Ririn memasuki rumahnya dengan hati yang sakit dan juga terluka. Saat ia memasuki rumahnya. sebuah tawa yang dulu menyenangkan baginya, tapi sekarang malah membuat ia marah.
Ingatan dirinya tak bisa tak lepas mengingat adegan mesra yang tersaji didepan matanya sendiri. Membuat hatinya kembali berdenyut merasakan kesakitan yang amat dalam.
Ririn sedang terdiam dan mematung, saat melihat Mamahnya dan kakaknya yang sedang menonton drama bersama.
Kakaknya tertawa dan tersenyum bahagia, sedangkan dirinya harus menanggung rasa sakit yang menghancurkan hatinya ini.
Ririn seakan ingin berteriak didepan kakaknya yang bisa tertawa dan tersenyum seperti ini. Ririn ingin bertanya kenapa kakaknya melakukan hal itu.
Ririn ingin bertanya apa ia pernah melakukan hal buruk, sampai melukai hati kakaknya. Hingga mba Vanya dengan tega melakukan hal itu kepada dirinya.
Memang ia salah apa hingga orang yang ia cintai melakukan hal yang paling menyakitkan bagi diirinya.
"AAAAAARG!!!!' teriakan Ririn membuat seisi rumah menjadi terkejut dengan teriakan tiba-tiba Ririn.
"Apa yang kamu lakukan Ririn?" tanya Mamahnya yang merasa terganggu mendengar teriakan keras dari putri bungsunya tersebut.
"ARGGGGGH!!" teriak Ririn lagi sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.
"Apa kau sudah gila?" timpal Vanya yang melihat kelakukan adiknya itu.
"AARG!!" setelah Ririn berteriak terakhir kalinya, ia bergegas pergi untuk memasuki kamarnya yang berada dilantai dua.
"Ada apa dengannya?" tanya Fahri Ayahnya Ririn, yang bingung dengan kelakukan dari putrinya tersebut.
"Mungkin ada masalah dengan pekerjaannya, biarkanlah dia mengatasinya sendiri," balas Vanya yang kembali melanjutkan melihat acara Tv.
BRAK!! Ririn menutup pintu dengan kuat dan menguncinya. Tubuhnya terjatuh ke lantai kamarnya yang dingin ini.
Ririn menyalakan musik dengan volume yang tinggi dari ponsel miliknya. Saat musik menyala, Ririn kembali menangis.
Hikss..Hikss Hikss..Hikss
Ririn menangis sejadinya dan mengeluarkan semua rasa kecewa, marah dan luka yang amat menyakitkan ini.
"Kenapa? kenapa? kenapa?" pertanyaan itu terus saja terulang-ulang dikatakan sama Ririn.
Ririn bangkit untuk berdiri dan menuju ke arah meja rias yang berada didalam kamarnya. Ririn melihat penampilan dirinya sendiri yang menyedihkan.
"Kenapa kalian melakukan hal itu kepadaku? apa salah kau!!!!! Miko!!" Ririn seperti seorang yang sudah kehilangan kendalinya.
Prang.
Prang.
Ririn menghancurkan alat make up yang ada dimeja riasnya. Saat matanya melihat ke arah foto-foto yang ada di meja rias.
"Arggt!!" teriak Ririn sambil menarik rambutnya yang sebahu.
Ririn terluka sekali dengan kenyataan yang menghatam dirinya ini, air matanya sudah bercucuran hingga membuat matanya menjadi memerah.
Tring
"Cih," kesal Ririn.
Ririn melihat dari ponselnya ada pesan masuk dari Miko, ia semakin benci dan marah saat ia melihat pesan itu yang berbohong.
Lagi-lagi kata sibuk lembur, menjadi alasan Miko. Pria itu berbohong kepadanya membuat hatinya menjadi sangat terluka dan terluka.
prang.
Ririn membanting ponselnya ke arah cermin yang ada didepannya ini, hingga membuat cerminya menjadi hancur berkeping-keping. "kenapa?" hiks..hiks.
