"Aku hamil."
Ah, Ethan tahu hal seperti ini akan datang pada akhirnya. Tapi, mengapa harus secepat ini? Dan lagi, kenapa harus wanita ini?
Hening, setelah dua kata yang keluar dari bibir gadis dengan surai hitam itu terlontar. Sosok lain yang menjadi lawan bicara si gadis hanya bungkam, satu alis lelaki itu terangkat.
Kedua manik tajam itu menatap intens pada si gadis, senyum tipis tersungging di bibir tipis gadis itu sejauh mata tajamnya menelisik.
Si lelaki mendengkus pelan. "Kau bercanda?"
Senyum gadis itu menghilang dalam sekejap, kedua manik hitamnya mengerjap pelan lalu menggeleng, masih terlihat baik-baik saja meski sang lawan bicara mulai merasa tidak suka dengan pembicaraan ini.
"Tentu saja tidak. Aku benar-benar hamil." Si gadis menjelaskan dengan yakin, lalu kedua tangannya mulai sibuk mencari sesuatu di dalam tas LV yang ia bawa bersamanya. "Aku bahkan sudah memeriksanya pada dokter Park sebelum ke sini," katanya masih terlihat antusias.
"Cukup." suara rendah itu menghentikan si gadis, bersamaan dengan sebuah tangan besar yang mencengkeram pergelangan tangannya kuat.
"Hentikan omong kosongmu." Katanya dengan rahang mengeras.
"E...Ethan." Gadis itu memanggil si pria. Kedua matanya memancarkan sebuah ketakutan.
Ethan mendengkus dingin sekali lagi.Kedua manik tajamnya menelisik ekspresi si gadis yang terkejut akan perbuatannya. "Aku tidak percaya begitu saja, mungkin saja itu anak dari pria lain," tutur Ethan tidak habis pikir.
"Asal kau tahu," Ethan menunduk, mendekatkan wajahnya pada si gadis yang kini tengah mendongak menatap dirinya, "kau hanya salah satu dari sekian banyak wanita yang rela memberikan tubuhnya padaku dengan suka rela." Sebuah seringai tipis menghiasi sudut bibirnya.
Ethan kembali menjauh, melepaskan cengkeramannya. "Kau beruntung karena kau salah satu putri rekan bisnisku," katanya santai dan menunjukkan senyum tipis tanpa dosa.
"Dan kau masih bisa datang padaku," tambahnya, mengabaikan tatapan si gadis yang sedikit terkejut. "Aku akan dengan senang hati membuatmu orgasme sepanjang malam."
Ethan berbalik, hendak kembali ke kursi kebesarannya. Namun baru dua langkah, lelaki jangkung itu kembali memutar tubuhnya. "Ah, dan juga, hentikan sandiwaramu. Aku tidak akan mudah terpedaya hanya karena kau mengatakan bahwa kau hamil. Sudah berpuluh-puluh wanita datang kemari dan mengatakan omong kosong semacam ini."
Ethan pikir, gadis itu akan memaki dirinya, atau setidaknya dia berteriak dan menampar wajahnya tampannya. Seperti yang beberapa wanita penjilat lakukan padanya. Tapi gadis ini tidak.
Kening Ethan bahkan sampai berkerut heran mendapati gadis itu tersenyum tipis saat dia beranjak dari duduknya.
"Maafkan aku, aku tahu kau belum bisa menerima semua ini. Tapi, aku akan kembali lagi nanti," kata gadis itu sebelum akhirnya berlalu dari sana, setelah membungkuk singkat pada Ethan.
"Percaya diri sekali."
Bahkan, setelah gadis itu keluar dari ruangan itu, rungu sang gadis masih bisa mendengar samar suara meremehkan yang keluar dari mulut sialan Ethan.
...
Seharusnya hari itu Sara tidak perlu mengucapkan kebenarannya, seharusnya Sara tidak menemui Ethan, seharusnya Sara tidak terbuai oleh rayuan seorang Ethan Lee, seharusnya Sara tidak pernah mengenal pria itu.
