Semua Bab Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi: Bab 21 - Bab 30
80 Bab
Bab 21. Rencana Untuk Pergi
"Bagaimana bisa panjenengan meninggalkan kami, Gusti Ratu?" tanya Patih dua Dimas Bagus Penggalih dengan mata berkabut. Dialihkannya pandang mata berkabut itu ke arah lain. Tak ingin Dewi Rukmini melihat kesedihannya."Aku harus pergi, Kangmas Dimas." Dewi Rukmini pun menatap ke arah lain. Mereka kini saling membelakangi. "Aku kini bukan penguasa di Kerajaan Sanggabumi lagi. Jadi panggil saja namaku sebagai sahabatmu, bukan sebagai ratumu. Seperti hari-hari yang dulu."Patih dua Dimas Bagus Penggalih berusaha keras agar air matanya tak luruh. Dia seorang laki-laki dan juga seorang patih, petinggi istana. Tidak boleh memiliki jiwa yang lemah. Tidak boleh berurai air mata.Namun, Patih dua Dimas Bagus Penggalih tetaplah seorang manusia biasa. Dia memiliki hati, memiliki perasaan. Batinnya pasti akan hancur jika kehilangan seseorang yang sangat disayangi."Bertahanlah, Rukmini. Bukankah ada aku yang akan selalu mendampingimu? Ingatkah kamu akan janjimu? Bahwa kita akan selalu bersama samp
Baca selengkapnya
Bab 22. Pamit
"Sudah hampir malam. Lihat langit sudah mulai beranjak gelap. Nanti Batara Kala muncul memakan kalian," ujar Patih satu Diro Menggolo seraya menatap langit petang yang hampir berganti warna.Dewi Rukmini dan Patih dua Dimas Bagus Penggalih masuk ke dalam istana. Seiring dengan suara derak pintu besi yang ditarik oleh oara pengawal istana."Paman Patih, bisakah kita bicara sebenta" tanya Dewi Rukmini pada Patih satu Diro Menggolo yang berjalan di belakangnya. "Duli, Gusti Ratu. Saya selalu siap kapanpun Gusti Ratu memerlukan saya." Patih satu Diro Menggolo menghentikan langkahnya tepat di depan pendopo keputren."Mari kita ke ruang utama keputren. Kangmas Dimas juga," ajak Dewi Rukmini. Mereka berdua mengikuti langkah Dewi Rukmini masuk ke dalam ruang utama keputren. Ruangan keputren yang luasnya separuh dari ruang utama puri istana, terlihat begitu asri dengan banyaknya bunga yang ditempatkan dalam guci-,guci keramik kecil. Semua perabotan yang ada dalam ruang utama keputren berlapi
Baca selengkapnya
Bab 23. Berangkat ke Desa Karangkitri
Kabut di masa hemanta memang sangat tebal. Udara dingin begitu kuat menggigit tulang. Namun, tekad dan kemauan Dewi Rukmini mengalahkan segala rintangan yang ada. Dinginnya cuaca tidak akan mampu membekukan niatnya."Gusti Ratu! Jangan melaju terlalu kencang. Kabut masih sangat tebal. Menganggu jarak pandang kita. Berbahaya!" seru Bejo, berteriak memanggil Dewi Rukmini yang melaju kencang di atas kuda putih bernama Jalu.Perlahan Dewi Rukmini melemaskan helaan tali kekang Si Jalu. Membuat kuda itu lantas memperlambat derapnya hingga akhirnya berhenti. Dewi Rukmini menunggu Bejo, Kalong, dan Bik Nara di bawah sebuah pohon beringin besar."Punten dalem sewu, Gusti Ratu. Jangan terlalu kencang melaju. Karena setelah padang ilalang ini, kita hsrus melewati areal perbukitan yang berkelok-kelok. Sementara jarak pandang kita terbatas. Kuatir nanti justru terperosok dalam jurang," ujar Bejo sambil mengeluarkan air minum yang dia gantungkan di sisi kanan kudanya. "Terima kasih, Kakang Bejo, s
Baca selengkapnya
Bab 24. Desa Siluman