Kenapa kalian melakukan ini kepadaku, apa salahku kepada kalian. Aku tak pernah melakukan hal buruk kepada kalian.
"Kenapa kalian melakukan hal itu?" tanya Ririn lagi dengan keadaann yang kacau sekali.
Tok.
Tok.
"Ririn, mari kita makan kue bersama." suara itu dari Ayahnya.
Ririn mendengar suara itu dan menatap pintu kamarnya, ia menangis tapi kali ini ia menahannya sambil menutup mulutnya sendiri, agar Ayahnya tak mendengar suara tangisan yang menyakitkan ini.
"Ririn, kamu tak apa-apa?" Fahri Ayahnya Ririn, yang terus-menerus mengetuk pintu kamar putrinya.
Ririn semakin menangis mendengar suara Ayahnya. "Aku lelah ingin tidur," suara lemah Ririn yang sehabis menangis.
"Apa kamu benar baik-baik saja?" tanya Fahri yang memastikan keadaan dari putrinya itu.
"Iya," jawab Ririn dengan suara yang parau.
Ririn yang tak lagi mendengar suara Ayahnya, ia bangkit dan menjatuhkan tubuhnya ini diatas ranjang miliknya.
Matanya hanya menatap kosong, dengan pikirannya yang begitu kacau. Semuanya begitu tiba-tiba bagi dirinya.
"Kau membuat hatiku hancur," gumam Ririn.
***
Pagi cerah bersinar, menyinarai hari ini. Tapi bagi Ririn hari yang kelam dan penuh luka. Mata Ririn bengkak dan wajah yang sudah semerawut.
Ririn semalaman tak tidur dan hanya menangis meratapi kehidupan dirinya. Ririn ingin tidur agar mimpi kelam ini hilang.
Tapi semua itu bukan mimpi, saat ia mengingat kembali pelukan yang mesra tersebut. Mengingta senyuman kebahagian mereka berdua.
Ririn tertawa seperti orang gila, lalu menangis kembali. Tangisan Ririn terhenti saat alarm berbunyi berkali-kali.
Suara alarm yang mengingatkan kepadanya, kalau ia harus bekerja kembali. Ririn melihat sendirinya yang bahkan masih mengunakan pakaian semalam.
Prang. Ririn melempar Alarm itu yang kembali berbunyi. Ririn bangkit dari ranjang miliknya dan menuju kamar mandi yang berada disamping kamarnya.
Ririn tak menyadari kalau kamarnya hancur sekali, banyak barang-barang pecah dan membuat serpihan bertebarang dilantai.
Tapi Ririn tak peduli hal itu, ia tetap berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh mukanya. Saat ia sudah membasuh mukanya yang bengkak itu.
Ririn keluar dari kamar mandi, saat itulah ia berpapasan dengan kakanya Mba Vanya. "Ada apa dengan mu?" tanya Vanya yang melihat wajah adiknya yang begitu kacau sekali.
"Jangan menyentuhku!!" tegas Ririn seraya menatap tajam kakaknya tersebut.
"Ada apa denganmu? bersikap aneh sekalI."
Ririn berjalan saja dan tak memperdulikan ucapan kakaknya itu, ia memilih untuk masuk ke dalam kamarnya.
"Kenapa dengan mu Ririn!!" teriak Vanya saat melihat kamar adiknya yang kacau balau, seperti ada bencana saja.
"Bukan urusanmu!" timpal Ririn dengan dingin.
Vanya menarik tangan Ririn yang sangat bersikap aneh sama dirinya. "Ada apa dengan mu!!' balas Vanya dengan tegas.
"Sudah kubilang, bukan urusanmu." Ririn menepis tangan itu yang menyentuh tangannya.
"Apa kau mendapatkan masalah? ceritalah aku kakakmu!!" tegas Vanya.
Ririn tertawa mendengar kata kakal disebutakan sama Mba Vanya, jika benar kakaknya. Tidak seharusnya bukan kakaknya melakukan hal itu kepada adiknnya sendiri.
Brak.
