Semua Bab Surgaku Yang Hilang: Bab 11 - Bab 20
110 Bab
Bab 11. Kehilangan Kandungan
Terdengar suara mobil yang baru keluar dari bagasi. Ilham mengeryit heran seraya melepaskan kedua tangannya yang berada di pipi Nabila. "Kenapa, Mas?" tanya Nabila, ia merasa sedikit kesal karena Ilham dengan tiba-tiba langsung menjauhkan wajahnya dan melepaskan tangannya. Kedua bola mata Ilham bergerak ke sana ke mari, ia langsung bangkit dari kasur tanpa menjawab pertanyaan dari istri mudanya itu. "Mas..." panggil Nabila yang juga ikut bangkit dan mengikuti langkah Ilham yang berjalan menuju ruang keluarga. "Ada apa, Mas? Kenapa dari tadi Nabila tanya Mas Ilham nggak jawab apa-apa," keluh Nabila lalu menghembuskan napasnya lesu. "Maaf, Nab! Bukan maksud Mas nggak mau jawab tapi... Mas lagi bingung, seperti Siska keluar. Kunci mobilnya yang ada di atas sarkas juga tak ada, mau kemana dia? Kenapa tidak memberitahuku dulu?" balas Ilham dan segera mengambil kun
Baca selengkapnya
Bab 12. Kecemasan dan Was-was
Ilham dengan cepat langsung melajukan kendaraannya menuju rumah mertuanya. Walau ia tak begitu yakin bahwa istrinya itu ada di sana namun, ia tetap menuju ke rumah mertuanya itu terlebih dahulu untuk memastikan. Karena, Siska memang tak mempunyai siapa pun kecuali kedua orangtuanya itu. "Ya Allah, sayang.... kok nggak pamitan dulu sama, Mas?" gumam Ilham lalu mengembuskan napasnya lesu. "Apa.... tadi Siska melihatku dan Nabila, ya?" "Arhggg... bodoh sekali aku ini," sesal Ilham lalu, menambah kecepatan kendaraanya. Ia mengendari sebuah motor Vario berwarna putih yang sudah ia punyai sebelum menikah dengan Siska. Karena, memang hanya ada satu mobil yang ia miliki dan kini telah dibawa oleh Siska yang Ilham sendiri pun tak tahu kemana istrinya itu pergi. "Mas harap kamu hanya pergi ke rumah bapak, Sayang! Mas nggak akan bisa hidup tanpa kamu dan putri manis kit
Baca selengkapnya
Bab 13. Menjelaskan Pada Ibu dan Bapak
Mana mungkin Siska bisa ihklas begitu saja dengan keadaan yang telah menimpanya? Ia bisa saja mengikhlaskan suaminya itu tapi ia tidak akan pernah mau untuk dimadu, lebih baik ia bercerai saja dengan Ilham dari pada harus menderita sepanjang hari melihat suami dan adik madunya itu bersamaan di depan kedua mata kepalanya.                                Memang ada yang mampu menahan rasa cemburu? Mustahil jika ada wanita yang tak cemburu melihat suaminya bersama dengan wanita lain. Kecuali, memang tak mempunyai rasa sedikit pun kepada suaminya itu. "Siska.... ayo lah! Mas mohon... turun ya, Sayang! Nggak enak sama bapak," bujuk Ilham dengan suara lemah lembutnya. "Sudah lah, Mas! Cukup! Aku tak tahan dan aku tidak akan pernah bisa satu atap dengan gundikm
Baca selengkapnya
Bab 14. Kecewa
Bapak menggeleng tak percaya dengan apa yang baru Ilham katakan, ia tersenyum getir lalu membuang pandangannya. "Memangnya apa kesalahan Siska sampai kamu tega memadunya?" tanya Bapak yang masih mencoba mengontrol emosinya. "Siska nggak salah apa-apa, Pak. Ini semua terjadi karena musibah," balas Ilham lirih dan masih bersimpuh di kaki Bapak dengan segala rasa sesalnya. "BOHONG!" sahut Siska yang langsung menatap Ilham dengan penuh amarah dan gejolak api di dada yang sedari tadi masih membara akibat melihat suaminya itu mencumbu adik madunya. Seluruh orang kini memandang Siska, wanita malang yang bernasib tak beruntung ini kini sedang mencoba menyeka air matanya. Dadanya bergerak naik turun dengan cepat sembari sesekali menahan sesenggukan. "Dia..." Tunjuk Siska pada Ilham dengan kedua mata yang sudah membesar akibat sembab itu masih saja terus mengeluarkan cairan bening yang ter
Baca selengkapnya
Bab 15. Lebih Sakit Luka Yang Kau Beri
Seketika kedua mata Ibu dan Bapak membelalak mendengar kata 'anak' yang keluar dari mulut Siska. Baru tadi pagi Siska mengetahui bahwa ia sedang mengandung hingga harus menunggu calon anaknya itu lahir terlebih dahulu sebelum menggugat cerai suaminya. Dengan itu, ia tidak bisa tinggal di rumahnya sendiri selama adik madunya masih berada di sana. Yang ada Siska justru akan kehilangan bayinya jika selalu tekanan batin hingga tak mengisi perutnya karena sudah merasa kenyang dengan segala masalah yang ada. Dengan segala rasa hati yang harus ia terima ketika melihat suami dan adik madunya bersama tepat di depan matanya. Menyakitkan, bukan? Siapa yang akan tahan melihat suami tercinta bersama dengan wanita lain? Tidak mungkin ada.... "Siska sedang mengandung, Pak... Bu...." ucap Ilham dengan tatapannya yang masih tertuju pada Siska. "Sejak kapan? Sudah usai berapa minggu? Kenapa tidak
