidak akan pernah memaafkan kamu, Mas," ancamku."Ya tidak akan pernah dong, sayang.
Read more
Bab 15
Aku berkata apa adanya, tanpa berbohong sedikit pun. Saat ini aku merasa pusing, ketika didudukkan oleh suamiku, di sebuah batu yang lumayan besar yang ada di sana. Aku merasa bersyukur tidak tergelincir ke jurang, ataupun terantuk batu yang cukup besar, serta tajam yang aku duduki saat ini.Padahal, jarak batunya begitu dekat, dari pohon tempat aku tersangkut tersebut. Aku terus-menerus mengucapkan kalimat tahmid, sebab aku masih diberi keselamatan, walau ada beberapa luka ditubuhku."Mira, kok kamu bicara seperti itu sih, kata-kata kamu juga seolah menuduhku? Padahal tadi itu aku sudah membantu kamu lho, Mir. Tapi, kok kamu tega sih sama aku," sungut Susi, dengan wajah yang sudah merah padam. Ia berkata sambil "Susi, kamu itu nggak usah ngeles deh! Aku itu bukan menuduh kamu, Susi. Tapi aku mengatakan yang sebenarannya," tegasku."Mas, tuh lihat istri kamu, dia dari tadi kok menuduh aku terus sih! Kalau aku tau kejadiannya akan jadi seperti ini, tadi itu aku tidak perlu membantunya
Read more
Bab 16
Aku begitu kaget, sebab biasanya merekaselalu rukun, malah seolah saling menyalahkan. Namun, aku tidak tahu ini akting atau kenyataan. Karena hidup mereka selalu penuh dengan drama."Ya sudah, kalian nggak perlu terus-menerus saling menyalahkan. Namanya juga ada musibah, siapa sih yang mau? Lagian jika kalian terus berisik, silahkan kalian keluar saja dari mobil anakku. Kalian pulang naik angkutan umum saja sana, daripada disini bikin berisik! Kalian bertiga juga sepertinya tidak ada kasihnya sedikit pun sama anakku, padahal anakku sedang kesakitan begini. Tapi kalian malah menambah keributan saja," sungut Ibu.Ibu terlihat murka, saat mendengar perkataan mereka. Mereka semua pun terdiam, saat mendengar perkataan Ibu yang terlihat murka. Aku yakin mereka nggak mau, jika harus pulang naik angkutan umum. Mereka bertiga tidak beradu ucapan lagi, hingga kami sampai ke rumah sakit.Sesampainya di rumah sakit, tempat dulu Azka periksa, aku langsung mendapat penanganan. Setelah diperiksa, a
Read more
Bab 17
"Alhamdulillah, Mas, ternyata semua itu hanya mimpi," terangku, sambil memeluknya erat."Kamu mimpi apa? Kok nangisnya sampai begitu?" tanya Mas Arsya heran."Tadi aku bermimpi, Mas. Aku berada di tempat yang tidak aku kenal sama sekali, aku menangis karena takut tidak bertemu lagi dengan kalian. Aku kira itu beneran, eh ternyata itu hanya mimpi," terangku.Aku pun menuturkan panjang lebar, tentang semua yang aku alami barusan. Mas Arsya pun mendengarkan ceritaku, dengan sungguh-sungguh."Oh, jadi seperti itu ya, Sayang. Pantesan kamu nangis kejer tadi," sahut Mas Arsya."Iya, Mas, habisnya aku sedih banget," ujarku."Ya pasti sedih dong, Sayang. Mas juga pasti merasa sedih, jika dalam keadaam seperti itu," timpal Mas Arsya."Mas, kemana Bapak?" tanyaku kemudian, setelah tidak melihat keberadaan Bapak.Mas Arsya pun memberitahuku kemana Bapak, rupanya cinta pertamaku itu sedang shalat ashar. Karena ternyata saat ini telah menunjukan pukul empat lewat tiga puluh menit."Mas, aku juga
