All Chapters of Pernikahan Sebatas Status: Chapter 41 - Chapter 50
104 Chapters
Kekasih Gelap
Dada Jingga berdebar kencang saat Ganendra berkata demikian. Setitik harapan muncul, bahwa ada sedikit cinta dari Ganendra untuk dirinya. Namun, Jingga tak berani menanggapi. Dia hanya diam saat Ganendra berdiri gagah di depannya, seolah menjadi tameng untuk Jingga. "Akan kuingat kata-katamu, Pak Ganendra. Janganlah mengira jika aku tak berani melawan anda, karena status sosialmu yang berada jauh di atasku," desis Anggada. Dia sempat memandang ke arah Jingga yang masih bersembunyi di belakang suaminya, sebelum berlalu meninggalkan tempat itu. Ganendra baru membalikkan badan saat sosok Anggada sudah menghilang di ujung koridor. "Ada-ada saja," gerutunya sambil berjalan melewati Jingga yang masih membeku di ambang pintu. Ganendra lalu membaringkan tubuhnya hati-hati ke ranjang. Sesaat kemudian, dia menyadari sesuatu, lalu menoleh ke arah Jingga. "Kenapa masih di situ?" tanya Ganendra heran. Ragu-ragu, Jingga melangkah mendekat dan duduk di tepian ranjang. Diamatinya perban di kepala
Read more
Khawatir
"Bu Hilda bicara apa? Saya sama sekali tidak mengerti," elak Sandra. Dalam kondisi terpojok seperti itu, dia masih bisa bersikap tenang."Sandiwaramu tidak mempan padaku," cibir Hilda merendahkan. "Jangan begitu, Bu Hilda. Saya takut nanti Bu Jingga salah paham. Tolong, jangan memperkeruh suasana," tutur Sandra kalem. Dia tak terpancing sama sekali."Oh, iya! Jingga ke mana, ya?" cetus Ganendra.Sementara Jingga merasa semakin takut saat namanya disebut. Dalam keadaan panik, dia bergegas membuka satu lemari kaca yang berukuran paling besar.Jingga bersembunyi di sana, di balik kemeja-kemeja Ganendra yang tergantung rapi."Ngga!" Terdengar suara Ganendra, nyaring memanggil namanya. Jingga beringsut mundur, lalu meringkuk di sudut lemari."Ke mana dia, ya?" Ganendra mulai khawatir. Tak biasanya Jingga pergi tanpa pamit. Pikirannya semakin rumit tatkala bekas jahitan di pelipis berdenyut nyeri.Ganendra meringis sambil memegangi kepala. Diurungkannya niat untuk turun dari ranjang dan m
Read more
Sandiwara
"Begitulah. Pacarku ada di mana-mana," ucap Ganendra tanpa beban."Apa?" geram Jingga. "Jadi, selama ini kalian berpura-pura di depanku?""Oh, aku tidak pernah berpura-pura. Sandra lah yang berpura-pura," sahut Ganendra sambil menarik sepotong T-shirt dari dalam lemari."Selama ini anda dan Kak Sandra bersikap seperti atasan dan bawahan!" timpal Jingga tak terima."Memang dia bawahanku," ujar Ganendra enteng, lalu sibuk mengenakan T-shirt. Dia mengaduh saat ujung kaos mengenai luka di pelipisnya. "Kak Sandra juga bersikap seolah-olah ...." Jingga mengigit bibir bawahnya."Kamu harus belajar mengenali karakter orang-orang di sekelilingmu. Jangan mudah tertipu. Orang yang kelihatan baik di depan, belum tentu benar-benar bersikap baik saat di belakangmu. Kamu harus selalu waspada," tutur Ganendra panjang lebar."Dan yang terpenting adalah ...." Ganendra menatap lembut wajah cantik itu. "Kamu harus bisa menyiapkan strategi yang tepat untuk mengalahkan musuh-musuhmu. Pelajari kelemahan da
Read more
Pernyataan
