All Chapters of Surgaku Yang Hilang: Chapter 31 - Chapter 40
110 Chapters
Bab 31. Akhirnya Sikap Aslinya Terlihat
Nabila terhenyak tak percaya dengan perkataan Ilham. Kedua matanya mengembun lalu tanpa aba buliran bening mengalir begitu saja di pipinya. "Mas, kenapa gitu? Apa salahku? Aku cuma ngebela diri, Mas. Bukan aku dulu yang mulai, kenapa Mas tega banget sama aku? Mas jahat," gerutu Nabila kesal. "Turun di sini, Nab! Pesan taksi online, kamu pulang ke rumah!" ucap Ilham dengan tegas. "Mas kok tega banget sama Nabila? Aku ini juga istrimu, Mas! Kita baru 3 hari menikah dan Mas udah mau menelantarkan aku? Aku nggak terima dengan semua perilakumu ini, Mas! Pulangin aja aku ke rumah Abah, Mas! Pulangin," balas Nabila lalu menangis tersedu-sedu. "Arghh..." Ilham mengacak rambutnya frustasi. "Mas bingung, Nab! Bingung! Pusing kepala Mas ini!" Ilham memukul setir mobil dengan keras lalu memejamkan kedua matanya. Nabila hanya terdiam seraya menundukkan kepala. Air matanya
Read more
Bab 32. Selamat Tinggal Sayang
Di rumah sakit kini Siska sedang kesakitan akibat robeknya kulit punggung tangannya dan membuat urat nadinya juga ada yang tertarik. Tapi, Siska lebih menghawatirkan dengan keadaan kandungannya. Sedari pagi wakru ia sadar perutnya sudah sangat sakit. "Sus, apa calon anakku baik-baik saja?" Suster yang sedang mengobati luka di punggung tangan Siska hanya tersenyum tipis sembari menggelengkan kepalanya. "Maaf, Mba. Saya nggak tau mengenai keadaan kandungan, Mba," balas Suster itu. "Permisi." Dokter cantik berjilbab biru dongker masuk ke dalam, saat melangkahkan kaki pertamanya ia menghela napas lalu tersenyum ramah pada Siska. "Sudah sarapan belum, Mba?" tanya Dokter. "Belum, Dok." "Loh, ini tangannya kenapa?" Dokter mengeryitkan dahinya heran. "Tadi ada sedikit kecelakaan, Dok. Tapi, sudah saya obatin. Cuma robek sedik
Read more
Bab 33. Kunci Ketenangan Hati
Sunyi senyap menyelimuti relung dada Siska. Bahkan untuk bernapas kini pun ia sangat kesulitan, seolah ada bongkahan bantu besar yang mendarat di dadanya. Tak ada lagi yang dapat ia harapan dari Ilham dan tak ada lagi alasan untuk ia tetap mempertahankan rumah tangganya. Kini yang tersisa hanya rasa sakit dan kepahitan. Ini akan menjadi sebuah hal yang tidak mungkin akan terlupakan begitu saja. Kepedihan yang teramat dalam ini membuat Siska trauma dengan suatu hubungan. Kepercayaannya kepada Ilham sudah hancur, hanya ada rasa muak yang kini ia rasakan. "As-astagfirullah." Beberapa kali Siska mengelus dadanya sembari terus beristigfar, berharap rasa sesak di dalam dadanya sedikit berkurang. "Ndok, Ibu jadi bingung, di sini kita udah nggak ada siapa-siapa. Nggak ada kerabat atau siapa yang bisa jagain kamu di sini. Bapak juga nggak mungkin ditinggal lama-lama sendirian di kamar," u
Read more
Bab 34. Mengambil Keputusan
Kedua bola mata Siska membulat sempurna, ia sedikit terhenyak dengan kehadiran Ilham. Bahkan ia sendiri lupa sedari kapan ia tertidur sampai tak mengetahui kedatangan Ilham. Saat melihat jam dinding waktu sudah menunjukan pukul 12:45 dan ia memang benar-benar tidak ingat sejak jam berapa ia terlelap. "Sejak kapan Mas Ilham datang?" gumam Siska lirih lalu mengambil air putih untuk meredakan dahaganya. Glek... Glek... Glek... "Alhamdulillah, kayaknya aku ketidurannya lama banget sama tenggorokanku sangat kering seperti ini." Saat Siska hendak mengembalikan gelas yang ia gunakan untuk minum tanpa sengaja justru ia menyenggol mangkuk buah hingga mangkuk itu terjatuh ke lantai. Prank... "Astaghfirullah," ucap Siska sembari memejamkan kedua matanya. Ilham yang mendengar suara pecahan itu pun langsung terkesiap dan beranjak
Read more
Bab 35. Nasib Baik Sedang Tidak Berpihak
Setelah membersihkan pecahan mangkuk Ilham pun duduk di kasur beroda tempat Siska terbaring miring membelakangi Ilham. Untuk beberapa saat Ilham membiarkan istrinya itu untuk diam terlebih dahulu agar pikirannya. "Ya Rabb, bantulah hambamu ini! Hamba tidak mau berpisah dengan Siska, Ya Rabb. Berilah hamba solusi untuk menangani masalah ini, hamba benar-benar bingung. Kalau memangh Siska mau agar hamba berpisah dengan Nabila itu juga tidak mungkin hamba lakukan. Ini sudah amanah dari Abahnya agar hamba menjadi suami yang akan siap siaga untuk menjaga dan membahagiakannya. Astaghfirullah,hamba sangat bingung," batin Ilham seraya memijat keningnya dengan perlahan. Semua tidak sesuai dengan ekspetasinya. Keluarganya sudah berada di ujung tanduk sedangkan istri keduanya tidak bisa diajak bekerja sama untuk membujuk dan meluluhkan hati Siska agar mau menerima kehadirannya. Justru ia membuat masalah besar yang membuat Siska san
