All Chapters of OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM : Chapter 31 - Chapter 40
51 Chapters
bab 31
Beberapa saat sebelumnya,Herman yang sudah membayarkan utang Dita merasa kesal karena istrinya itu sudah membuat kaca jendela nya retak. Lelaki itu dengan gusar masuk ke dalam kamar dan memainkan ponselnya. Sedangkan Dita yang masih di ruang tamu menunggu penagih utang nya pulang, lalu berkacak pinggang di teras. "Hei, para tetangga! Lebih baik enggak usah kepo dengan urusan rumah tangga orang lain. Tiap orang mempunyai urusan masing-masing dan kalian tidak perlu jadi cctv untuk mencari bahan gibah. Sana, lebih baik kalian masuk ke rumah masing-masing. Kalian pasti masih banyak pekerjaan rumah yang belum diselesaikan!" usir Dita lalu langsung masuk ke dalam rumah. "Heh, Dit! Apes benar sih Herman bertemu perempuan seperti kamu! Kamu ini benar-benar bisa membuat anakku jatuh bangkrut!" ujar Tuti dengan berkacak pinggang. "Lah, anak nya ibu itu yang aneh. Masa seorang suami nggak mau membayar utang istrinya. Suami macam apa itu? Jadi nggak salah dong kalau Dita melakukan segala car
Read more
bab 32
Empat orang polisi segera masuk ke dalam aula dan menangkap Herman tanpa perlawanan. Semua orang yang berada di aula kantor hanya bisa terdiam saat melihat Herman yang ditangkap dengan tangan terborgol ke belakang. "Pak Adi, ini salah paham. Saya tidak melakukan apa yang telah bapak tuduh kan. Saya tidak melakukan korupsi!" ujar Herman dengan saat melewati kerumunan orang yang ada di ruangan itu sebelum digelandang ke kantor polisi. "Semua bukti sudah berada di kantor kami, Pak. Bapak berhak untuk diam dan berhak didampingi oleh kuasa hukum saat proses pengadilan berlangsung," ujar polisi itu. "Pak, ini salah paham!" Herman menoleh ke saentero ruangan lalu menatap ke arah Dinda. Mantan istri nya itu menatap nya dengan pandangan yang ekspresi nya sulit diartikan. Akhirnya para polisi itu pun membawa Herman keluar dari ruang aula, meninggalkan gumaman-gumaman diantara para karyawan kantor. "Saya harap semuanya bisa tenang!" pinta Adinata. Lelaki itu menatap ke seluruh tamu undang
Read more
bab 33
"Gugat cerai saja dia di pengadilan agama! Laki-laki itu sudah nggak berguna!"Dita mengangguk. "Ya, aku setuju, Ma. Kalau begitu sekarang kita harus mencari bantuan dulu pada tetangga untuk membawa Bu Tuti ke rumah sakit.""Betul, tapi sebelum itu kita harus membersihkan dulu mangkok bakso yang pecah itu. Kita nggak mau kan kalau misal nya dituduh bertengkar sehingga akhirnya menyebabkan Tuti terkena penyakit jantung?" tanya Ambar. "Baiklah, ibuk benar! Ayo kita bersihkan sama-sama, Bu!" Ambar dan Dita segera menuju ke tempat pecahan mangkok dan membersihkan semua pecahan dan sisa bakso yang tercecer di sana."Udah selesai, sekarang kamu segera teriak-teriak di depan pintu depan, biar ibu yang berakting di kamar membangunkan mertuamu!" "Sip!"Dita mengacungkan kedua jempol nya lalu segera menuju ke arah pintu depan."Tolong! Tolong! Mertua saya pingsan!" Dita berteriak-teriak memilukan. Dia melakukan hal itu dengan menjiwai dan bahkan sampai turun ke halaman rumah untuk memanggil
Read more
bab 34
