Semua Bab Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi: Bab 31 - Bab 40

80 Bab

Bab 31. Bertandang di Desa Kedawung

Sambutan penduduk desa Kedawung ssngat ramah. Mereka memiliki keahlian di bidang pertanian. Hasil panen mereka luar biasa memuaskan. "Pada musim kemarau seperti ini, kalisn masih bisa menghasilan panen padi. Ini sangat luar biasa. Maukah salah satu dari kalian nanti saya boyong ke Kerajaan Sanggabumi? Ajarkan kami teknologi bercocok tanam yang luar biasa ini," ujar Dewi Rukmini. Sepotong singkong bakar disantapnya dengan nikmat. Ki Jalapati mengangguk. "Tentu saja kami mau, Gusti Ratu. Kami akan pilihkan satu ahli pertanian terbaik kami untuk Sanggabumi. Kami tunggu setelah Gusti Ratu kembali dari desa Karangkitri. Jati diri Dewi Rukmini pada akhirnya terbongkar juga. Tindak tanduk dan penampilan Dewi Rukmini tak dapat disembunyikan lagi bahwa dia adalah seseorang yang memiliki kasta tinggi. Namun, perbedaan kasta itu tidak merusak keakraban yang sudah terjalin antara penduduk desa Kedawung dengan Dewi Rukmini. "Jika Gusti Ratu sudah kembali menjadi raja di Sa
Baca selengkapnya

Bab 32. Pertarungan di Desa Kedawung

Tepat perkiraan Pangeran Gagat. Ada dua puluh ekor yang kini berdiri berjajar di de depan rumah Ki Jalapati. Senyum ramah dan sikap takdzim ditunjukkan oleh Ki Jalapati. "Sugeng rawuh, Kisanak," sapa Ki Jalapati. Senyum mengembang begitu lebar di bibirnya. "Hhmm, mengapa kamu tidak bersembunyi lagi? Apakah kamu sudah tidak takut lagi pada kami?" tanya salah satu prajurit Lemah Ireng yang berbadan paling besar. Ki Jalapati tersenyum mendengar pertanyaan lelaki besar itu. "Saya ingin kita menjadi saudara saja, Ki Pujo," jawab Ki Jalapati. Lelaki berbadan besar yang dipanggil dengan nama Ki Pujo oleh Ki Jalapati itu, tertawa terbahak-bahak. Diikuti oleh para prajurit yang lainnya. "Apakah kamu sedang bermimpi, Ki Lurah?" ledek Ki Pujo. Ki Jalapati menghela nafas panjang. Berusaha menekan emosinya agar tak meluap. Meskipun rasa lelah karena selalu dihina tetap terasa sangat menyakitkan. "Tidak, Ki Pujo. Saya tidak sedang bermimpi. Silakan masuk, Ki
Baca selengkapnya

Bab 33. Hantaran Untuk Sanggabumi

Dua pekan berlalu sudah. Selama itu pula Dewi Rukmini, Pangeran Gagat, Beko, Kalong, dan Bik Nara tinggal di desa Kedawung. Saling bertukar ilmu. Warga desa Kedawung menularkan pengetahuannya tentang ilmu pertanian, sementara Dewi Rukmini dan teman-temannya mengajarkan ilmu kanuragan untuk perlindungan diri para warga desa Kedawung. Sejak semalam warga Kedawung sudah disibukkan dengan aneka kegiatan untuk menyambut masa panen. Mulai dari persiapan memasak hingga persiapan alat-alat untuk kegiatan panen. Dewi Rukmini dan teman-temannya ikut larut dalam kegiatan itu. Membantu mereka dalam canda tawa dan kegembiraan. "Untuk apa pedati-pedati itu, Ki Lurah Jalapati?" tanya Dewi Rukmini ketika melihat ada lima pedati berjajar di depan rumah Ki Jalapati. Kala itu hari baru saja menginjak malam setelah hari terakhir masa panen. "Besok pagi buta, kami akan mengirim gabah dan aneka makanan ke Kerajaan Sanggabumi. Memang tidak seberapa, Gusti Ratu. Tapi kami tetap ber
Baca selengkapnya