Seharusnya ... seharusnya, dan selamanya hanya akan menjadi penyesalan.
Sara tahu itu dengan baik.
Siapa yang salah di sini?
Tidak, bukan Ethan. Bukan juga takdir yang telah membawa Sara pada kesengsaraan ini.
Tapi, Sara sendiri. Iya, ia yang salah. Ia salah karena telah membiarkan Ethan mendekam di bagian terdalam hatinya, membiarkan seluruh persepsi tentang Ethan memenuhi benaknya.
Semua salahnya.
Sejak awal Sara seharusnya sadar, jika lelaki seperti Ethan tidak akan pernah berubah. Ethan akan tetap menjadi Ethan Lee—lelaki tampan dan kaya yang selalu datang ke tempat hiburan, berganti-ganti wanita, membawa wanita berbeda ke kamar hotel, seolah wanita itu hanya berupa setelan yang selalu ia kenakan, yang bisa ia pakai dan buang saat sudah bosan keesokan harinya.
Hanya karena lelaki itu pernah mengantarnya pulang satu kali saat ia terjebak hujan deras, bukan berarti Sara bisa membuat Ethan meninggalkan dunianya. Itu adalah pemikiran terbodoh seumur hidupnya.
Hanya karena senyum manis itu, harusnya Sara tidak tergoda oleh bisikan tak kasat mata yang berkeliaran di kepalanya.
"Bisakah aku melihat senyum itu lagi, setiap saat, setiap waktu ... hanya untukku?" batinnya.
Jika saja Sara tahu, bahwa di masa mendatang, senyum itu juga yang akan menghancurkan hatinya, jiwanya, juga dunianya, ia akan memilih tidak pernah melihatnya sama sekali.
Sayangnya, semua itu terasa sudah tidak berarti lagi. Hanya menyisakan sesal yang teramat mendalam untuk seorang Kim Sara.
Lelaki itu adalah pusat kehancurannya. []
ㅡ
"Ingat ini baik-baik Lee Ethan!"
"Dalam setiap nafas yang kau hirup, dalam setiap matamu berkedip, setiap hari, setiap kau terlelap dalam tidurmu,"
"Ingat aku, si wanita jahat yang begitu kau benci, wanita jahat yang tidak tahu diri masuk ke dalam kehidupanmu."
"Kim Sara. Ingatlah nama itu baik-baik, juga setiap kata-kata mengerikan yang selalu kau ucapkan untukku."
"Hiduplah dalam kubangan rasa bersalah, jangan pernah memaafkan dirimu sendiri, bencilah dirimu sebanyak kau membenci diriku. Ingatlah segala dosa yang telah kau perbuat, setiap saat, setiap hari, bahkan dalam mimpi sekalipun. Ingatlah, bahwa kau telah membuat hidup seseorang menjadi begitu hancur tak bersisa."