"Tutup, tutup, telepon nya!" bisik Ambar pada Dita. Dita segera mengakhiri panggilan telepon dari adik ipar nya dan menonaktifkan wifi. "Buk, bagaimana ini? Kenapa Hani bisa tahu tentang keadaan maminya yang sudah meninggal dan kakak lelakinya yang ditahan?" tanya Dita panik. Ibunya mengedikkan bahunya. "Kayaknya ada tetangga kita yang menjadi mata-mata Hani dan tentu saja dia mengadukan berita apapun yang telah terjadi pada keluarga nya," ujar Ambar kesal. "Lalu apa yang harus kita lakukan, Bu? Aku tidak mau dipenjara!" ujar Dita dengan tubuh gemetar."Kita tidak akan dipenjara! Kamu tenang saja. Sekarang yang perlu kita lakukan adalah memblokir nomor Hani, membuang nomor hp lama, lalu segera pergi dari rumah ini sejauh-jauhnya dengan membawa perhiasan ini, Dit!" ujar Ambar berapi-api. "Tapi bagaimana dengan sertifikat rumah ini? Kita tidak jadi meminta tanda tangan Herman?"Ibunya mendelik. "Astaga, agak lain ya otakmu! Sebelum kamu meminta tanda tangan Herman, kamu sudah menjad
Read more
bab 35
Ambar hanya menangis tersedu mendengar teriakan anaknya dan Dita pun merasakan tubuhnya begitu sakit, mendadak teringat pada Herman, Dinda, Rina, Windi, dan Ambar secara bergantian. Dan akhirnya Dita hanya bisa menangis tanpa suara.Dita merasakan tubuhnya lebam dan area kewanitaan nya sangat sakit. Tangis dan jeritannya tidak juga membuat para begal itu berhenti menodainya. "Tidak! Anakku! Anakku!" jerit Ambar, mendadak dia menunduk dan di bawah sinar motor yang masih dibiarkan menyala, dia menginjak kaki begal sekuat tenaga yang memegangi tangannya."Aaargghh! Perempuan tua si*lan!'Begal itu berteriak keras sehingga pegangan nya pada kedua tangan Ambar merenggang. Ambar tidak menyia-nyiakan kesempatannya. Dia segera membalikkan badannya dan menggigit tangan begal itu sekeras mungkin. Begal itu berteriak lagi dan langsung menggampar wajah Ambar sekencang-kencangnya. Dan seketika telinga Ambar berdenging dan kepalanya sakit. Ambar terjatuh di atas hamparan tanah. "Heh, kamu! B
Read more
bab 36
Beberapa saat sebelumnya, Dita masih terus menangis sesenggukan dalam posisi berbaring. Ambar menatap anaknya dengan posisi campur aduk. Ambar yang masih kesakitan karena mendapat tendangan bertubi-tubi dari begal, mencoba untuk berdiri dan mendekati Dita dengan menyeret tiang infusnya. "Dita, maafkan ibuk. Ibuk tidak tahu kalau ternyata ada begal di daerah itu," ucap Ambar dengan mengelus rambut Dita. "Huhuhu, Ibu jahat! Memang semua karena Ibu! Kalau dari awal ibu enggak menyuruh aku minggat dari mas Damar, aku tidak akan bercerai dari mas Damar. Kalau aku tidak bercerai dengan mas Damar aku tidak akan mengalami kejadian menyakitkan seperti ini!"Dita menangis sesenggukan. Hati Ambar sangat sakit saat melihat anaknya yang terluka karena sarannya. "Iya, ibu salah. Ibu minta maaf padamu, Dit.""Huhuhu, ibu kira mudah minta maaf begitu saja? Ibu kira semua masalah ini akan menghilang jika ibu minta maaf! Huhuhu! Bahkan jika ibu membayar dengan nyawa ibu pun, aku tetap menyedihkan s
Read more
bab 37
"Dinda! Maafkan aku! Demi anak kita, tolong lah bujuk Adinata yang sepertinya mencintai mu untuk mencabut laporan nya! Aku akan berusaha mengembalikan semua uang yang telah kukorupsi, Din, aku mohon!"Dinda menatap ke arah suaminya dengan dingin. "Pergilah, Mas. Aku tidak mungkin mengatakan hal itu pada pak Adinata. Kamu tahu sendiri kan kalau kamu tidak ada hubungan apa-apa."Herman lalu berjongkok di atas lututnya dan memeluk Windi yang terdiam. "Windi, tolong bilang sama mama, agar mau menolong papa!" seru Herman dengan suara menghiba. Windi hanya menghela napas panjang dan menatap papanya. "Papa, kan sudah menjadi papanya Rina dan satu rumah dengan Tante Dita, kenapa tidak meminta tolong pada Tante Dita saja dan Rina saja?" tanya Windi balik. "Windi, kenapa kamu ngomong seperti itu, Nak? Papa sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi dengan Rina dan Tante Dita. Papa ingin keluarga kita menjadi satu lagi. Apa kamu tidak mau jika kita satu rumah lagi? Papa akan menjadi papa yang ba
