Semua Bab SEKRETARIS PENGHANGAT RANJANG PRESDIR DINGIN : Bab 21 - Bab 30
136 Bab
Pemeriksaan Dokter
"Jadi, gimana keadaan suami saya, Dok?" tanya Helen penuh antusias. Setelah memaksa dengan tangisnya bahkan mengancam pada Reni, akhirnya Dewa setuju untuk melakukan pemeriksaan.Dia pasrah mengikuti apapun perkataan istrinya itu. Dia juga penasaran kenapa miliknya tidak bisa bangun lagi saat berhubungan dengan Helen kemarin. Mendapati keadaan malam itu, Dewa juga sempat down, rasa percaya dirinya hilang. Dia takut kalian nanti akan berhubungan dengan Dinda, miliknya juga tidak berfungsi. Kan, dia bisa malu.Selama ini tidak ada yang meragukan keperkasaan Dewa. Meski sepanjang hidupnya hanya ada Helen, tapi wanita itu selalu merasa puas bahkan ketagihan pada permainan pria itu."Hasilnya akan keluar Minggu depan. Tapi, dari pemeriksaan, semua tampak bagus. Warna dan kekentalan cairan sp*rma yang dikeluarkan juga tidak ada masalah. Tapi, lebih bagus lagi, kita tunggu hasil lab Minggu depan."Mendengar keterangan dokter itu, perasaan Dewa sedikit lega. Hanya sedikit. Sebelum membuktika
Baca selengkapnya
Terapi Keperkasaan
"Maaf, ya kalau aku terus aja nyusahin kamu." Senyum Helen melengkung di bibirnya. Dind yang melihat hanya bisa membalas tersenyum dengan kaku. Kali ini apa lagi yang akan disampaikan wanita itu?"Ada apa, Bu? Kalau soal Pak Dewa, bukankah beliau sudah pulang ke rumah tiap hari?" tanya Dinda, gadis itu ingat kalau dulu yang dia curhat soal Dewa yang tidak mau pulang ke rumah.Helen menarik napas panjang sebelum buka suara. Masing menimbang apa benar tindakannya ini? Membuka aib suaminya di depan orang lain? Tapi dia perlu teman untuk mendengar kegelisahan di hatinya. Dia sudah menganggap Dinda sahabat, jadi rasanya sah saja kalau cerita, lagi pula dia yakin kalau gadis itu bisa menyimpan rahasia, ketimbang teman sosialitanya."Iya, sih, Din. Tapi, ada masalah lain dan aku perlu pendapat kamu.""Saya, Bu? Apa yang bisa saya bantu?" Perasaan Dinda mulai gak tenang. Setiap Helen mencarinya saja dia sudah gelisah, apalagi kalau sudah berhadapan begini. Dinda merasa jadi manusia paling mun
Baca selengkapnya
Dia anakmu?
Melihat wajah panik Dinda, Naka tidak mengajukan pertanyaan, meski hatinya begitu penasaran atas maksud kalimat Dinda.Sesekali, Naka menoleh ke arah gadis itu. Satu pemikiran berkelebat dalam benaknya. Anak? Anak siapa maksud Dinda? Apa gadis itu sudah punya anak? Kenapa dia tidak pernah bertanya soal status Dinda? Yang dia tahu, tidak mungkin Dewa menerima wanita yang sudah berkeluarga menjadi sekretarisnya. Atau mungkin Dinda pengecualian? Semua pertanyaan itu silih berganti muncul dalam benak Naka hingga mereka tiba di rumah sakit.Tanpa mengatakan apapun, Dinda segera keluar dari mobil, berlari kecil dari parkiran menuju lobi rumah sakit."P-ermisi, pasien anak, atas nama Leon Mahendra," tanya Dinda terbata-bata."Lantai dua, ruang Dahlia ya, Bu." Setelah mengucapkan terimakasih, Dinda bergerak cepat menuju lift. Naka setia mengikuti langkah Dinda tanpa buka suara. Hingga keduanya tiba di ruangan kelas tiga."Bu, kenapa lagi dengan Leon?" lirih Dinda menatap ke arah anaknya yan
Baca selengkapnya
Menikahlah Dengan ku