Baca selengkapnya
Bab 16. Jangan Merayu
Seketika kedua mata Ibu dan Bapak membelalak mendengar kata 'anak' yang keluar dari mulut Siska. Baru tadi pagi Siska mengetahui bahwa ia sedang mengandung hingga harus menunggu calon anaknya itu lahir terlebih dahulu sebelum menggugat cerai suaminya. Dengan itu, ia tidak bisa tinggal di rumahnya sendiri selama adik madunya masih berada di sana. Yang ada Siska justru akan kehilangan bayinya jika selalu tekanan batin hingga tak mengisi perutnya karena sudah merasa kenyang dengan segala masalah yang ada. Dengan segala rasa hati yang harus ia terima ketika melihat suami dan adik madunya bersama tepat di depan matanya. Menyakitkan, bukan? Siapa yang akan tahan melihat suami tercinta bersama dengan wanita lain? Tidak mungkin ada.... "Siska sedang mengandung, Pak... Bu...." ucap Ilham dengan tatapannya yang masih tertuju pada Siska. "Sejak kapan? Sudah usai berapa minggu? Kenapa tidak
Baca selengkapnya
Bab 17. Masuk Rumah Sakit
"Ya Allah, jaga Bapak hamba. Semoga tidak ada hal buruk apa pun yang akan menimpanya," ucap Siska penuh harap sembari meneteskan air matanya.   Drrrtttttt... Drrrttttt...   "Mas... Ilham?" Siska mengeryitkan dahinya heran.   "Baru aja dia keluar gerbang, kok udah nelpon aja?"   "Hallo, Mba...."   "Loh... kok dia? Oh ponsel Mas Ilham ditinggal di rumah," gumam Siska seray memutar bola matanya malas.   "Ada apa?" tanya Siska dingin.   "Mas Ilham lagi sama Mba Siska enggak? Tadi si bilangnya mau nyari Mba Siska, aku takut terjadi apa-apa dengan dia, mana ponselnya ditinggal di rumah," ujar Nabila dari seberang ponsel Siska yang terdegar cukup keras karena Siska telah menambah volume suaranya.   "Iya, Mas Ilham denganku, tapi tadi...."   "Terus sekarang? Sekarang Mas Ilham udah nggak sama Mba Siska? U
Baca selengkapnya
Bab 18. Siska Atau Nabila
"Mas tidak mau bercerai denganmu, Sis. Mas juga nggak bisa menceraikan Nabila begitu saja....." Ilham menjeda ucapannya sebelum melanjutkan kembali, sedangkan Siska hanya terdiam tanpa melihatnya sedikit pun. "Mas udah terlanjur janji sama pak kyai buat jagain Nabila sampe kapan pun. Jadi, kalau jalan satu-satunya yang kamu mau adala cerai, maaf Mas nggak bisa ngelakuin itu. Mas nggak bisa pilih salah satu diantara kalian," lanjutnya lalu menarik lengan Siska agar berhadapa dengannya. Seketika Siska langsung membalikkan tubuhnya, menatap wajah Ilham sekilas lalu beralih menatap jendela. "Mas dulu juga janji sama Bapak buat selalu buat aku bahagia. Tapi... buktinya apa, Mas? Mas justru menorehkan luka yang teramat mendalam di hatiku. Mas mengingkari janji Mas sendiri dan sekarang Mas seolah tak mau menceraikan Nabila juga beralasan dengan janji yang udah Mas buat dengan pak kyai. Sedangkan Mas Ilham sendiri mengingkari ja
Baca selengkapnya
Bab 19. Aqila Malang
(POV Siska) Waktu sudah menunjukkan pukul 21:20, Aqila tetap merengek meminta untuk pulang bertemu dengan ayahnya. Wajar saja, sudah berhari-hari ia tak bertemu dengan ayahnya itu dan hanya semalam saja, itu juga hanya sebentar. Pastinya Qila masih sangat merindukan Mas Ilham. Aku jadi bingung sendiri, bukan tak mau mengabulkan permintaan putri manisku ini. Hanya saja hatiku akan kembali sakit ketika melihat wanita itu, wajahnya yang begitu terlihat polos rasanya ingin ku cakar saja. Apalagi mengingat cara bicaranya tadi yang mulai berani denganku, aku rasa dia akan semakin berani lagi jika waktu Mas Ilham dihabiskan dengan aku dan Aqila. "Bunda, Qila mau sama ayah, Bunda." Aqila masih saja terus merengek seraya menarik-narik lengan bajuku. "Besok ya, Sayang! Besok ayah pasti ke sini lagi, ya. Sekarang Qila tidur dulu, ini udah malem, Sayang!" ucapku lalu ku
Baca selengkapnya
Bab 20. Kesayangan Bunda
(PoV Siska)   Ternyata Mas Ilham tak mendengar apa yang sudah aku katakan, entah ditaruh dimana ponselnya. Aku benar-benar kesal, lalu apa fungsinya aku ke sini jika wanita itu tetap juga ikut ke rumah bapakku?                         Aku pun segera mengakhiri panggilan teleponnya, ku tarik napasku dalam lagi dan mencoba menenangkan pikiranku.   Ku tatap lekat kedua mata anakku yang dipenuihi dengan genangan air. Ku usap dengan lembut seraya tersenyum simpul.   "Bunda.... ayah beneran ke sini, kan?"   "Iya, Sayang... sebentar lagi ayah juga sampe, kok. Kamu sabar dulu, ya!"   "Iya, Bunda." Qila mengangguk seraya tersenyum lebar, begitu senangnya putriku mengetahui ayahnya akan ke mari.   Walau dadaku terasa sesak karena Mas Ilham
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status