“Kalau kamu bijak, kamu akan pergi sebelum drama ini berlanjut terlalu jauh.” Ucapan Kalista terus terngiang di kepala Aira, bahkan saat ia sudah kembali ke ruang kerjanya. Meski wajahnya tetap tenang, hatinya terasa digores sembilu. Perempuan itu tidak hanya menyindir—tapi menginjak harga dirinya, tepat di hadapan kenyataan yang selama ini ia coba abaikan: Aira hanyalah bagian dari kontrak. Sekretaris. Pemain latar. Dan yang paling menyakitkan, mungkin Kalista benar. “Fokus, Ra,” gumamnya pada diri sendiri, mencoba mengalihkan pikirannya ke tumpukan dokumen. Tapi pikirannya tidak bisa fokus. Matanya berkaca-kaca, lagi. Sejak kapan dia jadi selemah ini? Sejak kapan kata-kata dari orang lain bisa begitu menyakitkan? Seketika itu pula, pintu ruangannya terbuka. Alvano muncul, raut wajahnya dingin seperti biasa, tapi ada sorot gelisah di matanya. “Kau menghindar dariku,” katanya, langsung ke pokok masalah. Aira berdiri, menyembunyikan keterkejutannya. “Saya hanya sedang bek
Terakhir Diperbarui : 2025-07-06 Baca selengkapnya