All Chapters of NAIK LEVEL JADI ISTRI DUDA: Chapter 11 - Chapter 20
131 Chapters
11. Rasa Bersalah
Megantara meninggalkan rapat pentingnya dan langsung menuju ke rumah sakit saat wali kelas Sivia memberitahunya bahwa Sivia terserang alergi. Megantara tak bisa melajukan mobilnya dengan cepat karena jalanan yang macet. Dia hanya berdoa semoga tidak terjadi hal buruk pada Sivia karena selama ini dia selalu mewanti-wanti pada anggota keluarganya agar menjauhkan makanan yang bisa mencetuskan alergi Sivia.Sesampainya di rumah sakit, dia berlari menyusuri memasuki IGD dan mencari keberadaan putri kecilnya.“Sivia,” seru Megantara lantang saat melihat Sivia terbaring lemah di ranjang rumah sakit.Dia berjalan mendekat dan menggenggam tangan Sivia, “Sayang, kau baik baik saja?” kata Megantara dengan lembut. Dielusnya pipi merah milik Sivia. Sivia membuka kelopak matanya dan tersenyum melihat kedatangan sang ayah.“Ayah,” Sivia duduk dan memeluk sang ayah.Megantara mengelus punggung sang anak. dia menghembuskan nafasnya lega. Anaknya baik-baik saja. Tapi mengapa keteledoran terjadi. Dia me
Read more
12. Bertemu Ibu
Megantara melihat ke arah jam tangannya. Sudah pukul sepuluh pagi, namun sarapannya belum juga datang. Dia sudah kelaparan. Sedari tadi dia hanya meminum kopi pahit dan mengerjakan pekerjaan.“Kemana gadis itu? Apakah sudah bosan bekerja di sini?” gerutu Megantara. Dia beranjak dari duduknya. Berjalan mondar mandir.“Apakah gadis itu marah padaku karena memarahinya dan tidak mau memasak untuknya lagi?” Megantara berpikir keras. Dan lalu menggelengkan kepala. Hal ini tidak boleh terjadi. Dia akan kehilangan seleranya lagi jika bukan gadis itu yang memasakkan makanan untuknya.Megantara berinisiatif mendatangi restoran sendiri. Dia berjalan keluar dari kantornya dan berjalan menuju restoran. Di dalam perjalanannya semua orang yang berpapasan dengannya menunduk dan memberi salam.Dia duduk di salah satu kursi di restoran. Secara otomatis beberapa pegawai langsung menghampirinya.“Selamat pagi Pak Megantara. Adakah yang bisa saya bantu?” tanya salah satu waiters senior di restoran.Para p
Read more
13. Rasa Kehilangan
Wajah sang ibu memerah. Beberapa detik kemudian dia justru menangis sesenggukan. Dia tidak tau bagaimana cara menjelaskan pada Nalini tentang keberadaan sang adik. “Bu, mengapa ibu justru menangis? Ada apa dengan Nalita?” Nalini tidak tau maksud dari tangisan sang ibu. Sang ibu tetap belum sanggup merespon pertanyaan Nalini. “Apa Nalita juga kabur dari rumah karena tidak sanggup dengan paksaan ayah? Apa yang sudah ayah paksakan terhadap kehidupan Nalita, Bu?” Nalini mencoba menebak. Meskipun dia ragu dengan tebakannya sendiri. Nalita bukan gadis yang suka membangkang seperti dirinya. Apakah mungkin Nalita akan mengikuti jejaknya dengan berbuat nekat? Sang ibu menggeleng. Memberi tanda bahwa apa yang di katakan Nalini tidak tepat. Nalini mengusap pipi sang ibu dan membantu menghapus bulir air mata yang belum berhenti berjatuhan. “Tidak, Lin. Bukan seperti itu kenyataan yang terjadi. Ibu malah akan bersyukur jika Nalita memilih untuk kabur sepertimu,” jawaban dari sang ibu justru mem
Read more
14. Bukan Rasa Cinta