"Selamat sore," sapa Anggada ramah. Dia juga mengulurkan tangan pada Lukman."Selamat sore. Anda siapa?" tanya Lukman seraya membalas uluran tangan pria tampan berkulit sawo matang itu."Nama saya Anggada. Saya adalah asisten pribadi Pak Atmawirya," jawabnya."Ada keperluan apa anda ke sini?" selidik Lukman."Om, aku ingin bicara berdua saja dengan Pak Anggada," sela Jingga."Apa Pak Ganendra tahu kalian bertemu?" Lukman seolah tak memedulikan kalimat Jingga."Jangan khawatir, Om. Aku sudah minta izin pada Pak Ganendra," tutur Jingga untuk menenangkan sang paman."Om tidak mau kamu terkena masalah." "Tidak akan, Om. Tenang saja," bujuk Jingga.Setelah berpikir sejenak, barulah Lukman bersedia meninggalkan Jingga dan Anggada sendiri di ruang tamu."Ada apa, Ngga? Apa Pak Ganendra menyakitimu?" tanya Anggada setelah Lukman berlalu dari hadapannya.Jingga menggeleng lemah. "Dia tidak pernah menyakitiku. Akulah yang salah," sesalnya."Ngga ...." Anggada memberanikan diri untuk meraih tan
Read more
Perawat Cantik
Sejak berbincang dengan Anggada, Jingga jadi tak banyak bicara. Entah permainan macam apa yang dia lakukan untuk lari dari pernikahan palsu yang dia jalani itu. Semua terasa begitu rumit. Namun, setidaknya Jingga sudah memiliki tempat untuk mencurahkan segala isi hati. "Sudah sampai, Ngga," ujar Lukman membuyarkan lamunan Jingga. "Oh, iya. Nggak masuk dulu, Om?" tawar Jingga. "Nggak usah, Ngga. Tuh, suamimu sudah menunggu." Lukman mengangkat dagu ke arah pos satpam yang berada beberapa meter dari tempatnya berdiri. Jingga mengikuti arah pandangan sang paman. Dia cukup terkejut ketika melihat Ganendra tengah berdiri di depan pos seraya memperhatikannya dengan sorot mata tajam. Ganendra lalu memberi isyarat pada penjaga rumah untuk membuka gerbang secara otomatis. "Bagaimana ini, Ngga?" Lukman tampak gugup, seiring gerbang mewah setinggi tiga meter bergeser terbuka ke samping. "Masuk saja dulu, Om. Basa-basi sebentar," bisik Jingga. "Ya, sudah." Lukman pun menurut. Dia menuntun
Read more
Galau
"Apa kamu sudah mulai jatuh cinta padaku?" tanya Ganendra seraya memicingkan mata.Jingga terdiam membeku. Dia berusaha sekuat tenaga menahan gemuruh dalam dada. Sesaat kemudian, gadis cantik itu tersenyum, lalu menggeleng."Aku tidak paham lagi makna cinta, sejak aku menjual diri pada anda," jawab Jingga pelan. Dia kembali fokus membersihkan jahitan, dan menempelkan plester baru. "Sudah selesai." Ganendra masih tetap berada pada posisinya. Dia terus menatap Jingga penuh arti."Jangan khawatir, Pak. Aku tidak akan menuntut macam-macam seperti mantan istri dan kekasih gelapmu itu. Aku akan menuruti semua kemauanmu," ujar Jingga enteng.Namun, Ganendra tak menanggapi. Pria tampan itu terdiam sambil terus memperhatikan Jingga. "Apa kamu yakin, Ngga?" tanya Ganendra pada akhirnya.Jingga mengangguk kuat-kuat. "Kalau begitu, seharusnya tak masalah kalau resepsi pernikahan kita dipercepat. Sandra akan membantumu me
Read more
Permintaan Sandra
Kamar mewah berukuran luas itu terasa hening. Hanya ada Ganendra yang tengah duduk termangu di tepi ranjang. Pria rupawan itu sedang memegang sebuah telepon genggam yang baru saja dia keluarkan dari lemari khusus aksesoris. Tak ada yang tahu bahwa sebenarnya Ganendra memiliki dua telepon genggam. Sebenarnya, tak masalah jika satu ponselnya hancur, sebab dia sudah memiliki ponsel lain yang jauh lebih canggih.Dengan raut serius, Ganendra memainkan telepon genggam itu. Jemarinya lincah mengusap layar dan mengetikkan sesuatu. Ganendra lalu mendesah pelan sembari menyugar rambutnya yang masih basah dengan kasar."Kamu sudah berani berbohong, Jingga," gumamnya lirih sambil kembali mengamati layar ponsel itu.Tanpa Jingga ketahui, Ganendra telah memasang software rahasia yang dapat digunakan untuk melacak keberadaan sang istri. Software tersebut terhubung secara langsung ke ponsel yang tengah Ganendra genggam saat itu. Terlihat jelas titik koordinat terakhir Jingga yang berada di lokasi sek