Bab 34. Titip Rindu Intuk Sanggabumi

Lima pedati itu berjalan perlahan membawa tumpukan gabah dan aneka buah-buahan untuk disumbangkan ke Kerajaan Sanggabumi. Dua ekor lembu berjalan perlahan-lahan mengangkut aneka hasil bumi itu. Mata Dewi Rukmini berkabut. Ingin rasanya ikut pukang sebentar dan memeluk Sang Ayah, Prabu Arya Pamenang. Tapi itu semua belum waktunya untuk dia lakukan. Waktu masih harus mendidiknya agar lebih berisi saat dia nanti kembali pulang ke Kerajaan Sanggabumi. Berisi ilmu, berisi wawasan, dan berisi pelajaran kehidupan. "Gusti Ratu ..." panggil Bik Nara dengan suara lirih. "Jangan biarkan kesedihan menghambat segala impian panjenengan." Dewi Rukmini mengangguk pelan. Jemari lentiknya bergetar mengusap lelehan air mata yang mulai turun membasahi pipinya yang halus. "Ingin bertemu ibunda di pasetran, Bik. Seperti yang biasanya saya lakukan bersamamu dan Patih dua Dimas Bagus Penggalih." Dewi Rukmini mengangkat kepalanya. Melihat kembali ke arah rombongan pedati yang membawa
Baca selengkapnya

Bab 35. Kabar Rindu dari Sanggabumi

Sepekan sudah waktu berlalu sejak rombongan pedati berangkat mengantarkan sumbangan bahan pangan ke Kerajaan Sanggabumi. Bagi Dewi Rukmini, waktu sepekan itu terasa sangat lambat berlalu. Dia berharap secepatnya rombongan pedati itu kembali ke desa Kedawung. Dan sore itu matahari sudah bersiap untuk menuju ke peraduannya. Ketika tiba-tiba dari arah timur rombongan pedati muncul. Pekik bahagia tak dapat lagi disembunyikan oleh Dewi Rukmini. Dia berteriak-teriak memanggil Bik Nara, Ki Jalapati, dan Bejo. Tak lama kemudian kelima pedati itu telah tiba di depan rumah Ki Jalapati, lengkap berbaris lima. Pangeran Gagat adalah anggota rombongan yang pertama kali turun. Wajahnya terlihat lelah dan peluh membanjiri tubuhnya."Udara di perjalanan sangat panas, Nimas Ayu Gerah sekali." Pangeran Gagat segera berbaring telentang di atas lantai."Apakah Kangmas ingin mandi air hangat? Karena malam hampir tiba," tanya Dewi Rukmini."Boleh, Nimas Ayu. Terima kasih," ujar Pangeran Gagat sambil meng
Baca selengkapnya

Bab 36. Pernikahan Bik Nara

Meskipun usia Bik Nara telah merambat senja, tapi kecantikannya tak memudar. Gurat-gurat keindahan wajahnya masih terlihat jelas. Apalagi ketika dia berdandan dengan pakaian istimewanya saat ini.Bentuk fisik yng sangat berbeda antara Bik Nara dengan Ki Jalapati, tak menlunturkan kasih sayang yang sudah terbentuk dalam hati mereka. Tekad untuk bersama-sama mengarungi bahtera rumah tangga di sisa umur mereka.Dua pengantin itu duduk bersanding dengan begitu anggunnya. Tidak ada pesta pora. Namun, tetap saja ada kesan meriah. Dengan posisi Ki Jalapati sebagai lurah, tentu saja mengundang seluruh warga untuk datang meski tanpa panggilan.Dewi Rukmini melihat sepasang pengantin itu dengan haru. Setelah sekian puluh tahun, akhirnya Bik Nara menemukan jodohnya. Kenyamanan adalah hal penting yang ingin didapatkan dalam sebuah pernikahan, dalam rumah tangga.Fisik Ki Jalapati yang hanya setinggi ketiak Bik Nara tidaklah menjadi penghalang bagi mereka untuk memupuk cinta kasih. Bik Nara mendap
Baca selengkapnya

Bab 37. Prajurit Lemah Ireng

Pemimpin prajurit Kerajaan Lemah Ireng yang berbadan tinggi besar itu masih berdiri di hadapan Ki Jalapti. Menggenggam sebilah pedang panjang yang berkilauan di mata tajamnya. Cahaya bulan yang remang-remang menyinari sebagian wajah pemimpin prajurit bernama Ki Pujo itu."Apa yang kamu kehendaki, Ki Pujo? Hampir setiap tiga purnama, kamu datang ke sini mengobrak abrik desa yang kami tempati. Dulu kami hidup nyaman di desa Balongsari, tapi kau usir kami dari sana. Sekarang kami mendirikan sesa baru di sini. Apakah kamu akan mengusir kami lagi?" tanya Ki Jalapati dengan suara tertahan.Rasa lelah atas tekanan dan penindasan yang dia alami, membuat Ki Jalapati tak lagi memiliki rasa takut. Selain karena pompaan semangat yang terus menerus dari Dewi Rukmini dan teman-temannya.Tanpa dinyana, tubuh Ki Pujo meluruh ke tanah. Dia bersimpuh di kaki Ki Jalapati. Pedang panjang yang semula tergenggam erat, kini dilepasnya. Dibiarkannya tergeletak di hadapan Ki Jalapati."Apa yang kamu lakukan i
Baca selengkapnya

