All Chapters of Sang Pewaris Buta : Chapter 41 - Chapter 47
47 Chapters
Empat Puluh Satu
Winda berdiri melihat ke arah Jovan dan Jono bergantian dengan senyuman manis. Matanya berkedip dan melangkah maju."Begini, Pak. Saya datang bukan untuk membicarakan masalah pekerjaan. Jika diijinkan ada hal yang ingin saya sampaikan," kata Winda penuh percaya diri."Benarkah begitu? Soal apa?"Winda melirik ke arah Jono sebentar."Saya merasa sangat tidak adil karena sebagai istri Jono dahulu, saya tidak mengetahui apapun soal keluarganya. Setidaknya saya juga ingin tahu dan memiliki keluarga meskipun itu cuma bekas suami, bukankah begitu?"Jono langsung menyebik, memangnya apa yang harus disesalkan, hubungan itu sudah berakhir dan sekarang dia bahkan mengaku sebagai orang yang tertipu?"Uhmm, aku masih tak mengerti," jawab Jovan."Begini, waktu itu kehidupan kami sangatlah sulit, bahkan Jono mengalami buta yang membuatku sangat kesulitan. Akan tetapi akulah yang bekerja memenuhi semua kebutuhannya, aku tidak pernah menyangka dia menyembunyikan sesuatu," kisahnya.Jono langsung ters
Read more
Empat Puluh Dua
Melihat Jono begitu serius mengatakannya, Jovan akhirnya menghempaskan nafasnya kuat."Entahlah, apakah aku terlalu tua untuk cemburu, Jonathan? Apakah ayahmu tidak berhak untuk merasa kecewa?"Jono merasa bersalah, melihat raut ayahnya yang terlihat sedih dan layu. Padahal baginya,. ayahnya adalah orang yang begitu tegar dan setia, kenapa ibunya begitu tega?"Menikah saja dengan perempuan lain, aku lebih setuju.""Hahahaha, kau pikir menikah membuat ayah melupakan ibumu? Enggak putraku, itu justru akan lebih menyakiti istriku kelak karena aku masih memikirkan ibumu."Tiba-tiba saja ayahnya tergelak mendengar usulan Jono untuk menikah lagi. Bukan apa-apa, pria tua itu bisa melihat bibir kebencian di mata putranya. Itu tidak boleh terjadi!"Ah sudahlah, terserah ayah saja," rutuk Jono kesal.###Laila merasa sedikit segar setelah minum obat dan tertidur pulas beberapa waktu lamanya. Iapun melihat ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul sebelas siang. Lalu dengan sedikit tenaga ia me
Read more
Empat Puluh Tiga
Luapan emosi Laila terlihat jelas. Padahal biasanya Laila sangat bisa menutupi rasa marah dan emosional. Setelah mengatakannya iapun membalas tatapan Jono dengan cukup tajam."Laila, apa maksudmu sebenarnya? Hubungan apa yang kau maksud?" tanya Jono tak mengerti."Benarkah? Kau pasti sedang berpura-pura untuk membuatku semakin bodoh dalam sandiwara kalian. Sudahlah, mari kita bercerai dan aku akan mengembalikan seluruh biaya yang kau keluarkan untukku.""Tapi Laila, aku sungguh tidak punya hubungan dengan siapapun. Percayalah... aku juga menjaga pernikahan ini sebaik mungkin. Bagaimana bisa kau menuduhku seperti itu?"Mereka berhadapan dan saling menatap satu sama lain.Laila menatap tajam ke arah Jono sementara Jono membalas menatapnya dengan tatapan tak mengerti."Bukankah hubungan kalian sangat kentara? Kenapa kau masih mangkir?" ketus Laila."Kalian _kalian_ Aku sungguh tak tau siapa yang kau maksud dengan kalian, Laila. Tolong lebih jelas lagi, hmm?" kesal Jono karena masih tak
Read more
Empat Puluh Empat