Read more
Bab 18
Jawaban Susi malah seolah menantangku, hingga membuat aku gemas. Kalau saja aku tidak sedang sakit, akan aku datangi dirinya. Aku tidak menjawab chat dari Susi lagi, sebab aku merasa dongkol sendiri menghadapi si Susi itu. Apakah sebenarnya Susi memiliki kelainan jiwa atau bagaimana? Itu yang terus menjadi pertanyaanku. Aku berpikir seperti itu karena perlakuannya selalu diluar batas manusia, yang selalu berpikiran normal.Mungkin aku harus tanyakan ini kepada Mas Hamdan, yang notabene adalah mantan suaminya Susi. Aku kembali ke beranda, melihat postingan teman temanku yang lain. Niatku untuk meredam emosi yang membara akibat ulah Susi, tapi ternyata emosiku malah tambah meluap-luap, saat postingan Susi yang lain mampir diberandaku.Statusnya adalah ia berterima kasih sama seseorang yang telah menolongnya, serta ia telah memberi hadiah kepadanya berupa ciuman. Itu artinya yang dia maksud adalah suamiku. Aku merasa sangat yakin, kalau yang dimaksud Susi adalah Mas Arsya. Susi rupanya b
Read more
Bab 19
"Nggak sih, cuma kira-kira habis berapa tuh uang untuk rental mobil? Kalau nggak bisa bayar, bukannya dapat merugikan orang lain ya? Mana yang disewa ini mobil mewah lagi, kan kasihan sama yang punya rentalannya! Bener nggak sih, Ibu-ibu?" tanya Bu Mega, sambil melirik ke arah Ibu-ibu yang ia tanya tersebut.Ia bicara sambil mencebikkan bibirnya, seolah sedang mengejek kepadaku. Ibu-ibu yang ditanya pun mengiyakan, kemudian mereka langsung tertawa, seakan menertawakan apa yang diucapkan Bu Mega. Padahal menurutku ucapan Bu Mega barusan tidak ada lucunya sama sekali. Tapi kok mereka malah tertawa seperti itu."Kenapa Bu Mega, kok Ibu kepo banget sih dengan kehidupanku? Mau berapa hari, minggu, bulan, ataupun tahun sekalipun aku berada di kampung ini itu bukan urusan Ibu. Lagian biarpun aku memberitahu nominal angka buat merental mobil ini, aku juga sangat yakin Ibu Mega tidak akan mau membantu aku untuk membayarnya bukan? Maka dari itu, Bu, lebih baik Ibu diam saja! Ibu nggak usah meng
Read more
Bab 20
"Ya iya dong, Mira. Coba kalau kamu berpenampilan seperti orang kaya, nggak mungkin aku memandangku dengan sebelah mata. Jadi kamu jangan salahkan aku bersikap seperti kemarin-kemarin, sebab semuanya juga karena salah kamu." Mbak Nina malah menyalahkanku, dengan semua perlakuannya kepadaku kemarin-kemarin."Ada apa ini? Siapa yang kaya?" tanya Uak Risma kepo, saat ia baru nongol ke warung anaknya tersebut.Entah telah pergi darimana dia, sehingga ia ketinggalan banyak informasi."Ini, Mah, ternyata Mira itu orang kaya lho! Mobil ini juga ternyata miliknya, serta dia juga sudah memiliki dua cabang rumah makan yang megah di Jakarta." Mbak Nina memberitahu ibunya, kalau aku ini seorang yang kaya."Ah masa sih, kok Mama nggak percaya ya," ujar Uak Risma.Uakku ini tidak percaya, dengan apa yang diucapkan oleh anaknya terseabut. Mungkin menurutnya mustahil, kalau aku bisa menjadi orang yang kaya raya. Padahal perjuanganku untuk menjadi saat ini tidaklah mudah.Karena aku berjuang selama s
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status