All Chapters of OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM : Chapter 11 - Chapter 20
51 Chapters
bab 11. Menjebak Pelakor
"Selamat terpuruk, Dit. Kamu harus merasakan kesakitan yang jauh lebih parah dari yang kurasakan sekarang!"Dinda menyeringai lalu menghapus pesan yang tadi diketiknya untuk Dita, sekaligus pesan balasan dari janda itu. Dia lalu bangkit dan menuju ke lemari baju tempat menyimpan berbagai sertifikat aset dan BPKB mobilnya. Dinda kemudian berjalan mengendap-endap dengan membawa map yang berisi dokumen itu lalu menyimpan nya di lemari baju milik Windi. Dengan perlahan-lahan Dinda kembali ke kamarnya lalu merebahkan diri di ranjang dan menghela nafas panjang. Mempersiapkan dan memantapkan hati serta menata penjelasan yang akan diberikan pada orang tuanya, orang tua Herman, sekaligus pada Windi, anaknya tentang perpisahan yang sudah terpampang di depan mata. Hingga tak terasa dia terlelap dalam buaian mimpi.***Dinda terbangun saat pipi nya ditepuk-tepuk lembut oleh tangan Herman."Bangun, Sayang."Dinda membuka mata nya yang nyaris terasa berat. "Happy anniversary pernikahan kita yang
Read more
bab 12. Tanda Tangan, Mas!
"Selamat malam, Dita. Saya sudah menunggumu dari tadi. Ayo, masuk dulu," sapa Dinda ramah pada Dita yang memucat. Dita tercengang melihat wajah Dinda yang di hadapannya. Dia terdiam dan terpaku di depan kamar hotel."Kok B-bu Dinda di sini?" tanya Dita terbata-bata. "Yah, saya di sini karena memang saya ingin membicarakan sesuatu dengan kamu dan suami ...""Lama banget, Yang ... lho kamu ..." Suara Herman terhenti saat melihat Dita yang berdiri dengan gugup di depan pintu kamar hotelnya. Dita pun menatap balik ke arah Herman yang hanya mengenakan handuk di bagian pinggang. Herman dan Dita saling berpandangan dengan bingung. Dinda tersenyum. "Masuklah, Dit. Ada yang ingin kubicarakan dengan kalian."Dita menggelengkan kepalanya perlahan. Lelaki itu berdiri di belakang punggung Dinda sehingga Dinda tidak bisa melihat ke arah wajah Herman, hanya Dita yang berdiri di hadapannya lah yang bisa memandang Herman dengan jelas. "Sa-saya pasti salah kamar. Saya tadi kesini untuk bertemu d
Read more
bab 13. Mempermalukan Pelakor
"Hah? Malam-malam begini?"Sejenak keraguan terlihat di wajah Dinda. "Kalau tidak malam ini, lalu kapan aku mengatakan nya pada mertuaku? Aku takut kalau aku menunda pembicaraan ini, bisa-bisa mas Herman menjemput Windi dan menjadikan nya senjata untuk melemahkan niatku," ujar Dinda.Fifi menghela nafas. "Yah, kamu benar. Kalau kamu nggak menjemput anak kamu, dikhawatirkan nanti Herman membawa dan menyembunyikan anak kamu agar tuntutanmu pada Herman dibatalkan. Tapi sekarang sudah jam setengah sebelas malam. Apa mertua kamu tidak tidur?" tanya Fifi sambil melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangan nya. Dinda pun melemparkan pandangan nya di sekeliling halaman depan sebagai tempat parkir hotel yang sudah sepi. Hanya beberapa mobil yang terparkir di sana tanpa manusia dan tiga orang satpam di pos depan. "Yah, mau bagaimana lagi. Aku harus ke rumah mertuaku sekarang, Fi.""Baiklah. Hati-hati di jalan. Kabari aku jika terjadi sesuatu padamu," ucap Fifi seraya masuk ke dalam mo
Read more
bab 14. Anak Ikutan Malu
