All Chapters of Pernikahan Sebatas Status: Chapter 21 - Chapter 30
104 Chapters
Orang Ketiga
"Jingga ... bangun," ucap Ganendra lirih seraya menepuk pelan pipi Jingga. Namun, kelopak mata gadis itu masih tertutup rapat. "Coba mulutnya ditetesi air, Pak," saran si manajer resort. "Boleh, coba bawakan air," timpal Ganendra. "Ini sudah saya siapkan." Pria berseragam batik itu menyodorkan segelas air. Ganendra menoleh dan memperhatikan pin papan nama yang tersemat di dada kanan, bertuliskan nama 'Rudi'. "Maaf, aku baru memperhatikan namamu. Jadi, kamu yang bernama Rudi?" tanya Ganendra. "Benar, Pak. Dulu Pak Atmawirya yang memercayakan resort ini pada saya," jelas pria bernama Rudi itu sopan. "Baiklah. Terima kasih, Rud. Aku tak bisa membayangkan bagaimana jadinya tanpa bantuanmu," ucap Ganendra tulus. "Yang penting istri anda selamat, Pak," balas Rudi. "Ah, iya." Perhatian Ganendra beralih sepenuhnya pada Jingga. Kulit mulus gadis cantik itu tergores di sana-sini. Tampak bekas lumpur yang mengering, mengotori muka
Read more
Demi Perjanjian
"Siapa bilang kamu orang ketiga? Asal kamu tahu, ya. Aku bebas berhubungan dengan siapapun yang kumau. Kamu bukan orang pertama yang masuk dalam kehidupan pernikahanku, dan pastinya bukan pula yang terakhir," ucap Ganendra."Kalau ada yang patut disalahkan dalam masalah ini, Hilda lah orangnya. Dia terlalu serakah, berharap agar aku bersedia patuh hanya kepadanya. Itulah kenapa aku menikahimu, sebagai tameng jika ada perempuan-perempuan lain macam Hilda yang berusaha mengikatku," papar Ganendra panjang lebar. "Apa kamu mengerti, Jingga?" Jingga mengangguk pelan. Sebulir air menetes dari sudut mata. Entah hubungan macam apa yang akan dia jalani bersama Ganendra ke depannya. Dia hanya bisa bertahan demi sebuah perjanjian."Bagus, sekarang berhenti menangis!" Ganendra langsung mengusap pelipis Jingga yang basah. "Mulai sekarang, lakukan peranmu sebaik-baiknya dan jangan pernah melibatkan perasaan di antara kita," tegasnya.Hati Jingga semakin perih mendengar kalimat itu. Betapa bodohnya
Read more
Surga Dunia
"Tidak bisa begitu, Ga!" sentak Hilda tak terima."Semua terserah kamu. Itu satu-satunya syarat agar kamu terlepas dari jerat hukum," ujar Ganendra enteng."Ga, dengarkan aku ....""Kuberi waktu satu hari untuk berpikir. Besok pagi-pagi, aku kembali ke Jakarta. Semoga saat itu kamu sudah mengambil keputusan." Selesai berbicara demikian, Ganendra langsung mematikan teleponnya.Rasanya sudah terlalu lama dia meninggalkan Jingga. Ganendra tak tenang, sehingga dia buru-buru kembali ke kamar.Tampak seorang pegawai resort tengah meletakkan semangkuk bubur di nakas samping ranjang. Sementara petugas puskesmas sibuk membereskan peralatannya."Bagaimana keadaan istriku?" tanya Ganendra pada Rudi yang turut membantu para petugas kesehatan itu."Baik, Pak," sahut salah seorang petugas, sebelum Rudi sempat membuka mulut. "Tekanan darah normal, seluruh tanda-tanda vital juga normal. Kami juga sudah melepas infusnya," lanjut si petugas."Syukurlah," Ganendra mengempaskan napas lega. "Jadi, aku bisa
Read more
Sumpah Hilda
