Miko semakin mendekati Ririn yang terus saja mundur-mundur. Tapi Miko mendekati wanita yang terlihat jelas kalau sedang ketakutan. "Jika saja kamu kebih nurut, pasti tak akan terjadi hal ini." Miko menyeringai sinis dan tatapan mata Miko sangat tajam, seperti pedang yang siap menghunus siapapun.
Vanya berdiri dengan susah payah, walapun harus menahan rasa sakit akibat tubuhnya yang menerima hantaman keras oleh Miko. Vanya harus bangkit karena ia melihat adiknya dalam keadaan yang berbahaya, Vanya tak akan membiarkan Miko melukai Ririn dan bayinya.
Vanya menarik tangan Miko agar menjauh dari adiknya. Menahannya dengan sekuat tenang, walaupun dengan tubuh yang sakit. "Lari Ririn, keluar dari apartemen ini!!" teriak Vanya kepad adiknya.
"Tidak, tidak. Kita harus keluar bersama!!" ucap Ririn yang melihat kakaknya terus menahan Miko.
"Cepatlah, tak punya banyak waktu. Keluarlah!!" teriak Vanya.
Vanya akhirnya mendapatkan pertolongan. Ambulance membawanya pergi tubuhnya menuju rumah sakit bersama dengan Ririn yang tak ingin berpisah dengan kakaknya tersebut. Sedangkan Roy menelpon rumah sakit untuk menyediakan segalanya dan tak lupa juga memberitahu Ares melalui sekretarisnya tentang apa yang terjadi hari ini. Ares sangat sibuk sekali karena jadwal hari ini begitu padat sekali dengan berbagai macam rapat. Hingga membuat kakaknya melupakan ponselnya. Roy yang mengangkat panggilan masuk dari nomer asing di ponsel milik Ares dan yang mendengar suara-suara Ririn meminta pertolongan. Tapi setelah itu panggilannya terputus dan Roy menghubungi balik tapi ponsel tersebut tidak aktif lagi. Lantas dengan cepat Roy melacak semua jaringan itu dengan berbagai cara yang dirinya ketahui, hingga ia menemukan lokasinya. Untung saja Roy biasa menemukan lokasinya dengan cepat. Jika tidak kedua bersaudara itu akan dalam bahaya, terutama Ririn
Ares mendobrak pintu berkali-kali, tapi pintu ruang bawah itu sangat kuat dan membuat Ares susah menembusnya. Oleh karena itu Ares menembakan pintu terbuka dan membuat kunci pintu hancur. Membuatnya menjadi lebih mudah masuk ke dalam ruang bawah tersebut Bibirnya menyeringai bak seorang iblis. Tatapan matanya dan aura yang Ares keluarkan berubah seketika, saat melihat orang yang dicarinya. Ares menatapnya seakan ingin membunuh langsung Miko, yang sedang duduk dengan wajah yang babak belur. Pria itu langsung saja bangun disaat melihat kedatangan Ares, dengan tangan yang membawa senjata api tersebut. Ares mendekati pria bajingan itu dan membuatnya saling berhadapan dengan pria yang sudah membuat akal sehatnya menghilang. Tapi bukannya takut dengan kedatangan Miko.
Pukul 8 malam hari di rumah sakit. Ririn tetap berada disamping kakaknya yang tak juga terbangun. Hati Ririn hancur melihat alat-alat yang menempel ditubuh Vanya. Ririn juga tak henti-hentinya untuk menangis.Ririn memegang dengan lembut tangan Vanya, sambil berdoa kepada Tuhan, agar membuat Vanya cepat sadar. Tapi kakaknya tak juga sadar, padahal kata dokter kakaknya akan bangun. Tapi kenapa Vanya belum juga membuka matanya.Kriet. Pintu terbuka dan membuat Ririn menoleh, mendengar suara itu."Rin. kembalilah ke kamar kamu." Roy mendekati wanita hamil tersebut."Masih ada disini?" Ririn yang kaget karena Roy masih berada dirumah sakit, dirinya mengira kalau Roy akan kembali."Hm, priamu itu memintaku untuk menemanimu," jawab Roy yang berdiri disamping Ririn.Ririn hanya menganggukan kepalanya saja. Tatapan matanya kembali melihat ke arah Vanya. "Kapan kakak
Di pagi buta seperti ini. Dirinya sudah dipaksa untuk bangun dari tidurnya dan tiba-tiba saja Roy mengatakan kalau kakaknya sedang menunggu didalam mobil sedan berwarna putih. Roy menipunya dengan mengatakan hal tersebut, membawanya pada pukul 6 pagi hari. Bahkan matahari saja belum muncul.Bahkan Ririn ingin meminta bantuan dari Ares, tapi pria itu sama sekali tak bisa dihubungi. Padahal semalam dirinya tidur bersama dengan Ayah dari anaknnya, di kamar rumah sakit. Membuat Ririn mengucapkan sumpah serapah kepada Roy, yang seenaknya saja membawa dirinya di pagi hari ini."Tersenyumlah agar cantik," ucap Roy kepada wanita itu yang sedang duduk."Apa yang elu lakukan sama gue Roy?" Ririn menatap tajam adik dari Ares.Tapi bukannya menjawab apa yang dikatakan sama Ririn, Ares malah memerintahkan kepada staff untuk melakukan hal magic kepada Ririn, yang sedang marah-marah itu."Roy!!