"A-aku harus apa tadi?""Menunggu mamiku opname.""Kenapa harus aku? Kan bisa saja ...""Siapa? Dinda? Aku dan Dinda kan sedang dalam proses cerai karena kamu dan sekarang kenapa kamu yang sewot dan tidak mau menunggu ibuku?""Lho, kamu kok jadi nyalahin aku sih?" protes Dita. Dia sebenarnya agak malu dan gengsi karena di hadapannya ada pemilik warung yang menatapnya dengan kesal, apalagi panggilan telepon nya diaktifkan secara loud speaker. "Sudah, sudah! Kalau kamu mencintai aku, seharusnya kamu mencintai mamiku juga! Dan ... Kalau kamu tidak mau menunggui mamiku opname, kembalikan gelang emas yang sudah kuberikan padamu!""Astaga! Kamu pelit sekali!""Bukan pelit tapi aku menggunakan logika. Kamu harus ke rumah sakit Griya Sehat, paviliun mawar. Aku sudah dalam perjalanan ke kantor karena ada meeting penting!"Dita melongo saat Herman memutuskan panggilan teleponnya secara sepihak. "Mas, Mas Herman! Tunggu ...!"Tut! Tut! Tut!Dengan ekspresi wajah yang tidak bisa dilukiskan deng
Read more
bab 15
Beberapa saat sebelumnya, Dinda baru saja sarapan dengan Windi, saat bi Inah masuk melalui pintu depan yang tidak dikunci. "Assalamualaikum, Bu Dinda.""Waalaikumsalam. Masuk, Bi. Saya sedang buru-buru karena akan mengantarkan Windi sekolah sekaligus berangkat dinas pagi. Sekaligus ada yang ingin saya sampaikan pada bi Inah," sahut Dinda berdiri dan menarik lengan bi Inah ke ruang belakang, tempat mencuci baju. Dinda menoleh ke arah Windi sekilas. "Sayang, kalau sarapannya sudah selesai, tunggu di depan rumah ya.""Iya, Ma," ujar Windi sambil menikmati nasi putih dan nugget ayam nya. Sementara itu Bi Inah menatap Dinda dengan penuh tanda tanya. "Ada apa, Bu? Kenapa Bu Dinda menyuruh saya untuk masuk lebih pagi?" tanya bi Inah bingung. "Apa saya melakukan kesalahan?" Dinda menatap ke arah Bi Inah lekat-lekat. "Bi Inah, saya akan menceritakan apa yang terjadi pada rumah tangga dan sekaligus meminta tolong Bi Inah.""Sebenarnya ada apa, Bu?""Suami saya selingkuh dengan Dita.""As
Read more
bab 16
"Dinda, HRD tempat Herman bekerja adalah teman baik ayah. Ayah tidak terima dengan perlakuan Herman padamu. Dulu sebelum kalian menikah dan masih dalam masa pendekatan, ayah lah yang membantu nya masuk ke perusahaan itu dengan bantuan teman ayah. Sekarang ayah akan membuatnya dipecat dengan tidak hormat melalui teman ayah juga dengan alasan moralitas pegawai!"Dinda menoleh ke arah ayahnya. "Tidak usah, Yah. Ayah tidak perlu mengotori tangan Ayah untuk membuat mas Herman dipecat. Lagipula tidak baik memutuskan rejeki orang. Kalau pun mas Herman dipecat, aku ingin mas Herman dipecat atas kesalahannya sendiri. Bukan karena peristiwa ini.""Apa kamu tidak sakit hati atas perlakuan suami kamu? Aku saja yang istrinya mas Chandra merasa sakit hati lo, Din. Masa kamu biasa aja sih?" tanya Via. "Wah, jangan tanya perasaan ku, Mbak. Aku bahkan sampai memposting video dan foto saat Dita, selingkuhannya mas Herman yang saling berkelahi dengan anggota arisan di akun sosial warung seafood tempat
Read more
bab 17
"Dit, kita harus mencari kontrakan segera. Kita kan tinggal di homestay ini sehari bayar seratus ribu. Sekarang sudah tiga hari dan kita belum juga dapat kontrakan baru," ujar Ambar dengan nada cemas pada Dita. Dita menghela nafas berat sambil menyandarkan punggungnya ke kursi kayu yang ada di kamar homestay nya. "Ibu benar. Tapi aku juga sedang pusing dan banyak pikiran. Rina baru saja dibully oleh teman-temannya yang mengatainya anak pelakor, aku juga diusir oleh maminya mas Herman yang tidak rela jika aku menjadi menantunya. Aku bingung, Bu."Ambar mendelik mendengar kata-kata Dita. "Teman Rina berani mengatai Rina? Padahal masih kelas dua SD! Kur*ng ajar! Kita pindah sekolah saja, Dit. Ibu tidak terima kalau cucu ibu dihina-hina. Kalau perlu ibu akan labrak teman Rina dan orang tuanya sekalian, agar tidak seenaknya pada Rina!""Hm, iya Bu. Nanti kita pikirkan hal itu. Aku sungguh bingung kita akan pindah kemana!""Kamu minta sama Herman saja. Kamu pernah bilang kan kalau Herman