"Apa yang kamu lakukan, Bik Nara?" tanya Kalong ketika melihat wanita paruh baya itu melepas selendang yang dia jadikan pengikat bekalnya.Bik Nara menggigit ujung kain panjangnya itu, lantas menyobeknya hingga menjadi sobekan kecil-kecil. Disisipkannya satu sebekan kecil itu ke lubang telinga kanan dan kiri.Kalang, Bejo, dn Putri Candra Utari tertawa melihat ide Bik Nara. Mereka mwnarima sobekan kain yang diberi oleh Bik Nara. Masing-masing menyumpal kedua lubang telinganya dengan sobekan kain selendang Bik Nara.Sebelum mereka berangkat untuk meneruskan perjalanan lagi, Kalong mengikat pinggang masing-masing temannya dengan tali rami yang dia bawa. Mencegah mereka terpencar.Perlahan keempat warga istana Kerajaan Sanggabumi itu menembus kabut mendekati desa siluman. Suasana ramai di desa tersebut terlihat. Meskipun tidak terlalu jelas karena tebalnya kabut Terlihat banyak orang yang hilir mudik salam desa itu.Mereka berempat terus berjalan tanpa mengindahkan apapun yang ada di kan
Baca selengkapnya
Bab 25. Sosok Misterius
"Kenapa dengan pemuda itu?" tanya Bejo. Wajahnya terlihat bingung melihat Kalong yang tiba-tiba pucat pasi. "Pemuda tadi tidak berkepala," jawab Kalong. Pandangannya tetap terarah ke timur, posisi di mana pemuda tadi berjalan meninggalkan mereka. "Dia sudah hilang di kelokan jalan. Biarlah. Bagaimanapun juga dia telah berbaik hati pada kita. Menunjukkan arah ke desa Karangkitri." Meskipun sebenarnya Bejo pun pasti akan merasa ngeri jika melihat manusia berjalan tanpa kepala. "Banyak sekali hal aneh yang kita temui. Masih banyak tempat angker yang nampaknya mesti kita temui. Perjalanan masih panjang. Sekarang bagaimana? Hendak lanjut ataukah akan beristirahat dulu?" tanya Dewi Rukmini pada Bejo, Kalong, dan Bik Nara. "Sepertinya kita harus mencari desa terdekat, Cempluk. Tubuh kita terlalu lelah dengan banyaknya kejutan. Dan saya juga ingin mencari informasi tentang desa Kedawung." Bejo mengeluarkan sebuah daun lontar yang digulung dan dimasukkan ke dalam ikat pinggang lebarnya.
Baca selengkapnya
Bab 26. Desa Balongsari
"Itu pintu gerbang desa Balongsari. Ramai sekali desanya." Kalong melihat dari kejauhan dengan takjub. Masih sekitar 500 meter lagi jarak mereka dari pintu masuk desa Balongsari. Namun, suasana desa yang ramai sudah terlihat."Semoga warga di sana ramah-ramah," gumam Bik Nara. "Perasaanku tidak nyaman.""Kenapa seperti itu, Bik?" tanya Dewi Rukmini. Pandangannya mengarah lurus ke depan. Tubuh orang-orang yang kekar dan berambut gondrong itukah, yang membuat perasaan Bik Nara menjadi tidak nyaman?"Mereka berpenampilan sangar. Seperti preman pasar." Bik Nara terlihat sangat kuatir.Mereka berempat memacu kudanya dengan sangat perlahan. Dan ketika sudah sangat dekat, mereka berempat pun turun dan menuntun kudanya.Empat orang lelaki bertubuh kekar duduk-duduk di pintu gerbang desa. Memperhatikan rombongan Dewi Rukmini dengan pandangan menelisik tajam."Hendak ke mana, Kisanak?" tanya salah satu dari empat orang itu. Berkepala botak, perut buncit, dan berkulit legam."Kami hendak mencari
Baca selengkapnya
Bab 27. Pangeran Tampan Dari Kerajaan Manca
Dewi Rukmini, Bejo, Kalong, dan Bik Nara seketika menoleh mendengar suara asing menyapa Dewi Rukmini. Ternyata lelaki tampan yang tadi duduk sendirian di meja sudut warung makan di penginapan ini."Mohon ma'af, Kisanak. Ini keponakan saya. Namanya Cempluk. Kalau saya boleh tahu, panjenengan berasal dari mana?" tanya Kalong yang segera mendekati Dewi Rukmini. Meskipun lelaki tampan itu terlihat baik, tapi dia harus tetap bersikap waspada."Saya berasal dari desa kecil bernama desa Tanggung. Berada dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Tirtosari. Nama saya Mandha. Panggil saja Kang Mandha." Lelaki tampan itu mengulurkan tangan ke arah Dewi Rukmini yang kini bernama Cempluk.Dewi Rukmini menyambut uluran tangan itu tanpa banyak bicara. Sikap Sang Ratu boleh terlihat tegas, tapi semburat merah di wajahnya tak dapat disembunyikan. Dia tersipu ketika berhadapan dengan Kang Mandha."Bolehkah kami tahu, hendak ke manakah tujuan Kang Mandha?" tanya Bejo. Matanya menggulir dari atas hingga ke bawah.
