Mengira dia benar-benar takut akan ucapan itu, aku hanya bisa berdeham pelan, mengingatkan Yuvan agar cepat pergi.Morin justru lebih dulu kembali mengalihkan pandangan padaku.Kekejaman sesaat tadi telah lenyap, yang jatuh padaku hanya kelembutan dan kesedihan."Mia, kenapa kamu ingin putus denganku, bahkan segera menikah dengannya?""Kamu sengaja mau membuatku marah? Aku hanya khawatir matamu nggak nyaman, jadi nggak membawamu pergi, biar kamu tetap di rumah."Dia melangkah maju sedikit, aku malah melihat di sela sofa di belakangnya, masih terselip sehelai celana dalam perempuan.Mengingat penjelasannya barusan, aku segera tertawa.Sambil tertawa, aku berjalan maju.Morin mengira aku luluh, matanya seketika berbinar.Dia membuka kedua lengan, hendak memelukku."Mia, aku tahu kamu hanya sengaja mau membuatku marah. Kamu salah paham padaku, aku ....""Morin ...."Aku membuka mulut menyela ucapan Morin, suaraku penuh nada sinis, aku lalu segera melangkah melewatinya, menuju ke belakang.
Read more