All Chapters of Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa: Chapter 31 - Chapter 40
74 Chapters
Bab 29: Kesaksian Kalila
Andromeda duduk dengan kaki kanan berada di atas paha kiri. Ditatapnya Ian lekat-lekat sembari menggigit-gigit ujung Zippo. Puzzle kasus ini hampir lengkap. Siapa naga di balik aksi percobaan pembunuhan Wisnu juga sudah terdeteksi. Hanya tinggal menyambung dengan benang merah dan melakukan pembuktian-pembuktian. Namun, puzzle itu ambyar setelah kesaksian Miranti yang menguatkan alibi Ian. Semua bukti kembali mentah. Andromeda harus menelisik keping-keping puzzle itu satu per satu dan mencari celah kosong yang membuat susunan puzzlenya lowong. . "Mbak Lila kenal baik saya. Dia mungkin bisa meyakinkan Anda kalau manusia dalam video itu bukan saya." Wajah lelah Ian sesaat seperti bercahaya. Ada kilat harapan pada tatap mata yang semula sayu. Tiba-tiba saja sosok Kalila hadir di kepalanya seperti wahyu yang diturunkan Tuhan pada para nabi. Ia bukan nabi, tetapi ide yang baru saja muncul di kepala ia anggap wangsit, pelita di tengah hidupnya yang mendadak suram. Andromeda mengelilingi m
Read more
Bab 30: Keping-Keping Ingatan Masa Lalu
Kalila menatap Andromeda sekilas lalu meminta izin memakai mouse yang segera dituruti Andromeda. Kalila memajukan video dan menghentikan di satu titik. "Setahu saya, Mas Ian selalu menyajikan kopi dengan cangkir, bukan gelas." "Bisa jadi saat itu semua cangkir dipakai atau kotor." Gelengan Kalila menyangkal analisis Andromeda. "Papa membawa setengah lusin cangkir dari rumah dan menyimpannya di kantor." "Saya mengerti. Prof. Wisnu tipe orang yang tidak suka berganti-ganti barang." Kembali ketukan ujung pulpen memenuhi ruang interogasi beraroma apel. Wajah Andromeda terlihat suram. Ditatapnya juniornya dengan gusar. Saraf otaknya sudah menemukan di mana titik kesalahan penyelidikannya bermula. "Baik, Mbak Lila. Terima kasih atas waktu dan keterangan Anda. Saya kira cukup sekian untuk hari ini." Andromeda menarik kedua sudut bibir ke atas yang segera dibalas anggukan dan senyum Kalila. Kalila keluar ruang berukuran sembilan meter persegi dengan delapan lubang ventilasi berbentuk pe
Read more
Bab 31: Ada yang Cemburu
alila menatap sangsi Farhan. "Beneran sudah nggak apa-apa?" "Bener." Farhan menengadahkan tangan. Kedua sudut bibirnya terangkat. Dengan tatap ragu, Kalila memberikan kunci mobil pada Farhan. Lalu, dalam hitungan menit keduanya sudah berada di luar Sardjito. Belum lama meninggalkan Sardjito, Kalila merasa sangat mengantuk. Ia tidak ingin tidur, tetapi matanya enggan diajak kompromi. Akibatnya, ia sudah terlelap ketika mobil baru saja berada di jalan raya menuju Monumen Jogja Kembali. Sesekali Farhan menoleh, menatap wajah damai Kalila. Di perempatan Monjali, lampu merah menghentikan laju mobil. Lagi, Farhan menoleh. Tangannya terangkat ingin mengusap pipi Kalila. Sempat terhenti sejenak karena khawatir, jari-jari Farhan akhirnya menyentuh sisi wajah Kalila. Farhan tersenyum, mengingat pertemuannya dengan Kalila. Dulu dia gadis SMP yang lucu. Sering datang ke kantor Wisnu sepulang sekolah, duduk di ruang kerja sang papa atau menghabiskan waktu di perpustakaan. Farhan selalu mel
