Langit senja di atas rumah keluarga Sakti tampak berat dan kelabu, seolah menyerap setiap emosi yang tertahan di dalamnya. Hujan baru saja reda, namun sisa rintik masih menempel di dedaunan dan aroma tanah basah bercampur dengan dingin udara sore. Di ruang tamu besar itu, ketegangan menggantung seperti asap dupa yang tak kunjung padam.Foto-foto masih berserakan di atas meja marmer. Map hitam terbuka, menampilkan potongan masa lalu yang tak bisa dihapus. Daniswara duduk di kursi kayu besar dengan napas berat, wajahnya pucat, dan pandangan kosong menatap lantai. Di hadapannya, Neina berdiri kaku—matanya merah, bukan hanya karena air mata, tapi karena amarah yang sudah menumpuk terlalu lama.“Neina…” suara Daniswara pecah pelan, “dengarkan kakek dulu, Nak. Semua yang kau lihat, yang kau dengar, tidak sepenuhnya benar.”Neina tertawa kecil—tapi tawa itu bukan bahagia, melainkan getir yang menggigit. “Tidak sepenuhnya benar? Kau pikir aku bodoh? Foto-foto itu, laporan itu, semuanya pals
Huling Na-update : 2025-10-05 Magbasa pa