Bab 38. Perjalanan Tanpa Sahabat

Tak ada sesuatu hal yang tak berujung. Demikian pula halnya dengan segala sesuatu peristiwa yang menyertai hidup manusia.Seperti halnya pagi itu Ketika Bik Nara harus melepaskan kepergian anak asuhnya untuk menggapai cita-cita di Perguruan Songgo Langit milik Ki Guru Saloka. Jika boleh menawar taqdir, dia ingin agar Dewi Rukmini tetap tinggal bersamanya di desa Kedawung.Tapi Dewi Rukmini adalah seorang Sekar Kedaton. Calon Ratu, pemimpin sebuah negri bernama Kerajaan Sanggabumi. Banyak hal yang kelak akan menjadi tanggung jawabnya."Bik Nara, harus ikhlas melepasku. Agar aku tenang menjalani masa belajarku di padepokan Ki Guru Saloka. Berikan restumu, Bik." Dewi Rukmini memeluk erat ibu keduanya itu."Saya mengerti, Gusti Ratu. Tapi tetap saja terasa berat. Tiga tahun harus menunggu. Pasti akan berbeda sekali saat panjenengan kembali ke sini. Tambah dewasa dan cantik." Bik Nara seakan tak ingin melepaskan pelukannya. Masih tetap terus mendekap Dewi Rukmini dengan erat."Bik, biarkan
Baca selengkapnya

Bab 39. Desa Pesisir

"Bunyi apa itu, Kangmas Pangeran?" tanya Dewi Rukmini. Matahari telah mencapai tinggi sepenggalah. Seperempat hari telah terlewati. Kini tiga ksatria itu tengah hutan lebat di sepanjang jalan. Ada jalan setapak yang terbentuk di tengah hutan itu. Jalan yang terbentuk karena bekas jejak langkah yang melewati secara berulang kali. Dewi Rukmini menghentikan langkah di tengah jalan setapak itu. Keadaan hutan kian lama kian benderang. Pepohonan mulai jarang dan satu dua mulai terlihat pohon kelapa dengan tinggi menjulang. "Ada apa, Nimas Ayu?" tanya Pangeran Gagat. Dia menghela tali kekang kudanya kuat-kuat, agar berhenti mengikuti langkah Dewi Rukmini. "Ada suara gemuruh yang lamat-lamat aku dengar. Tidak berbahayakah jika kita meneruskan perjalanan? Aku kuatir itu suara gunung yang hendak meletus," ujar Dewi Rukmini. Wajahnya terlihat sangat cemas. Pangeran Gagat tersenyum melihat ekspresi wajah Dewi Rukmini. "Itu suara debur ombak, Nimas Ayu. Sangat jauh be
Baca selengkapnya

Bab 40. Desa Segoro Biru

"Apakah kamu menerima pinanganku, Nimas Ayu?" tanya Pangeran Gagat. Masih sambil mendekap tubuh Dewi Rukmini dengan erat. "Aku tidak bisa menjawabnya sekarang, Kangmas. Aku harus membicarakannya terlebih dahulu dengan romoku." Kali ini Dewi Rukmini menarik tubuhnya. Menunduk sembari memainkan pasir putih di kakinya. Sesungguhnya Dewi Rukmini bukan hendak menunggu persetujuan Sang Ayah, Prabu Arya Pamenang. Karena Sang Prabu pasti akan menerima Pangeran Gagat. Tapi hatinya sendirilah yang sedang dia tunggu persetujuannya. Dia membutuhkan waktu untuk berpikir dan memilih. "Aku sudah berbicara dengan Gusti Prabu Arya Pamenang. Saat tempo hari mengirimkan hantaran desa Kedawung ke sana. Sang Prabu malah akan bersiap mengadakan pesat besar untuk pernikahan kita nanti." Pangeran Gagat berkata sambil tersenyum. Pasti hal itu sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh Dewi Rukmini. "Hah? Mengapa Kangmas tidak berembug dulu dengan saya?" tanya Dewi Rukmini kaget. Tak
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status