Ganendra merasa bersalah telah membuat Jingga kelelahan. Dia bahkan harus membantu gadis malang itu keluar dari bath up dan membopongnya sampai ke ranjang. "Aku capek sekali, Pak," keluh Jingga. "Pakai baju dulu, biar tidak masuk angin," sergah Ganendra, padahal dia sendiri juga hanya memakai handuk yang terlilit di bawah pinggang.Ganendra lalu meraih kaos yang tadi dipakai oleh Jingga. "Sementara ini dulu. Nanti kusuruh Rudi mencarikan baju ganti," ujarnya. "Terserah bapak, deh," Jingga mengulurkan tangan, seolah menyuruh Ganendra memakaikan kaos untuknya. Anehnya, Ganendra malah menurut. Dengan telaten, dia memakaikan kaos beserta celananya, sedangkan Jingga sudah tak kuasa menahan kantuknya. Begitu mudahnya gadis itu terpejam dan mendengkur pelan. "Ya, ampun," gumam Ganendra. "Selelah itukah kamu, Ngga? Maaf, ya," ucapnya meskipun tahu bahwa sang istri tak akan bisa mendengar. Melihat Jingga pulas tertidur, Ganendra buru-buru mengenakan kemeja dan celana, kemudian meraih ponse
Read more
Pulang
Hilda begitu terkejut mendengar penjelasan Ganendra. "Ga, kamu ...." "Aku tidak ingin perasaan cinta, sayang atau apapun itu tumbuh dalam hatiku. Aku tidak akan membiarkan hal itu. Aku tidak ingin lagi terluka," tegas Ganendra. "A-aku bisa membuktikan kalau aku mampu mengubahmu. Beri aku waktu." Hilda masih tak berputus asa. "Aku tidak ingin kamu, atau siapapun mengubahku. Terutama kamu ...." Ganendra mengarahkan telunjuknya tepat ke arah Hilda. "Kamu sudah hampir membunuh Jingga," desisnya. Hilda kembali tertegun. Sorot matanya tak lepas dari wajah tampan yang terlihat dingin itu. "Apakah dia yang sudah berhasil menaklukkanmu?" terka Hilda. Ganendra terkesiap untuk sesaat sebelum berhasil menguasai diri. Dia memaksakan senyum, lalu berbalik meninggalkan Hilda. "Ingat, besok siapkan pengacaramu untuk membuat perjanjian pasca perceraian kita!" ujarnya tanpa menoleh. Dia terus berjalan tanpa memedulikan Hilda yang sebentar lagi akan menjadi mantan istri sirinya. Sementara Hilda ter
Read more
Bercinta Tanpa Cinta
"Benarkah?" Mata indah Jingga berbinar menatap Ganendra."Ya, resort ini cukup ramai. Apalagi di akhir pekan atau musim liburan. Kebetulan kita kemari saat resort ditutup karena renovasi," jelas Ganendra sambil tetap awas mengemudi. Jalan yang mereka lalui cukup terjal dengan alur berkelok."Terima kasih, Pak. Saya senang diajak jalan-jalan ke tempat seperti ini, saya seakan bisa menyatu dengan alam," tutur Jingga."Kamu ... apa kamu tidak takut atau trauma?" tanya Ganendra ragu.Jingga menggeleng seraya tersenyum samar. "Aku pernah mengalami yang hampir sama seperti itu," jawabnya pelan."Oh, ya?" Ganendra langsung menoleh dengan sorot setengah tak percaya. "Bagaimana ceritanya?""Beberapa tahun yang lalu, waktu aku baru masuk SMA ...." Kalimat Jingga terjeda. Dia seolah ragu untuk melanjutkan cerita."Terus?" desak Ganendra tak sabar."Aku sering membantu Om Lukman berjualan di kompleks ruko yang sedikit jauh dari rumah. Terkadang sampai malam," papar Jingga."Suatu malam, Om Lukman
Read more
Berbagi Gosip
"Kenapa harus terpaksa?" tanya Anggada keheranan. "Kamu pernah dengar gosip tentang Pak Ganendra belum?" Sandra balik bertanya."Aku tidak punya waktu untuk bergosip," jawab Anggada."Sini." Sandra menggamit lengan Anggada dan mengajaknya berjalan menyusuri koridor, menuju ruang kerja Ganendra sambil bercerita."Pak Ganendra itu playboy. Dia suka berganti-ganti perempuan. Banyak dari mereka yang ...." Sandra menggerakkan tangannya di depan perut sebagai gerakan isyarat yang menunjukkan wanita hamil."Perempuan-perempuan itu hamil dan meminta pertanggungjawaban pada Pak Ganendra?" terka Anggada."Betul sekali!" Sandra menjentikkan jari. "Akhirnya dia menikahi Bu Jingga. Dia memanfaatkan gadis malang itu sebagai tameng, agar perempuan-perempuan itu tidak bisa menuntut untuk dinikahi," jelas Sandra menggebu-gebu."Ya, ampun," desis Anggada pelan. "Tapi ... kenapa Bu Jingga mau? Kenapa dia tidak menolak?""Itu karena dia diancam," bisik Sandra pelan."Diancam bagaimana?" Anggada langsung