Dinda ikut tersenyum melihat Naka dan Leon. Keduanya bisa langsung akrab padahal baru bertemu. Selama Leon dirawat, Naka senantiasa datang ke rumah sakit menjenguk Leon sekaligus mengontrol kesehatan anak itu.Naka selaku dokter pasti sudah lebih mengerti perkembangan keadaan Leon, terlebih di rumah sakit ini Naka mengenal dokter yang mengurus Leon."Kamu tidak ikut gabung?" Suara Diana membawa kepala Dinda menoleh ke belakang. Ternyata Diana juga memperhatikan dirinya sejak tadi."Ah, Ibu....""Naka baik. Ibu bisa melihat kalau dia tulus padamu."Dinda diam, tidak menjawab perkataan ibunya. Biasanya insting ibunya sangat akurat. Dia juga yakin kalau Naka pria yang baik, Dinda tidak ragu sedikitpun. Tapi, dia belum siap menerima cinta pria itu. Memikirkan perkataan ibu tadi, jangan sampai Naka bicara pada Diana dan mengatakan niatnya untuk melamar Dinda. Wanita paruh baya itu akan melonjak kegirangan."Hey, kamu dengar gak ibu ngomong?""Iya, Ibu. Tapi dia bukan tercipta untukku. Nak
Baca selengkapnya
Pembuktian Bukan Pria Impoten
Senyum kepuasan serta lega yang tidak terkira mengembang di bibir Dewa. Dia tidak pernah sebahagia ini mengetahui kebenaran tentang sesuatu hal.Dia melirik Dinda yang tertidur setelah kelelahan yang disebabkannya. Napas gadis itu halus, tatapan Dewa jatuh ke dada gadis itu yang sejak tadi menjadi mainnya, naik turun mengikuti tarikan dan hembusan napas Dinda.Dia memiringkan tubuhnya. Keduanya berada di bawah satu selimut yang sama setelah bermain peluh. Tanpa sungkan, Dewa melingkarkan tangan di perut rata Dinda, lalu mencium puncak kepala gadis itu."Terima kasih, Dinda. Kamu sudah membuktikan kalau aku bukan pria impoten!" bisiknya kembali mengulang ciuman di pucuk kepala gadis itu yang masih terlelap.Fix! Dewa tidak impoten seperti yang disangkakan Helen padanya. Terbukti, dia sudah dua kali mencetak gol ke gawang Dinda. Begitu lidah gadis itu bermain liar di dalam mulutnya, milik Dewa langsung menegang, membuktikan dia masih bisa produktif.Sebuah pemikiran kini membuat kedua u
Baca selengkapnya
Kau hanya milikku!
Dewa memang cerdas, sekejap dia bisa mencari alasan atas pertanyaan Helen hingga tidak perlu khawatir lagi."Mungkin digigit serangga, gatal jadi aku Garut. Udah, gak penting."Keempatnya memutuskan untuk makan malam sebelum pulang. Dinda sempat mengusulkan agar dia dan Naka pulang saja, tapi Helen melarang."Kita makan dulu, lagian jarang kita bisa double date kayak gini. Please, Din."Seperti kerbau dicucuk hidungnya, Dinda akhirnya mengangguk. Mereka duduk melingkar, mengitari meja bulat di satu cafe yang ada di mall itu. Sialnya, Dinda berada di tengah Dewa dan Naka. Dinda mengutuk kebodohannya, kenapa memilih tempat itu.Naka dan Helen jadi perwakilan mereka dalam memesan makanan. Keduanya lebih atraktif, sementara Dewa dan Dinda hanya menjadi penonton, duduk diam mendengarkan.Kata orang tua, jangan bengong, nanti kemasukan setan. Dinda terpekik kaget dari lamunan panjangnya kala sebuah tangan 'nemplok' di pahanya, meraba dan meremas dari luar Jeansnya."Kamu kenapa, Din?" Hele
Baca selengkapnya
Sekutu Helen
"Helen!" panggilan itu berhasil membuat wanita cantik itu menoleh ke belakang, melihat pemilik suara yang ternyata dia kenal, membuatnya tersenyum.Hari ini Helen berencana ingin membeli hadiah ulang tahun untuk Dewa yang akan jatuh tiga hari lagi. Tanpa sepengetahuan Dewa, Helen sudah merencanakan pesta ulang tahu untuk pria itu."Rizal? Ini beneran kamu?" tanya Helen mengerjapkan mata beberapa kali, memastikan kalau pria yang ada dihadapannya ini memang Rizal sahabat suaminya, sekaligus juga temannya.Mereka bertiga dulu kuliah di kampus yang sama hanya beda jurusan dan tingkatan. Pacaran dengan Dewa membuat Helen akhirnya juga kompak dengan Rizal."Iyalah, memangnya kamu pikir siapa?" Pria itu tersenyum, tampak binar di matanya, pertanda gembira bisa bertemu dengan Helen."Kamu ada di sini? Bukannya kamu di Jerman?""Aku udah pulang. Masa kerjaku di sana sudah selesai dan Papa ingin mengalih tugaskan aku di perusahaannya."Helen mengangguk. Dia juga senang bisa bertemu dengan Rizal