Megantara membolak balik beberapa lembar foto para gadis beserta biodata lengkapnya. Ibunya mengumpulkan banyak informasi mengenai gadis yang dinilai cocok untuk dijadikan pendamping Megantara. Megantara meletakkan lembaran-lembaran itu dengan kasar. Dia menyandarkan kepalannya di sandaran kursi kerjanya dan mendengus. Ibunya benar-benar kurang kerjaan.Sudah berkali-kali dia mengatakan pada sang ibu bahwa bukan hal yang mudah untuk memutuskan mencari pasangan lagi. Ada Sivia yang harus dia jaga agar bertumbuh dengan bahagia. Megantara tidak mau egois dengan mengorbankan perasaan putrinya. Lagipula saat ini belum ada gadis yang benar-benar membuatnya jatuh cinta. Jujur termasuk sang istripun begitu.Rasa yang Megantara miliki untuk istrinya jika ditelusuri dengan baik bukanlah rasa cinta yang mendalam. Selama menikah, dia tidak pernah mencintai sang istri. Hadirnya Sivia kedunia inipun bukan karena saling cinta. Sivia hadir karena keteledoran Megantara di suatu malam saat dia begitu p
Read more
15. Keinginan Sivia
Megantara sedang menaiki mobilnya menuju ke rumah. Hari ini dia memutuskan untuk pulang ke rumah lebih awal karena dia sudah merasa kelelahan. Dia ingin sekali bertemu dengan putri kecilnya, bersenda gurau dan melepas penat. Di tengah perjalanan, dia melihat kios buah. Tiba-tiba terbersit di pikirannya untuk mengirimkan parcel buah ke sesorang yang saat ini sedang sakit. Siapa lagi kalau bukan Nalini.Megantara membuka tabletnya dan mencari file cv milik Nalini, mengingat-ingat alamat tempat tinggal Nalini. Lalu dia turun dari mobil dan memasuki kios buah. Setelah memesan parcel buah dan meminta sang penjual untuk mengirimkan ke alamat yang ditulisnya, dia kembali melajukan mobilnya untuk pulang.“Sivia, kau sedang apa?” tanya sang ayah saat mendatangi gadis kecilnya yang sedang duduk di taman sambil memegag pensil dan buku gambar di pangkuannya.“Aku sedang mencari inspirasi untuk tugas menggambar di sekolah,” jawabnya sambil tak lupa memberikan senyum termanisnya untuk sang ayah yan
Read more
16. Pelukan Pertama
“Apa yang ingin nenek tanyakan padaku?” tanya Sivia. Dia mengubah posisinya menjadi duduk.“Nenek ingin menanyakan tentang bu guru Sivia yang mengajar memasak. Yang tadi disebut namanya oleh ayahmu. Siapa namanya?” tanya nenek penasaran.Sivia langsung sumringah ketika membicarakan gurunya itu, “Bu Nalini?”“Oh, bu Nalini. Apakah kau mengenalnya dengan baik? Bagaimana orangnya?”Sivia mengangguk semangat, “Dia sangat cantik dan baik. Dia pintar memasak. Aku sangat suka pelajaran memasak di hari senin. Dan Bu Nalini juga yang menolong Sivia saat Sivia alergi.”“Kau tau usia bu Nalini berapa?” nenek masih menginterogasi cucunya.“Tidak tau. Tapi jika melihat wajah cantiknya, sepertinya dia lebih muda dari ayah,” kata Sivia mencoba menerka-nerka.Sang nenek tersenyum penuh arti, sepertinya dia memiliki sebuah ide brilian. Dia dengan semangat membisikkan sesuatu ke telinga Sivia dan Sivia terkekeh karena geli. Namun tetap mendengarkan apa yang dikatakan oleh neneknya dan menganggukkan kep
Read more
17. Punggung Milik Pria Tampan
Awalnya Megantara tidak yakin apakah pelukannya akan bisa membuat Nalini menghentikan tangisannya. Tapi ternyata pelukan itu memang berpengaruh besar bagi Nalini. Nalini sudah lama tak merasakan pelukan senyaman itu dari seseorang. Perlahan-lahan nafasnya mulai teratur. Tangisannyapun mulai reda.Megantara masih terdiam di posisinya, dia tak tau mengapa dia rela menjadikan tubuh kekarnya sebagai sandaran gadis yang notabene bukan siapa-siapa baginya. Tapi yang jelas nalurinya sebagai seorang pria baik-baik menuntunnya.Ada sedikit rasa tidak tega melihat Nalini terpuruk. Megantara merasa, jika gadis yang ia kira kuat seperti Nalini bisa menangis dan terlihat rapuh seperti saat ini, berarti ada masalah yang benar-benar tak bisa ia hadapi.Nalini mulai tersadar saat tangisnya terhenti. Dia mulai bisa menggunakan akal sehatnya dan menyadari dia di posisi yang salah, siapa yang sudah berani ia peluk dan ia basahi bahunya? Nalini mengendorkan pelukannya dan menengadahkan kepala.Nalini ter