ㅡ
[TRAUMA]
"Sara!" panggilan itu mengejutkan Sara, tepat ketika kedua kakinya menginjakkan ruang tamu apartemen."Kakak?" kedua manik itu mengerjap terkejut atas keberadaan sang kakak di apartemennya.Kim Jooin, sang kakak beranjak dari duduknya. "Kau dari mana? Aku menunggumu sejak tadi." Menatap Sara penuh selidik.Untuk beberapa saat Sara berpikir, otaknya berputar mencari alasan untuk ia berikan pada kakaknya yang kelewat posesif ini. Hingga ia teringat dengan sesuatu yang ia bawa."Aku baru membeli es krim di depan," katanya tersenyum lebar sambil menunjukkan kresek berisikan es krim yang untungnya sempat ia beli beberapa saat lalu.Sara berjalan mendekati Jooin, masih dengan cengirannya. "Kakak mau?" tawarnya, menyodorkan satu cup es krim tiga rasa tersebut."Tidak," tolak Jooin.Sara memutar bola matanya malas, baru ingat jika Jooin sangat tidak menyukai es kr
Tiga hari berlalu setelah Sara memutuskan untuk memberitahu tentang kehamilannya pada Ethan, namun lelaki itu masih tidak memberikan respon apapun ataupun juga menghubunginya. Seharian Sara memandangi ponselnya, harap-harap Ethan menghubunginya atau setidaknya mengirimkan pesan singkat.Ethan seolah-olah telah membuangnya begitu saja, dan pergi dengan menyuguhkan pemandangan punggungnya yang menjauh hilang.Namun tidak ada pesan apapun, Ethan seperti tenggelam bak batu yang di lemparkan ke danau. Padahal dulu, saat hubungan Sara dan Ethan masih seperti biasa. Ketika Sara masih sering mengunjungi apartemen milik Ethan hampir setiap malam, dan menghabiskan malam di sana. Ethan selalu mengiriminya pesan setiap saat, tanpa henti.Tetapi kini, nihil. Hanya ada puluhan pesan dari Jooin yang masih saja meneror Sara dengan segala macam pertanyaannya, menyuruh agar Sara makan tepat waktu, tidur tepat sebelum jam sembilan malamㅡJooin benar-benar memperlakukan Sara sep
Lagi, lagi, dan lagi.Morning sicknessitu membuat Sara kelabakan, walaupun tidak seburuk beberapa hari belakangan. Meski begitu, tetap saja ini menjengkelkan. Setiap kali Sara menelan sedikit saja makanan, maka beberapa menit selanjutnya akan keluar kembali dengan sia-sia.Untung saja Sara masih bisa memakan buah-buahan sebagai pengganti nasi, jadi gadis itu tidak perlu khawatir dengan perutnya yang tidak mendapatkan asupan cukup, di tambah vitamin yang Dokter Park berikan.Ah, dokter tampan itu. Dia kenalan Ethan, meski tidak terlalu dekat. Sara masih ingat betul penuturan Dokter Park saat Sara pertama kali mengetahui tentang kehamilannya, ketika ia mengecek kesehatannya.'Kondisi fisikmu yang tidak baik, berpengaruh terhadap janinnya. Dia menjadi lemah. Karena itulah morning sickness-mu jadi separah itu.'Sara tidak menyalahkan janin yang baru berusia lima minggu lebih, yang kini bersemayam di rahimnya, tidak juga menyalahka
Aroma familier memenuhi penciuman Sara, tepat ketika ia perlahan membuka kedua matanya. Dan yang ia dapatkan adalah kepalanya yang berdenyut, setelah kesadaran menyeret Sara dari alam bawah sadar.Rumah sakit, batin Sara. Ketika penciumannya sadar pada aroma obat-obatan yang ia hirup, juga ngilu di tangannya kanannya yang berasal dari jarum infus.Dojun! Sontak Sara bergerak bangun, meski denyutan di kepalanya semakin menjadi. Mendadak Sara menjadi cemas. Lelaki itu, jika memang Dojun yang membawanya, besar kemungkinan Dojun tahu kondisinya saat ini.Sara menatap panik seluruh ruangan, namun di sana tidak ada siapa pun selain dirinya. Dojun tidak ada di sini, dan itu semakin membuat Sara tidak bisa menenangkan dirinya.Sara tanpa sadar memainkan jemarinya, maniknya menatap penuh cemas pada pintu yang tertutup rapat.Sampai ketika beberapa lama berlalu, ketika Sara tengah mencoba meredakan ketegangan yang memenuhi dirinya. Pintu tersebut terbuka leb