Laila mencubit pelan lengan Jono yang membuat pria itu terkekeh.Siapapun akan mengira mereka adalah pasangan yang romantis dan mesra. Pada saat sedang saling berbisik, seorang wanita datang dengan pakaian dan penampilan yang sedikit mencolok.Dia memperhatikan apa yang ada di hadapannya sedikit memicingkan matanya. Ia seperti mengenali wanita yang berada di sisi Jono namun tidak terlalu yakin.Setelah cukup dekat,. sekarang ia baru menyadari siapa sebenarnya wanita tersebut."Bukankah kamu Laila? Gadis yang menjadi pembantuku dulu?" Suara Winda membuat banyak orang memperhatikan dan melihat kearah mereka.Jono sedikit tersentak dan Laila juga menoleh ke arah Winda."Bu Winda... uhmm..."Tangan Jono reflek menarik Laila dan menyembunyikan Laila di belakang tubuhnya. Ia tau Winda tidak akan bersikap baik pada Laila."Ooh, jadi kamu ini berkerja denganku punya maksud tertentu ya? Kamu mengincar suamiku? Atau sebenarnya... suamiku yang menjanjikan sesuatu padamu?" kata Winda dengan emos
Read more
Empat Puluh Lima
Jono tersenyum, mengingat betapa terkejutnya dirinya saat itu karena tiba-tiba saja ada seseorang yang mengaku-ngaku sebagai ayahnya. Kisah tragis dalam hidupnya selalu saja melayang dalam ingatannya. Tidak, ia bahkan tidak pernah tahu rasanya punya orang tua, sehingga ia tidak yakin apakah memiliki ayah penting baginya saat itu. "Cukup rahasia, karena sangat memalukan menjalani hidup sebagai anak tanpa orang tua yang jelas. Aku bahkan mengira tidak akan pernah bertemu dengan kedua orang tuaku seumur hidupku. Akan tetapi takdir mengatakan hal yang berbeda." "Dari sekian banyak anak yatim mungkin hanya sedikit yang berharap bisa bertemu dengan kerabat apalagi salah satu orang tuanya. Terkadang mereka bahkan hanya sebatang kara," lanjutnya dengan raut wajah yang sedih. "Ah, itu bukan apa-apa dibandingkan denganku. Kau masih sangat beruntung." "Beruntung? Hah, ada-ada saja." "Aku serius. Dibandingkan denganku, kisah mu tidaklah memalukan." "Memangnya kamu gimana? Kenapa k
Read more
Empat Puluh Enam
Kejadian ini sudah berulang untuk ke sekian kalinya. Mimisan dengan darah yang cukup banyak membuatnya sedikit pusing. Bisa jadi karena begadang semalaman dan kurang istirahat membuat penyakitnya kambuh lagi. Iapun mengambil beberapa helai tissue dan mendongak untuk menghentikan aliran darah dari hidungnya. Kepalanya mulai berdenyut nyeri lagi sehingga sekuat tenaga ia memijat keningnya yang sakit. Jono masih terlelap tidur sehingga tidak tau apa yang Laila alami. Ia tidak akan membangunkan pria yang kelelahan di sampingnya itu dan membuat kehebohan. Setelah sedikit reda rasa sakitnya dan juga darah dari hidungnya tidak lagi mengalir, iapun membersihkan semuanya supaya Jono tidak tau apa yang terjadi padanya. Kemudian Laila merebahkan diri untuk memejamkan mata dan beristirahat. Saat Jono terbangun, ia melihat Laila tidur pulas. Akan tetapi ia merasa wajah Laila sangat pucat. Karena penasaran iapun menggerakkan bahu Laila sedikit. "Laila, Laila...," tapi tak ada respon
Read more
Empat Puluh Tujuh
"Tidak, jangan!" sergah Laila menahan lengan kekar Jono. "Aku sungguh baik-baik saja dan harus istirahat, kenapa kau harus menemui dokter padahal dokter tadi sudah menjelaskan padaku?" ujarnya sambil tangannya mencekal lengan Jono sangat kuat. Tentu saja Jono merasa kaku dan bingung. Ia melirik tangan Laila yang masih menempel erat di lengannya. "Oh, baiklah... tapi... aku mau ke ruang administrasi. Bukankah kita harus menyelesaikan pembayaran dan menebus obat?" Laila sadar, cengkraman tangannya cukup kuat sehingga Jono merasa risih. "Ekhem, benar juga... maaf," ujarnya malu-malu. "Tak apa, kau pasti malas berurusan dengan rumah sakit, aku juga merasakan hal yang sama, mondar-mandir rumah sakit membuatku kesal," katanya. "Kau ingat kan waktu aku buta dulu, kau juga yang sering mengantarkan aku ke rumah sakit." Laila tersenyum dan mengangguk mengiyakan. Terutama ia tidak mau Jono curiga soal hasil diagnosa tadi, ia akan merahasiakan sebisa mungkin dan mengabaikan pemikiran
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status