Baca selengkapnya
Investigasi
"Ada apa kamu kemari?" tanya Dewa sedikit terkejut melihat Rizal muncul di kantornya. Dewa segera meninggalkan meja kerjanya demi menyambut sahabatnya itu."Apa aku udah gak boleh datang? Kalau aku mengganggu, lebih baik aku pulang aja."Dewa menyeringai, jelas dia tahu kalau Rizal hanya bercanda. Dewa mengajak Rizal untuk duduk di sofa. Lebih nyaman untuk berbincang."Aku datang untuk meminta saramu. Perusahaan lokomotif mengajakku untuk investasi, bagaimana menurut mu?" tanya Rizal serius.Keduanya pun terlibat dalam bincang seru. Di dunia bisnis, sepak terjang Dewa memang sudah tidak diragukan lagi. Rizal pun mengagumi serta mengakui kemampuan sahabatnya itu."Apa kau gak akan menawarkan minuman padaku? Kopi, teh? Ayolah, aku ini tamu," goda Rizal yang membuat Dewa tersenyum.Dia beranjak ke mejanya, menekan tombol merah di unit panggilan yang langsung masuk pada Anita."Buatkan dua cangkir kopi!"Saat Anita masuk membawa nampan dengan dua cangkir kopi di atasnya, Rizal memperhatika
Baca selengkapnya
Diangkat jadi Anak
"Sayang, sebenarnya dia anak siapa?" tanya Helen sedikit berbisik. Dia melihat Dewa begitu dekat dengan anak itu. Helen tebak, tidak mungkin bocah itu anak teman mereka, karena dari penampilannya saja terlihat sedikit lusuh."Dia Leon, tak sengaja aku bertemu dengan nya. Anak cerdas, tapi sayang nasibnya sedikit menyedihkan, karena sering dikerjai oleh teman-temannya," ucap Dewa sembari tersenyum dan mengacak rambut lurus Leon.Dewa mengajak Leon duduk di bersama mereka, lalu meminta Helen memesan makanan."Kenapa kamu bisa dijahili mereka lagi?"Terlihat Leon menghela napas, sikapnya sudah seperti pria dewasa saja. Geraknya membuat Dewa tersenyum."Kata mereka, aku mau ditraktir, Fikri ulang tahun, nyatanya aku dibohongi," ucap Leon mendelik kesal ke arah teman-temannya yang saat ini juga tengah mengamati Leon."Tapi kamu 'kan udah pernah dijahili mereka. Masih terjebak juga sama tipu muslihat mereka?""Farid bilang, dia gak akan menjahati ku lagi karena Oma udah marahi dia waktu itu
Baca selengkapnya
Aku Tahu kamu Selingkuhan Dewa!
"Kamu bukannya sekretaris Dewa? tegur Rizal saat tanpa sengaja bertemu Dinda di sebuah toko buku. Besok wanita itu akan pulang, jadi dia mampir ke toko buku, membeli beberapa buku yang dipesan ibunya, untuk keperluan sekolah.Mereka yang memang tinggal di pinggiran kota kesulitan jika harus mencari di sekitar daerah mereka.Dinda memicingkan mata, memperhatikan Rizal dengan seksama. Rasanya, dia memang pernah bertemu pria itu, tapi lupa dimana."Kamu lupa padaku? Aku Rizal, teman Dewa. Kita pernah ketemu di ruangan Dewa.""Oh, maaf, Pak..Saya benar-benar lupa. Bapak apa kabar? Lagi baru buku juga?" tanya Dinda basa basi."Iya, nih," ucapnya sembari mengangkat buku tebal yang ada di tangannya. Dinda sempat membaca, kiat sukses bagi pemula untuk berkecimpung di dunia bisnis."Wah, berat banget bacaannya, Pak," jawab Dinda tersenyum ramah. Meski Rizal terlihat ramah padanya, tapi entah mengapa sorot tajam pria itu terlihat begitu ingin mengulitinya. Jujur, Dinda merasa tidak nyaman."Bai
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
14
DMCA.com Protection Status