Lahat ng Kabanata ng ISTRI PENGGANTI TUAN PENGUASA: Kabanata 371 - Kabanata 380

Semua orang melihat ke arah Zico yang merentangkan tangan seolah ingin mereka memeluknya. Namun sayangnya, tak ada seorangpun yang melakukannya."Kagak ada ni yang rindu sama gue?" Tanyanya putus asa."Arch rindu kok Om, tapi lagi asyik main sama Andra," balas sang ponakan.Kalimat Arch menarik perhatian Zico. "Wiih, anak sape tu?""Eittss, cuci tangan dulu. Ganti baju dulu. Baru elu boleh pegang anak gue. Guangzhou sini, siapa tahu elu bawa virus copid versi terbaru," Egi turun tangan."Ah elah. Pak CEO Abinawa Grup, gue jamin diri gue ini steril dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dari bagian paling luar, sampai yang terdalam. Boleh ya cium Dek Andra, dikit doang." Zico membuat kode sedikit dengan jarinya, ditambah ekspresi imut menggemaskan, berharap Egi memberinya izin menyentuh Andra."Kagak boleh. Mandi dulu sana. Tante, ini anaknya susahnya dibilangin," lapor Egi pada Inez."Astaganangka, gitu aja ngadu sama emak gue. Iya, iya, gue mandi ini. Mama, baju ada gak?""Lah kopermu

Sorot tajam mata Zico tak lekang dari Raisa yang tengah menggendong balita perempuan, kisaran umur satu setengah tahun sampai dua tahun. Bocah bergaun pink dengan rambut dikuncir dua.Balita paling cantik yang pernah Zico lihat. Mendadak jantung lelaki itu berdenyut lebih kencang. Kala dia sempat melihat si balita tersenyum padanya. Matanya yang belok menghilang saat bibirnya tertawa.Rasanya hangat dengan euforia bahagia tak terkira. Pertanyaan siapa soal anak itu terjawab, ketika seorang pria muncul dari sisi lain mobil. Sosok tersebut lekas mengambil alih si balita bergaun pink tadi.Aarghh, Zico tiba-tiba merasa nyeri di dadanya. Walau demikian dia tak melepaskan pandangannya sedetikpun dari si balita. Ketiganya melangkah pergi diikuti seorang wanita paruh baya, agaknya pengasuh si balita.Jantung Zico masih berdebar kencang walau sosok tiga orang tadi sudah menghilang di pintu hotel."Halo, Bian," balas Zico ketika Abian menghubungi. Zico berbalik, kembali masuk ke hotel. Pesta

Bola mata Raisa melebar syok. Tubuhnya sesaat kaku. Tak mampu bergerak di tempatnya berdiri. Ditatapnya Zico yang memandang lurus padanya.Anehnya, Raisa tak melihat apapun di sana. Padahal malam itu, nyaris dua tahun lalu. Raisa bisa melihat binar cinta di tempat itu. Namun hari ini, Raisa melihat Zico bak orang asing. Sosok yang pernah dia kenal, kini sudah menghilang. Remaja yang dulu selalu mengejarnya, kini berganti tatapan dingin tak terperi.Ketegangan Raisa berakhir ketika suara sang balita terdengar memanggilnya. "Amama."Raisa lekas mendekat, dia tersenyum pada sang balita. "Ya, Livi. Ikut mama ya?" Bujuk Raisa dengan tangan terulur.Untungnya Livi segera menyambutnya. Meski sebelumnya, Livi lebih dulu menyentuh wajah Zico, seraya berucap "Bay, bay Apapa."Satu hal yang membuat hati Raisa berdenyut nyeri. Tidak bisa dia pungkiri, bounding itu tetap ada. "Dia bukan papa Livi ya. Papa Livi, papa Ryu." Sengaja Raisa tekankan soal siapa ayah Livi di hadapan Zico."Apapa Liu,"

"Kenapa kau mengizinkanku menemuinya?" "Kupikir dia menyukaimu."Balasan Ryu sontak membuat Zico menoleh. Dia pandang Ryu meski kemudian Zico dipaksa melihat Livi kembali. Livi seolah ingin Zico hanya memperhatikannya saja."Dari mana kau tahu?""Siapa namamu?"Kembali Zico berpaling, sebelum Livi lagi-lagi membuat putra Inez menatapnya lagi."Pentingkah?""He em. Siapanya Raisa? Kenapa tingkah kalian benci benci tapi rindu gitu.""Kata mereka kami pacaran waktu SMA sebelum dia lanjut studi ke Jepang.""Apapa," panggil Livi."Apa, Vi. Kamu ditanyain mulu sama Arch."Livi mengerutkan dahi, seolah sedang berpikir. "Apa? Mau omong apa? Gak bisa nyebut Arch."Livi tertawa renyah seolah senang Zico tahu yang dipikirkan."Kami pulang malam ini," info Ryu."So?""Cuma kasih tahu aja," pancing Ryu."Aku gak terlalu ingat kisah kami. Tapi aku merasa aku sudah melukainya. Jadi pantas jika dia membenciku.""Kamu masih cinta dia?""Tidak tahu."Zico membalas sendu. Matanya tak bisa beralih dari

Berbeda dengan dua pasangan lain yang tengah melakoni malam panas membara. Kamar Zico yang selalu sunyi, kini kian dingin. Hatinya hampa sejak dia kehilangan memori soal Raisa.Namun hari ini semua terasa berbeda. Kehadiran seorang Nakaia Livi mengubah segalanya. Hati Zico menghangat. Tiap sentuhan Livi menyalurkan cinta yang telah lama hilang dari kalbunya.Panggilan "apapa" khas Livi membangkitkan sesuatu dalam jiwanya. Dia seperti diseret, dipaksa untuk memperjuangkan Livi.Zico berdecih lirih. Dia habiskan cairan merah yang ada dalam gelasnya. Matanya memandang siluet pesawat yang mengangkasa di depan sana."Dia pergi," gumam Zico. Padahal belum tentu itu pesawat Livi.Detik setelahnya bunyi benda pecah terdengar. Zico baru saja membanting gelas yang beberapa saat lalu masih dia genggam. Dia remas kepalanya, frustrasi dengan dirinya sendiri."Apa yang sebenarnya hilang? Apa yang sebenarnya kuinginkan? Apa yang sejatinya aku cari?!" Teriak Zico sambil memukuli kepalanya sendiri.Su