Ririn masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu dengan keras. Tawa tadi terhenti dan terganti lagi dengan air mata yang kembali keluar dari mata indah miliknya.
Ririn yang sudah cuci muka, malah kembali menangis saat melihat kakaknya sendiri dipagi hari ini.
Ririn dengan air mata masih keluatr, mencari tas dan juga berganti pakaian saja tanpa mandi. Ririn harus bekerja hari ini.
Alasan Ririn bekerja adalah agar ia bisa sejenak melupakan apa yang terjadi, ia menyiapkan pakaian kerjanya sambil menangis tersedu-sedu
Ririn sudah bersiap dan keluar dari kamarnya, tanpa Ririn mandi karena dirinya tak punya waktu lagi.
Ia menuruni anak tangga dengan wajah yang dingin. Tak ada sapaan lagi untuk ke dua orang tuanya.
Raut wajah datar Ririn yang datar melihat ke arah kakaknya yang sedang berdanda cantik, dengan gaun selutut yang menamabah kecantikan kakanya itu.
"Apa karena aku tak cantik?" Ririn yang bertanya kepada sendiri.
"Ririn kau itu sebenarnya kenapa?" Vanya yang sudah berada didepan Ririn yang terdiam mematung sedari tadi.
Sentuhan dari Vanya membuat Ririn menatap tajam ke arah tangan yang menyentuh tangan miliknya.
"Sudah ku katakan, jangan menyentuhku!!" bentak Ririn lalu pergi keluar dari rumahnya.
Di pagi buta seperti ini. Dirinya sudah dipaksa untuk bangun dari tidurnya dan tiba-tiba saja Roy mengatakan kalau kakaknya sedang menunggu didalam mobil sedan berwarna putih. Roy menipunya dengan mengatakan hal tersebut, membawanya pada pukul 6 pagi hari. Bahkan matahari saja belum muncul.Bahkan Ririn ingin meminta bantuan dari Ares, tapi pria itu sama sekali tak bisa dihubungi. Padahal semalam dirinya tidur bersama dengan Ayah dari anaknnya, di kamar rumah sakit. Membuat Ririn mengucapkan sumpah serapah kepada Roy, yang seenaknya saja membawa dirinya di pagi hari ini."Tersenyumlah agar cantik," ucap Roy kepada wanita itu yang sedang duduk."Apa yang elu lakukan sama gue Roy?" Ririn menatap tajam adik dari Ares.Tapi bukannya menjawab apa yang dikatakan sama Ririn, Ares malah memerintahkan kepada staff untuk melakukan hal magic kepada Ririn, yang sedang marah-marah itu."Roy!!
Pukul 8 malam hari di rumah sakit. Ririn tetap berada disamping kakaknya yang tak juga terbangun. Hati Ririn hancur melihat alat-alat yang menempel ditubuh Vanya. Ririn juga tak henti-hentinya untuk menangis.Ririn memegang dengan lembut tangan Vanya, sambil berdoa kepada Tuhan, agar membuat Vanya cepat sadar. Tapi kakaknya tak juga sadar, padahal kata dokter kakaknya akan bangun. Tapi kenapa Vanya belum juga membuka matanya.Kriet. Pintu terbuka dan membuat Ririn menoleh, mendengar suara itu."Rin. kembalilah ke kamar kamu." Roy mendekati wanita hamil tersebut."Masih ada disini?" Ririn yang kaget karena Roy masih berada dirumah sakit, dirinya mengira kalau Roy akan kembali."Hm, priamu itu memintaku untuk menemanimu," jawab Roy yang berdiri disamping Ririn.Ririn hanya menganggukan kepalanya saja. Tatapan matanya kembali melihat ke arah Vanya. "Kapan kakak
Ares mendobrak pintu berkali-kali, tapi pintu ruang bawah itu sangat kuat dan membuat Ares susah menembusnya. Oleh karena itu Ares menembakan pintu terbuka dan membuat kunci pintu hancur. Membuatnya menjadi lebih mudah masuk ke dalam ruang bawah tersebut Bibirnya menyeringai bak seorang iblis. Tatapan matanya dan aura yang Ares keluarkan berubah seketika, saat melihat orang yang dicarinya. Ares menatapnya seakan ingin membunuh langsung Miko, yang sedang duduk dengan wajah yang babak belur. Pria itu langsung saja bangun disaat melihat kedatangan Ares, dengan tangan yang membawa senjata api tersebut. Ares mendekati pria bajingan itu dan membuatnya saling berhadapan dengan pria yang sudah membuat akal sehatnya menghilang. Tapi bukannya takut dengan kedatangan Miko.