Read more
18. Kehidupan Niko
Megantara memasuki tempat yang sebenarnya malas untuk ia datangi karena suasana ramai dan suara bising yang ditimbulkan dari alunan musik yang berdentum keras. Tapi malam ini Niko mengajaknya untuk bertemu di tempat itu, apalagi kalau bukan di sebuah club malam yang paling sering Niko kunjungi. Tak butuh waktu lama bagi Megantara untuk mencari keberadaan sang sahabat karena Niko selalu duduk di tempat favoritnya dan tak lupa ditemani dua gadis berpakaian seksi yang merusak penglihatan itu. “Untuk apa memintaku mendatangimu kesini lagi? Apa kau lupa dengan pengalaman burukku saat terakhir menginjakkan kaki disini?” omel Megantara pada Niko. Niko terkekeh, melihat sahabatnya datang dengan wajah yang kesal dan langsung mengomel. “Bagaimana mungkin aku lupa? Semua gadis cantik di sini seperti ingin menerkammu malam itu.” “Gadis cantik? Gadis nakal adalah istilah yang lebih tepat,” Megantara berbicara sarkas. Kedua gadis yang menemani Niko saling melirik. Mereka merasa tersindir. Mereka
Read more
19. Mimpi Buruk Sivia
“Sivia,mengapa kau menangis?” Megantara masuk ke kamar Sivia dan langsung mendatangi Sivia yang terduduk sambil berlinangan air mata. Tadi Megantara langsung pulang begitu sang ibu menghubunginya dan mengatakan bahwa Sivia terbangun dari tidurnya sambil berteriak dan menangis.“Ayah,” Sivia masih sesenggukan. Megantara mengusap kedua pipi sang anak. “Aku mengalami mimpi buruk,” tambah sang anak.Sang ayah menaikkan alisnya. Baru kali ini Sivia mengalami mimpi buruk sampai menangis.“Aku bermimpi teman-teman meledekku karena aku tidak punya ibu,” air mata kembali bercucuran. Nalini membayangkan gambaran di mimpinya lagi.“Mimpi itu adalah bunga tidur. Jadi kau tidak perlu bersedih. Itu tidak akan terjadi di dunia nyata, Nak,” Megantara memeluk sang anak untuk membuat Sivia nyaman.“Tapi tetap saja aku tidak bisa untuk tidak bersedih,” Sivia menjawab.“Maafkan ayah. Ayah belum bisa memenuhi harapanmu,” Megantara menghela nafas, dia juga sebenarnya merasa kasihan pada Sivia.Dulu saat m
Read more
20. Bertemu Nenek Sivia
“Selamat siang, Anda guru Sivia yang bernama Bu Nalini?” tanya Nenek. Dia memperhatikan Nalini dari atas sampai bawah dan tidak menemukan kekurangan. Sosok Nalini begitu sempurna.“Ya betul sekali. apakah Sivia sering bercerita di rumah?” tanya Nalini sambil menunjukkan senyumnya.“Ya. Dia sangat menyukai pelajaran memasak dan juga sangat menyukai gurunya. Anak lelakiku juga pernah bercerita tentang Anda,”Nalini mengerutkan keningnya. Butuh waktu beberapa detik untuk mencerna perkataan sang nenek di hadapannya.“Oh, maksud Anda Pak Megantara?” tanya Nalini memastikan.“Ya, dia juga sepertinya menyukai masakanmu. Dia tidak pernah meminta dimasakkan oleh koki untuk makan sehari-hari sebelum ini. berarti makananmu begitu spesial bagi anakku,” Nenek tersenyum penuh arti.Nalini hanya bisa tersenyum kikuk. Mendapatkan pujian dari ibu dari bos besarnya, tentu saja dia merasa senang tapi juga tidak enak hati.“Lain kali sepertinya aku harus mempersilakanmu untuk menggunakan dapurku. Aku jug
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status