Hari itu Sara kembali bertemu Ethan lagi, setelah selama hampir satu bulan mengenal lelaki Lee itu. Sara semakin terpesona pada Ethan, Sara akui Ethan itu terlalu memikat. Ethan Lee sangat sulit untuk di abaikan begitu saja.Di dalam mobil yang penuh dengan aroma Ethan. Sara mulai berpikir. Mungkin, Ethan merupakan sebuah pilihan yang takdir berikan padanya. Sara benar-benar buntu, kepalanya mulai gila karena memikirkan itu.Sara berharap, dalam sudut hatinya. Mungkin Ethan lah orangnya, yang akan membawa Sara keluar dari lingkar keluarganya yang teramat menuntut.Berharap, kedatangan Ethan membuat keadaan menjadi lebih baik. Seperti yang terjadi di dalam drama atau novel-novel picisan. Ethan datang, menyelamatkannya dari perjodohan konyol ini.Terdengar tidak masuk akal, jelas itu hanyalah angan yang mampir di benak Sara. Wanita itu terlalu kalut."Aku harus mampir ke suatu tempat, tak apa 'kan?" Et
Pagi ini, seperti biasa Sara harus menghabiskan waktunya di kamar mandi selama hampir satu jam lamanya, memuntahkan semua sarapan yang bahkan baru beberapa suap masuk ke dalam mulutnya.Menyiksa, tentu saja. Hanya saja, Sara tidak keberatan dengan itu. Entah itu morning sickness yang kata dokter tidak seperti wanita hamil lainnya, mengingat daya tahan tubuh Sara tidak bagus. Ataupun pening yang selalu menderanya di sela-sela waktu bekerja, Sara sudah terlalu biasa dengan segala jenis kesakitan. Seolah sakit raga maupun batinnya sudah menjadi makanan Sara setiap harinya.Sara mendongak, menatap pantulan dirinya di cermin. Melihat dengan jelas bagaimana menyedihkan dirinya, rambut yang di kuncir asal, kantung mata hitam melingkar, juga sudut bibirnya yang masih memperlihatkan luka bekas tamparan ayahnya kemarin.Dengan langkah gontai, Sara membawa kembali dirinya ke dapur. Sepertinya hari ini Sara tidak bisa makan bubur lagi, itu hanya akan berak
Suara gemericik air yang berasal dari arah kamar mandi memecah keheningan suasana kamar milik Sara, menandakan jika seseorang di dalam kamar mandi sana masih melakukan aktivitasnyaㅡmandi.Sedangkan si pemilik kamar, hanya bungkam dengan selimut membalut tubuh polosnya. Irisnya sesekali mengerjap, menatap tanpa ekspresi pada jendela kamar, di mana matahari semakin tinggi.Ethan benar-benar membuktikan ucapannya, dia menyentuh Sara dengan begitu kasar. Menunjukkan dengan jelas kepada Sara, jika Ethan murka.Dalam setiap sentuhannya, Ethan seolah memberitahu Sara. Bahwa Ethan murka, marah, kesal, dengan terang-terangan di ujung pelepasannya di barengi sebuah tamparan Ethan mengatakan sumpah serapah, jika ia begitu membenci Sara.Sara tidak peduli, entah itu pada ungkapan kebencian Ethan di saat klimaksnya. Ataupun perlakuan kasarnya pada tubuh Sara, begitu juga ucapan menyakitkan yang acap kali keluar dari bibir Ethan.Yang Sara khawatirkan h
‘Jadi, maksudmu dia hamil anakmu begitu?'"Mungkin." Nada suara Ethan terdengar tidak meyakinkan untuk si lawan bicara.'Eh? Kau terdengar tidak yakin. Ah, sudah kuduga, akhirnya kau mendapatkan karma eh?'"Aku tidak tahu harus melakukan apa, yang terpikirkan olehku hanya menyuruhnya membunuh anak itu."Seseorang di dalam panggilan itu tertawa rendah singkat seolah ucapan mengerikan Ethan bukan hal serius, kembali membalas.'Karena itu kau menghubungiku, begitu? Kau butuh solusi Tuan Lee?'"Sepertinya."Si lawan bicara tidak memberikan balasan lagi, untuk beberapa saat hening menyelimuti keduanya.'Ya Lee Ethan.'Si lawan bicara berkata dengan nada meremehkan,'Kau ini Ethan Lee, si pengusaha muda sukses yang memiliki harta berlimpah di setiap sudut tempat. Kau memiliki segalanya.'Kening Ethan berkerut tidak mengerti mendengar penuturan orang itu, "Lalu? Janga