Read more
Sang Pahlawan
Ganendra menyapu pandangan ke setiap sudut apartemen Sandra. Rasanya sudah cukup lama dia tidak mengunjungi tempat itu. Namun, tak ada yang berubah."Ayo, duduk! Kok, malah bengong?" ujar Sandra. Bahasa tubuhnya begitu menggoda, menarik tangan Ganendra agar duduk di sofa berlapis beludru.Sebagian besar perabot mewah di apartemen itu adalah pemberian Ganendra. Jutawan muda itu juga sempat membayar sewanya selama beberapa tahun, sebelum akhirnya hubungan mereka merenggang karena Sandra berani menuntut lebih."Mau minum apa?" tanya Sandra. Nakal jemarinya bermain-main di dada bidang Ganendra yang berbalut kemeja biru muda, warna kesukaan Jingga.Sandra bahkan berani membuka kancing teratas dan menelusupkan tangannya ke balik kemeja. Sigap, Ganendra mencekal pergelangan Sandra dan mengempaskannya pelan. "Aku sudah menuruti syarat darimu. Jangan meminta lebih, San," ucap Ganendra penuh penekanan."Ya, ampun. Santai sedikit kenapa sih, Ga! Pokoknya kamu tidak boleh pulang sebelum minum teh
Read more
Dinner Bersama Mertua
Jingga sama sekali tak menyangka, bahwa dia akan duduk semeja di ruang makan dengan pria yang dulu pernah menyelamatkannya dari para pemuda berandalan. Ditatapnya raut wajah yang tidak banyak berubah sejak beberapa tahun lalu itu, kecuali uban yang tumbuh semakin lebat. Bahkan rambut Atmawirya seluruhnya berwarna putih keabu-abuan. Namun, hal itu sama sekali tidak mengurangi ketampanan pria paruh baya tersebut. "Ayo, dimakan steak-nya, Ngga. Nanti dingin nggak enak, lho," tutur Atmawirya, membuyarkan angan Jingga. Untuk sejenak, gadis itu lupa akan Ganendra yang sedang berduaan bersama Sandra. "I-iya, Pak," ucap Jingga gugup. "Jangan panggil 'Pak', dong. Papa saja. Kan kamu sudah sah menjadi istri Gaga, itu artinya kamu putri papa juga," tutur Atmawirya. "Oh, iya, Pak. Ehm, maksud saya, Pa ...." Lidah Jingga masih belum terbiasa menyebut nama pria yang duduk penuh wibawa di hadapannya itu. Atmawirya terkekeh pelan. Sambil mengiris potongan daging, dia melirik Jingga yang tampak s
Read more
Warisan
Ganendra merasakan tubuhnya begitu ringan, seperti terbang. Sekelilingnya gelap gulita. Dia bahkan tak dapat melihat jari-jemarinya sendiri. Sayup-sayup, terdengar suara seorang gadis memanggil namanya. Makin lama, makin jelas. "Jingga," ucap Ganendra lemah. "Jingga? Kamu di mana? Aku di sini!" Rasa hati ingin berteriak, tapi apa daya, membuka mulut saja dia berat. "Pak Ganendra," panggil suara merdu itu lagi, seiring dengan kegelapan di sekitarnya yang mulai memudar. Kini semuanya jelas, Ganendra mengerjap-ngerjapkan mata, lalu menggerakkan kepala ke samping. Sesosok wanita cantik berbalut gaun tidur berbahan tipis dan transparan, tengah tertidur pulas, tepat di sebelah Ganendra. "Sandra!" Ganendra refleks beringsut menjauh, sampai-sampai dia hampir terjatuh dari ranjang. "Apa-apaan ini!" sentaknya nyaring. Wanita yang tak lain adalah Sandra itu langsung terbangun. Dia mengusap dada karena terkejut oleh teriakan Ganendra. "Ga! Jangan bikin kaget!" seru Sandra. "Apa yang kamu lak
Read more
PREV
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status