Read more
Bab 36. Usaha Membujuk Siska
Ilham tidak mengizinkan Siska untuk di rawat di rumah dalam waktu dekat ini. Keadaannya masih belum stabil dan masih perlu pengawasan dokter. "Nggak, Siska! Mas nggak akan kerja dulu untuk beberapa hari ke depan. Mas akan ambil cuti, kamu dan anak kita jauh lebih penting dari itu. Jadi, kamu nggak perlu di rawat di rumah. Keadaanmu belum membaik, masih perlu pengawasan dokter," jelas Ilham lalu kembali meraih tempat makan.                                       "Mas katamu tabunganmu sudah habis, kalau ambil cuti nanti gaji Mas di potong. Jadi, lebih baik Mas berangkat kerja aja!" balas Siska. Ilham terdiam sesaat, ia teringat bahwa kini ada dua tanggung jawab yang harus ia berikan kepada kedua istrinya. Jika ia mengambil cuti lagi bis
Read more
Bab 37. Membesuk Bapak
Setelah selesai makan siang dan meminum obat Siska didorong menggunakan kursi roda untuk menuju kamar nomor tiga, tempat di mana Bapaknya Siska di rawat. Awalnya Siska ragu untuk masuk ke dalam karena takut jika Bapaknya tau kondisi putri semata wayangnya juga sedang tidak baik-baik saja akan membuat kondisi Bapak semakin parah. "Jadi, mau liat Bapak engga?" tanya Ilham saat sudah berada di depan pintu. "Gimana ya? Perasaanku justru nggak tenang, baru kemarin Bapak masuk rumah sakit pasti keadaanya belum begitu pulih. Kalau Bapak tau aku sedang tidak sehat begini aku takut memperburuk keadaan Bapak," balas Siska cemas namun, di sisi lain ia ingin sekali melihat dan memastikan kondisi orangtuanya. Orangtua yang selalu mensupport segala apa pun yang telah menjadi pilihan hidupnya. Bagi Siska memiliki orangtua seperti Bapak adalah suatu hal yang patut di syukuri, karena selama ini belum pernah Siska dib
Read more
Bab 38. Kemarahan Ibu
"Bu..." panggil Bapak seraya meletakkan tangan kanannya di atas punggung tangan Ibu dan menganggukkan kepalanya sekali. Ibu menghela napas kasar lalu kedua sorot matanya melihat Ilham sekilas dan kembali lagi melihat Bapak dengan seksama. "Bapak harus tegas sama Ilham! Nggak bisa Ibu liat Siska kayak begini, Pak! Nggak tega, Ibu!" "Iya, Bu! Bapak juga lagi berusaha buat cari jalan keluarnya. Ibu sabar dulu, jangan mengambil keputusan saat marah to, Bu! Nanti bisa-bisa justru salah," tutur Bapak. Ilham yang melihat berdebatan mertuanya itu hanya bisa diam tanpa berani menyela pembicaraan. Ia sendiri juga kebingungan dengan ini, tapi jika keputusan yang Bapak ambil nanti sama dengan apa yang Siska inginkan sudah pasti Ilham tidak akan bisa menerimanya begitu saja. Walau yang telah terjadi ada kesalahannya, ia tetap tidak mau perceraian yang akan dijadikan jalan keluarnya.&n
Read more
Bab 39. Terlalu Percaya Diri Itu Tidak Bagus
Siska langsung terbangun dari lamunannya dan menoleh ke arah kanan. Ibu duduk di kursi taman dengan tangan kiri yang masih berada di atas bahu Siska. Sorot matanya terlihat jelas bahwa Ibu sedang kecewa, bahkan suara napasnya terdengar begitu menggebu. "Ada apa, Bu?" tanya Siska dengan lemah lembut seraya menarik kedua tangan Ibunya lalu menggenggamnya dengan erat. Ibu hanya menghela napas lalu memalingkan wajahnya. "Apa Siska ada salah sama Ibu?" "Nggak, Nduk." Ibu menggelengkan kepalanya ringan. "Terus Ibu kenapa? Siska jadi bingung." "Suami sangat keterlaluan, Nduk. Ibu kok jadi nggak tega sama kamu," kata Ibu dan kini beliau menatap putri semata wayangnya itu dengan nanar lalu kedua matanya mulai mengembun. Dengan berat hati Siska mencoba menarik kedua sudut bibirnya seraya menghela napas lalu mengusap punggung tangan Ibu.&nbs
Read more
Bab 40. Kebijaksanaan
Ilham tertegun sesaat lalu dengan susah payah menelan tali safinya. "Apakah aku terlalu percaya diri? Aku rasa itu nggak papa dan memang perlu," batin Ilham dengan yakin seraya mengernyitkan dahinya. "Bapak dan pak kyai sama-sama mertuamu sekarang ini, Ham. Dan apakah kamu tahu saat kami dengan segenap hati memberikan putri kami kepadamu yang bahkan kami sendiri tidak mengenalmu seratus persen, bagimana sikap dan perilakumu. Dalam genap kami sebagai orangtua terbersit apakah kamu bisa memperlakukan anak perempuan kami minimal seperti kami memperlakukan dia, menjaga dan membahagiakan dia? Kamu juga seorang Bapak, Ham. Mempunyai anak perempuan, jadi bisa lah kamu memikirkan ini baik-baik," ujar Bapak lalu menghembuskan napasnya sembari menyederkan tubuhnya. Seolah Ilham bergitu tertampar dengan pernyataan yang baru saja Bapak lontarkan kepadanya itu. Ia juga seorang Bapak yang mempunyai anak perempuan. Tiba-tiba saja semua
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status