Vanya akhirnya mendapatkan pertolongan. Ambulance membawanya pergi tubuhnya menuju rumah sakit bersama dengan Ririn yang tak ingin berpisah dengan kakaknya tersebut. Sedangkan Roy menelpon rumah sakit untuk menyediakan segalanya dan tak lupa juga memberitahu Ares melalui sekretarisnya tentang apa yang terjadi hari ini. Ares sangat sibuk sekali karena jadwal hari ini begitu padat sekali dengan berbagai macam rapat. Hingga membuat kakaknya melupakan ponselnya. Roy yang mengangkat panggilan masuk dari nomer asing di ponsel milik Ares dan yang mendengar suara-suara Ririn meminta pertolongan. Tapi setelah itu panggilannya terputus dan Roy menghubungi balik tapi ponsel tersebut tidak aktif lagi. Lantas dengan cepat Roy melacak semua jaringan itu dengan berbagai cara yang dirinya ketahui, hingga ia menemukan lokasinya. Untung saja Roy biasa menemukan lokasinya dengan cepat. Jika tidak kedua bersaudara itu akan dalam bahaya, terutama Ririn
Miko semakin mendekati Ririn yang terus saja mundur-mundur. Tapi Miko mendekati wanita yang terlihat jelas kalau sedang ketakutan. "Jika saja kamu kebih nurut, pasti tak akan terjadi hal ini." Miko menyeringai sinis dan tatapan mata Miko sangat tajam, seperti pedang yang siap menghunus siapapun.Vanya berdiri dengan susah payah, walapun harus menahan rasa sakit akibat tubuhnya yang menerima hantaman keras oleh Miko. Vanya harus bangkit karena ia melihat adiknya dalam keadaan yang berbahaya, Vanya tak akan membiarkan Miko melukai Ririn dan bayinya.Vanya menarik tangan Miko agar menjauh dari adiknya. Menahannya dengan sekuat tenang, walaupun dengan tubuh yang sakit. "Lari Ririn, keluar dari apartemen ini!!" teriak Vanya kepad adiknya."Tidak, tidak. Kita harus keluar bersama!!" ucap Ririn yang melihat kakaknya terus menahan Miko."Cepatlah, tak punya banyak waktu. Keluarlah!!" teriak Vanya.
Entah keberanian dari mana membuat Ririn melakukan hal gila ini dengan bawa-bawa pisau. Tapi jika dirinya tak melakukan hal ini, pasti Ririn akan di lecehkan lagi sama Miko. Ririn tak ingin membiarkan hal itu terjadi."Baiklah sayang. Aku tak dekat-dekat dengan dirimu."Ririn sedikit tenang karena ancaman dirinya ini sangat ampuh dan membuat Miko tak akan berniat untuk melecehkan dirinya lagi. "Dimana kakak gue?" tanya Ririn kepada Miko.Arah pandangan mata Ririn berahli melihat ke arah telunjuk tersebut. Dugaan dirinya sepertinya memang benar, kalau kakaknya tersebut disembuyikan sama Miko. "Buka pintunya," perintah Ririn. Pasti pintu itu terkunci jika tidak, pasti kakaknya akan keluar dan menemui dirinya."Baiklah, tapi pisau itu jauhkan dari tangan kamu." Miko yang masih panik dengan apa yang dilakukan sama Ririn. Miko hanya menuruti apa yang dikatakan sama Ririn, tapi setelah itu ia akan me