Read more
Bab 32: Ada yang Merayu
Sempat melihat jarum jam dinding sesaat, Kalila memiringkan tubuh, membelakangi Farhan, lalu memeluk gulingnya. Besok ia harus bangun pagi-pagi untuk menyiapkan sarapan dan bekal Farhan. Kalila berpikir, dengan mengerjakan tugas-tugasnya sebagai istri, lambat laun ia akan bisa menerima Farhan. Hampir tengah malam ketika Farhan mematikan laptop. Ia harus bertarung dengan hacker yang mencoba membobol ponselnya, Wisnu, dan Kalila. Ia baru bisa tenang ketika penjahat itu tidak bisa lagi menerobos benteng buatannya. Bibir Farhan melengkung saat membaca namanya di daftar kontak Kalila. Beruang Kutub telah berganti dengan Farhan Habibi. Melihat perubahan sekecil itu saja Farhan sudah sangat senang. Setelah berwudu dan salat tiga rakaat, Farhan berbaring di samping Kalila. Kini, perempuan itu menghadapnya. Lama Farhan tercenung. Kedua matanya menatap Kalila. Diusapnya pipi yang selalu kemerahan saat malu atau menyembunyikan sesuatu. Segala yang ada pada Kalila mengingatkan Farhan akan m
Read more
Bab 33: Ada yang Merayu (2)
Ayunan kaki Kalila berhenti di selasar kampus. Ia baru saja selesai mendaftar ujian skripsi. Kalila masih harus menunggu konfirmasi dari akademik jurusan karena jadwal ujian baru keluar setelah ada kepastian dari empat dosen penguji. Sebenarnya Kalila bisa menggunakan pengaruh Wisnu atau meminta bantuan Farhan agar melobi keempat dosen pengujinya. Apalagi salah satu dari mereka kenal baik dengan Wisnu. Farhan juga pasti mengenal mereka. Namun, Kalila tidak ingin nepotisme. Ia bukan model manusia aji mumpung. Dosen pembimbing utama Kalila pernah menawarkan posisi asisten mata kuliahnya. Sahabat baik Wisnu itu berjanji akan mencarikan jalan untuk menjadi salah satu pengajar di FIB, tetapi Kalila menolak dengan halus. Ia memilih membangun karirnya sendiri. Kalila berharap selepas kuliah bisa lepas dari pengaruh dan bayang-bayang sang papa. Angin berembus cukup kencang saat Kalila duduk di bangku kayu dengan lengan berbentuk lengkung. Cahaya matahari meredup terhalang awam yang mengab
Read more
Bab 34: Kenapa Harus Diakhiri
“Belum. Om Wisnu baru beres salat Zuhur kayaknya.” “Ya, sudah, makan bareng Papa saja.” "Beres. Eh, camilan kamu pada habis, nih. " Bagi Miranti, mengobrol tanpa ditemani camilan seperti mencintai seseorang dalam diam, sangat ingin mendekap, tetapi tak bisa dijangkau. "Aku nanti mampir bentar buat belanja." "Siip. Memang datang ke rumahmu dalam keadaan lapar tidak pernah salah.” Miranti terkekeh. “See you." Kalila menggeleng seraya memasukkan ponsel ke dalam tas. Ia tersenyum dan melambaikan tangan pada teman yang melintasi halaman menuju gedung utama. Lantas, ia beranjak dan berjalan cepat menuju tempat parkir. Sejurus kemudian, ia memacu motor keluar kompleks kampus sosio humaniora menuju jalan utama.Melewati boulevard, Kalila memperlambat laju motor. Ia berbelok ke supermarket di ujung perempatan di dekat kampus Fakultas MIPA. Terburu-buru memasuki bangunan berpendingin ruangan. Kakinya terayun cepat menuju rak makanan kecil. Dimasukkannya keripik singkong dan macaroni keju
Read more
Bab 35: Sudah Unboxing?