Read more
bab 38
Flash back On :Polisi berdatangan untuk mengusut kasus bu nuh diri Tuti. Untuk memastikan apakah ada penyebab lain atau murni unsur bu nuh diri. Dita yang baru saja meminta tolong Dinda tapi harus menelan pil pahit karena Dinda menolak untuk menolong Dita, akhirnya menemukan jalan keluar saat dua orang polisi ingin bertemu dengan nya untuk mengurus kematian ibunya."Pak, saya sudah menceritakan semua tentang hal - hal yang menyebabkan ibu saya bunuh diri. Di lain itu, sama juga ingin melaporkan pada polisi tentang perampokan, pemerkosaan, dan penganiayaan tentang saya yang dilakukan oleh para begal."Polisi di hadapan Dita mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kami sedang menyelidiki kasus itu. Kami telah mengumpulkan bukti dan saksi untuk melengkapi proses penyelidikan. Ibu tenang saja. Kami pasti akan menemukan dan mengganjar pelakunya dengan hukuman setimpal."Mata Dita mulai menatap polisi di hadapan nya dengan berkaca-kaca."Terima kasih, Pak. Sungguh bapak telah membantu masa depa
Read more
bab 39
Windi mendelik. "Mama serius kan? Aku mau punya papa baru!" tanya Windi dengan wajah sumringah. "Kamu kok pengen banget punya bapak baru? Memang nya kenapa?" tanya Dinda penasaran. Dia menatap ke arah putri semata wayangnya. Mana mungkin Dinda mengatakan bahwa dirinya masih trauma dengan pernikahan karena baru saja diselingkuhi. Putrinya pasti belum paham karena masih berumur delapan tahun. "Mama nggak tahu sih kalau teman-teman Windi diantar dan dijemput oleh papanya. Belum lagi kalau mereka sedang rekreasi dengan keluarga lengkap itu bahagia banget kayak nya. Aku juga mau mempunyai keluarga lengkap seperti mereka," tukas Windi penuh dengan emosi. Dinda tercengang melihat dan mendengar alasan dari putrinya. Dinda lalu duduk di hadapan putrinya dan mengelus rambut putrinya dengan lembut. "Sebenarnya tak segampang itu untuk mempunyai papa baru. Kalau pun bisa menemukan pengganti papa, mama hanya takut kalau papa baru nanti juga akan berbuat hal yang sama dengan papa yang lama," uja
Read more
bab 40
Adista dan Adinata berpandangan. Keduanya saling sikut. "Mas, kamu lihat sendiri kan kalau papa aneh?" "Iya, aneh. Gimana kalau ternyata papa selingkuh dan Dita benar-benar saudara seayah kita?""Wah, kayaknya mama bakal mencak-mencak dan mencakar-cakar papa. Menurut mu, apa yang harus kita lakukan, Mas?"Adinata terdiam sejenak. "Aku akan memasang GPS dan cctv di mobil papa.""Kamu yakin, Mas? Kalau ketahuan gimana dong?""Hm, aku akan mencari cctv yang berbentuk mata boneka dan menjadikan nya hiasan mobil atau gantungan spion.""Memangnya apa yang akan kita lakukan kalau ternyata Dita adalah anak papa?"Adinata mengedikkan bahunya. "Entah lah, aku tidak tahu. Jujur saja aku juga bingung apa yang harus kulakukan kalau memang Dita adalah anak papa. Pasti dia akan meminta sebagian saham perusahaan atau akan mempermalukan kita jika kita tidak mau berbagi perusahaan dengan Dita?" tanya Adinata balik. Adista menghela napas berat. "Apapun hasilnya, aku harap mama tidak akan tahu, Mas. K
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status