Baca selengkapnya
Bab 28. Petang di Desa Balongsari
"Apakah kami datang terlambat, Kang Mandha?" tanya Bejo. Dia kaget karena ketika tiba di warung makan penginapan, Kang Mandha telah tiba duduk di salah satu meja di sana. Bejo, Kalong, Bik Nara, dan Dewi Rukmini tiba di warung makan penginapan itu tepat ketika petang mulai datang. Berpakaian rapi dan tubuh telah segar karena habis mandi. Penampilan mereka berempat sangat berbeda hingga menimbulkan sorot keheranan dari setiap pengunjung warung makan penginapan. Dewi Rukmini mulai merasa jengah karena mata setiap pengunjung terarah padanya. "Mengapa mereka semua menatap kami seperti itu?" tanya Dewi Rukmini gundah. Dia tidak berani membalas tatapan pengunjung lain karena penampilan mereka yang lebih mirip preman. "Bagaimana mereka semua tidak keheranan, Nimas Cempluk. Kecantikanmu tak ada bandingnya. Berhati-hatilah di desa ini. Desa ini terkenal sebagai desa bandit. Tempatnya para preman dan orang-orang yang bermasalah dengan hukum. Sebagian besar adalah buronan d
Baca selengkapnya
Bab 29. Desa Kedawung
Lima orang berkuda terlihat tengah memacu kudanya dengan kecepatan tinggi. Berjalan beriringan sembari badan yang membungkuk di atas kuda. Derap langkah kaki kuda mereka bagaikan suara genta yang menguak keheningan di dini hari itu Kang Mandha berada di posisi paling depan. Dia menjadi penunjuk arah karena sudah terbiasa melewati jakur menuju ke desa Karangkitri. Dia sudah menjadi murid Ki Guru Saloka sejak usianya masih belasan tahun. Tiba di sebuah padang rumout yang cukup luas, Kang Mandha mengangkat tangannya. Sebagai isyatat agar mereka semua menghentikan laju kudanya. "Ada apa, Kang Mandha?" tanya Dewi Rukmini yang berada tepat di belakang Kang Mandha. "Kabut semakin tebal, Nimas Ayu," jawab Kang Mandha, "aku ingin berembug dulu dengan Kang Bejo dan Paman Kalong." "Ada apa, Kang Mandha,* tanya Bejo. Kudanya berjalan mendekati Kang Mandha. Diikuti pula oleh kuda Kalong dan Bik Nara. Mereka berlima membuat bentukan lingkaran. "Kabut semakin tebal, Kang Bejo.
Baca selengkapnya
Bab 30. Penduduk Desa Kedawung
"Bagaimana Gusti Pangeran Gagat mengetahui nama junjungan kami, Gusti Ratu Dewi Rukmini?" tanya Bejo. Kini dia bersikap sangat hormat pada Kang Mandha yang ternyata adalah Putra Mahkota Kerajaan Tirtosari, yang bernama Pangeran Gagat. "Siapa yang tidak mengenal junjunganmu, Kang Bejo? Semua putra mahkota dari kerajaan manapun membicarakannya. Bahkan terbetik berita bahwa Kerajaan Lemah Ireng akan melakukan penyerangan ke Kerajaan Sanggabumi hanya demi mendapatkan Dewi Rukmini, Sekar Kedaton Kerajaan Sanggabumi," tutur Pangeran Gagat. Dan penuturannya itu sangat mengejutkan Bejo, Kalong, Bik Nara, dan Dewi Rukmini sendiri. "Kami malah tidak pernah mendengar berita apapun perihal itu, Gusti Pangeran," ujar Kalong. Dia memandang ke arah Bejo seakan meminta persetujuan. Bejo mengangguk. "Betul. Sama sekali kami di Kerajaan Sanggabumi tidak mendengar akan hal itu. Terima kasih atas pemberitahuannya, Gusti Pangeran. Hal ini bisa menjadi peringatan bagi kerajaan kami, a
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status