Air mata Kalila kembali tumpah. Dalam dekapan Miranti, bahunya berguncang dan isakannya memenuhi dapur.“Kita akan cari jalan keluarnya. Besok, kita cari polisi hantu itu. Kita minta penjelasan,” bisik Miranti seraya mengelus punggung Kalila. “Sekarang makan dulu. Hapus air matamu. Jangan sampai Pak Farhan melihat kamu nangis.” Miranti melonggarkan pelukan. Diambilnya beberapa lembar tissue kemudian mengusapkannya di wajah Kalila. Kalila mengucapkan terima kasih dengan suara lemah. Diteguknya teh kamomil hangat yang kebanyakan gula. Miranti pasti lupa takaran gula untuk secangkir teh. “Ngomong-ngomong, kamu pernah nggak ngomongin masalah ini sama Pak Farhan?” tanya Miranti hati-hati. Sembari menatap Kalila, disesapnya teh hijau hangat yang ternyata terlalu manis.Kalila tercenung. Kedua tangan Kalila menangkup pada dinding cangkir, membiarkan hangat air teh mengaliri telapaknya. Pernah terbersit di kepala untuk membicarakan masalah ini dengan Farhan, tetapi ia selalu lupa, Ia terlal
Read more
Bab 36: Resep Tahan Lama
"Maaf, La, malam ini aku pulang telat." Farhan mengirim pesan karena khawatir Wisnu menunggunya makan malam. Sejak menjadi menanti, yang masih dalam hitungan hari, Wisnu selalu ingin sarapan dan makan malam bersama. Lelaki itu terasa lebih sentimentil, tetapi Farhan maklum. Bisa jadi ia punya banyak pikiran buruk tentang kondisinya dan Farhan merasa harus membesarkan hati Wisnu dengan cara menuruti permintaan-permintaannya selama masih rasional. "Ya." Hanya jawaban pendek yang dikirim Kalila. Farhan menghela napas. Ia ingin jawaban lebih. Ah, sudahlah. Mungkin Lila sedang sibuk dengan skripsinya. Farhan mengusir kecewa. "Bekalnya enak. Makasih, La." Farhan mencoba lagi. Siapa tahu kali ini berhasil membuka obrolan lebih menyenangkan. Sebelum menikah mereka tidak sekaku ini. Entah mengapa pernikahan justru mencipta jarak di antara ia dan Kalila. "Sama-sama." Oh, Tuhan. Farhan menjatuhkan punggung di sandaran kursi putarnya. Ia memejamkan mata seraya menyugar rambut. Sepertinya i
Read more
Bab 37: Umpankan Aku
Keheningan serta-merta menyergap dapur. Tidak ada denting sendok beradu dengan piring, bunyi tegukan atau sesapan pada gelas lemon tea, juga suara-suara Andromeda dan Farhan. Dua lelaki itu hanya saling menatap. Mulut mereka terkatup rapat, tetapi isi kepala sangat riuh. Andromeda mengambil sendok. Ketukan pangkalnya ke meja mengakhiri sunyi yang tercipta. Tatap Andromeda tertuju tepat pada manik gelap Farhan. Ia tidak bisa membocorkan skenarionya pada Farhan meski sahabatnya itu sudah bisa menebak. Andromeda tahu tidak sedang menghadapi orang bodoh. Doktor lulusan Munich University itu juga pasti tidak akan tinggal diam dan akan terus mencari jalan untuk menyelesaikan kasus ini. Andromeda juga tahu, Wisnu bukan sekadar senior bagi Farhan. Pria tua itu adalah pengganti bapak yang sangat dirindukan Farhan. Sahabatnya telah menemukan penggenap jiwa yang lowong pada Wisnu dan Kalila. Kehangatan, ketulusan, ada pada mereka. “Berapa persen probabilitas rencanamu berhasil?” Farhan ber
Read more
Bab 38: Jangan Pergi
Ada raut lega tercetak di wajah Wisnu saat mendengar ucapan Farhan. Wisnu mengucapkan terima kasih kemudian berjalan pelan menuju kamar. Amarah bergumpal-gumpal di dadanya. Kalau bukan karena menuruti permintaan Kalila dan Miranti agar tetap di rumah, ia pasti sudah pergi ke kantor polisi. Ia merasa harus membuat perhitungan dengan Andromeda. Keramaian. Kata itu kembali berdengung di kepala Farhan ketika ia terpaku menatap tubuh Wisnu hingga hilang di balik pintu. Keramaian.Farhan memejamkan mata. Jika penjahat itu menunggu Wisnu muncul di keramaian, hanya ada satu tempat yang paling memungkinkan. Rumah sakit. Farhan terkesiap. Mendadak tubuhnya sedikit gemetar. Bayangan Wisnu menggelepar meregang nyawa menyerbu kepala disusul hadirnya wajah Bapak dan Mamak. Argh!! Farhan meremas rambutnya. Kepalanya terasa nyeri dan sakit. Rasa sakit itu menjalar ke seluruh tubuh hingga tubuhnya mendadak lemas dan lungkrah. Perlahan, Farhan mendekati sofa lalu terduduk letih di lantai. Disand
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status