Read more
Memandang Kenyataan
Ganendra bersiap kembali ke kamar untuk memeriksa keadaan Jingga. Padahal sebelumnya, dia telah memutuskan untuk tidak terlalu memperlihatkan rasa iba dan peduli, agar Jingga tak salah sangka. Namun, hati Ganendra terasa begitu berat melakukannya. Pria yang beberapa bulan lagi genap berusia 33 tahun itu berencana mengintip Jingga secara diam-diam. Dia sudah menutup pintu ruang kerja dan berjalan menuju kamar, ketika tiba-tiba seseorang menepuk bahunya dari belakang. Ganendra menoleh dan sedikit terkejut tatkala melihat Hilda sudah berdiri tak jauh darinya. "Kamu? Mau apa lagi ke sini?" tanyanya dengan intonasi datar. "Aku ingin memberikan tanda perpisahan," jawab Hilda lirih. Wajah cantiknya tertutup oleh raut pilu dan mata sembab. Rupanya, wanita yang sebentar lagi akan menjadi janda itu belum sempat membersihkan wajah dan merapikan diri. Terbukti, penampilannya terlihat begitu acak-acakan. "Maksudnya?" Ganendra mundur dua langkah, sambil memasang sikap waspada. "Aku ingin menciu
Read more
Hati Yang Terbakar
"Untuk apa?" tanya Jingga polos."Masih juga bertanya untuk apa?" Ganendra berdecak pelan. "Ingat, kita akan segera melangsungkan pesta pernikahan. Nanti, aku juga akan meminta tolong Sandra untuk mengatur semuanya.""Oh." Hanya satu kata itu yang keluar dari mulut Jingga. "Sebentar lagi akan ada yang mengantarkan sarapan. Ingat, makan yang banyak, biar cepat sembuh," titah Ganendra dengan mengangkat satu telunjuk."Aku mengerti, Pak." Jingga memaksakan senyum."Bagus, aku pergi dulu." Ganendra mengangguk, lalu berbalik meninggalkan kamar. Sikapnya saat itu jauh berbeda dengan sikapnya semalam, ketika mencium kening Jingga. Namun, dia sudah bertekad untuk tidak menunjukkan perhatian yang berlebihan pada Jingga, agar gadis itu tak salah sangka. Tepat pada saat Ganendra menuruni tangga teras menuju halaman depan, dia berpapasan dengan Anggada yang hendak meniti anak tangga. "Selamat pagi, Pak," sapa Anggada sopan. "Pagi. Kenapa kemari?" tanya Ganendra penuh selidik. "Pak Atmawirya m
Read more
Sakit
Sandra masuk bersamaan dengan Ganendra mengakhiri panggilannya. Wanita cantik itu tersenyum penuh arti sembari melemparkan pandangan menggoda. "Kenapa?" tanya Ganendra ketus. "Mau membeli gadis perawan yang mana lagi, Ga? Kenapa tidak memakai aku saja? Sudah lama kamu tidak menghiraukanku," rayu Sandra dengan bahasa tubuh yang dapat membuat lelaki manapun berkeringat dingin. "Malas. Kamu cerewet sekarang. Apalagi kamu juga sudah pintar menuntut macam-macam," timpal Ganendra datar. "Ya, ampun. Jahat sekali mulutmu, Ga. Bagaimana kalau nanti Jingga tahu kamu menyewa perempuan lain?" pancing Sandra. "Ini, nih. Salah satu contoh kecerewetanmu!" Ganendra berdecak pelan. "Sudahlah, mana berkas-berkas laporannya? Biar kuperiksa sekarang," lanjutnya. Sandra meletakkan tumpukan map di tangannya ke meja kerja Ganendra sambil tertawa kecil. "Apa ada yang lain? Sebelum aku kembali ke mejaku," tawar Sandra. Ganendra segera menghentikan pekerjaan dan menatapnya untuk beberapa saat, membuat wa
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status