Read more
bab 18
Dinda melajukan mobilnya dan berhenti di depan rumah mewah dan megah. "Permisi, Pak. Apa di sini rumah pak Adinata?" tanya Dinda dari balik kemudi saat kedua satpam menghentikan laju mobilnya di depan gerbang besar rumah itu. "Oh, benar. Nama ibu siapa dan ada perlu apa dengan pak Adi?" tanya salah satu satpam dengan tegas. "Nama saya Dinda. Saya kemari karena menemukan dompet atas nama pak Adinata dan akan mengembalikannya pada beliau."Kedua satpam yang ada di hadapan Dinda berpandangan. "Hm, baiklah. Tunggu sebentar, Bu."Dinda mengangguk lalu membelai rambut Windi."Kamu nggak apa-apa ikut mama kesini? Makan siang kamu tertunda kan?" tanya Dinda. Windi tersenyum. "Hm, nggak apa-apa, Ma. Windi memang pingin jalan-jalan dulu sekaligus ingin tahu pemilik dompet ini," sahut Windi. Dinda tersenyum. "Kamu jujur sekali, Sayang. Mama bangga padamu. Kamu memberikan dompet ini pada ibu padahal bisa saja kamu diam saja dan justru membuangnya."Windi tersenyum. "Kan mama yang mengajark
Read more
bab 19
"Hm, baiklah. Biar saya yang beli semuanya. Cash. Dan lebih baik saya sekarang datang ke rumah mbak Dinda untuk melihat rumah dan sawah itu. Bagaimana?"Dinda melongo dan tampak tidak percaya. "Baiklah. Deal!"Dinda menatap ke arah lawan bicaranya. "Apa pak Adinata serius ingin membeli semua aset saya tersebut?"Adinata tertawa. "Saya sebenarnya tidak suka mengulangi ucapan saya. Tapi baiklah kali ini saya akan mengulangi nya lagi, jadi dengarkan baik-baik ya mbak Dinda. Saya bersedia membeli rumah, sawah, dan mobil mbak Dinda, cash. Apa sudah jelas, Mbak?" tanya Adinata tegas. "Sudah jelas. Tapi yang saya belum mengerti kenapa pak Adi melakukan nya? Saya tidak mau kalau bapak membelinya karena merasa kasihan pada saya," ujar Dinda. Adinata menghembus kan nafas panjang. "Tadi kan mbak Dinda minta tolong saya untuk membantu penjualan aset. Sekarang begitu ada pembelinya, kenapa mbak Dinda justru ragu-ragu? Yang penting kan ada yang beli dan tunai. Kalau alasan untuk membeli, ya te
Read more
bab 20
Malam sebelumnya,"Ibu! Kita ketahuan!" seru Dita begitu sampai di homestay yang ditempatinya. Dita menghenyakkan pantatnya di kasur samping ibunya. Ambar mengerutkan keningnya. "Ketahuan gimana maksudmu?""Mas Herman dan maminya tahu kalau aku pura-pura hamil. Bahkan mereka memaksaku untuk USG. Aku tidak bisa mengelak lagi. Jadi saat mereka tahu kalau aku berbohong, mas Herman dengan tegas menolak menikahiku, Bu! Huhuhu! Bagaimana ini?!""Astaga! Kok kamu nggak ngeles sih saat mereka membawa kamu untuk USG! Gimana kehidupan kita selanjutnya? Biaya tinggal di homestay dan biaya makan sehari-hari terus berjalan. Kamu harus memaksa Herman untuk menikah!""Tapi dia sudah benar-benar tidak mau menikah denganku, Bu!"Ambar tampak berpikir sejenak. "Kalau begitu pak Andre! Dia kan juga suka sama kamu! Minta uang dan minta dia untuk mencari sekaligus membayarkan kontrakan untuk kita!" seru Ambar dengan bersemangat. "Ah, ibu ini. Dita takut dengan Bu Cici. Galak! Ngomong-ngomong bagaimana
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status