Didapur hotel. Seorang wanita berparas ayu, kulitnya seputih susu, rambutnya sebahu, sedang memasak makanan dengan keahlian memasak yang luar biasa. Ririn mamasak dengan penuh cinta disetiap masakan yang ia buat.Semua orang yang berada didapur mengakui kehebatan dirinya dalam mengolah bahan pangan menjadi olahan masakan. Ririn bertugas sebagai Chef de Partie , ia bertugas mengawasi kelancaran operasional dan juga ia turut andil dalam mengolah makanan."Tamu hotel sangat suka sekali dengan masakan yang kau buat." Ririn dipuji langsung sama atasannya yaitu Chef Cook ( Executive Chef ).Bibir Ririn tersenyum bahagia sekali mendengar pujian itu, dirinya sangat bangga dengan kehebatannya dalam mengolah masakan. "Terima kasih Chef."Semua orang bertepuk-tangan untuk mengakhiri jam mereka bekerja didapur hotel ini. "Terima kasih atas kerja kalian. Pulanglah dan istirahatlah," ucap Chef kepala.
Pukul 7 pagi. Ririn sedang menatap dirinya sendiri dipantulan cermin yang ada dihadapan dirinya ini. Ia sudah mandi dan juga segar, walaupu nanti di diapur ia akan kotor lagi.Tapi Ririn sangat menyukai pekerjaan yang dirinya lakukan, ia sudah bekerja selama 5 tahun di dunia perdapuran hotel. Makanya jabatanya lumayan tinggi, karena ia sudah bekerja lama.Ririn bangga akan dirinya ini. "Awali hari ini dengan senyuman dan semangat." Ririn mengucapkan mantra kepada sendiri, agar ia semakin semangat dalam bekerja.Ririn hanya mengunakan jins panjang dan juga kaus oblong berwarna hitam dan dibalut dengan jaket kulit. Ririn selalu berpakaian casul macam ini, karena ia tak perlu berdandan cantik.Bahkan Ririn hanya memakai lipstik dan pelembab wajah saja, jika sedang bekerja. Berdandan sangat tak berguna bagi Ririn, karena ia akan berhadapan denga
Ririn selama kembali ke rumahnya, dirinya tak bisa untuk tidak memikirkan ucapan dari rekan kerjanya tersebut."Berfikirlah positif Ririn." Ia menyakinkan dirinya sendiri kalau pacarnya itu tak akan melakukan hal yang membuat ia sedih.Ririn mengirimkan pesan singkat kepada pacarnya Miko. Ririn menginginkan bertemu berdua saja dicafe yang sering dikunjungi.Ririn tak mau tau, kalau pacarnya tersebut harus datang. Jika tidak, dirinya akan marah besar dan tak akan bicara lagi sama pacaranya tersebut.Hanya dengan cara ancaman saja, agar Miko mau diajak bertemu secara berdua saja. Ririn juga sedikit merasa aneh dengan sikap pacarnya.Miko sering sekali menolak ajakan untuk keluar, padahal ia hanya mengajak untuk makan bersama saja.Tapi pria itu selalu saja mengatakan sibuk
Ririn memasuki rumahnya dengan hati yang sakit dan juga terluka. Saat ia memasuki rumahnya. sebuah tawa yang dulu menyenangkan baginya, tapi sekarang malah membuat ia marah.Ingatan dirinya tak bisa tak lepas mengingat adegan mesra yang tersaji didepan matanya sendiri. Membuat hatinya kembali berdenyut merasakan kesakitan yang amat dalam.Ririn sedang terdiam dan mematung, saat melihat Mamahnya dan kakaknya yang sedang menonton drama bersama.Kakaknya tertawa dan tersenyum bahagia, sedangkan dirinya harus menanggung rasa sakit yang menghancurkan hatinya ini.Ririn seakan ingin berteriak didepan kakaknya yang bisa tertawa dan tersenyum seperti ini. Ririn ingin bertanya kenapa kakaknya melakukan hal itu.Ririn ingin bertanya apa ia pernah melakukan hal buruk, sampai melukai hati kakaknya. Hingga mba Vanya de