Lagi, lagi, dan lagi. Morning sickness itu membuat Sara kelabakan, walaupun tidak seburuk beberapa hari belakangan. Meski begitu, tetap saja ini menjengkelkan. Setiap kali Sara menelan sedikit saja makanan, maka beberapa menit selanjutnya akan keluar kembali dengan sia-sia.
Untung saja Sara masih bisa memakan buah-buahan sebagai pengganti nasi, jadi gadis itu tidak perlu khawatir dengan perutnya yang tidak mendapatkan asupan cukup, di tambah vitamin yang Dokter Park berikan.
Ah, dokter tampan itu. Dia kenalan Ethan, meski tidak terlalu dekat. Sara masih ingat betul penuturan Dokter Park saat Sara pertama kali mengetahui tentang kehamilannya, ketika ia mengecek kesehatannya.
'Kondisi fisikmu yang tidak baik, berpengaruh terhadap janinnya. Dia menjadi lemah. Karena itulah morning sickness-mu jadi separah itu.'
Sara tidak menyalahkan janin yang baru berusia lima minggu lebih, yang kini bersemayam di rahimnya, tidak juga menyalahkan Ethan yang telah menyimpan benihnya di rahim Sara.
Sara justru kesal pada dirinya sendiri, pada fisiknya yang begitu payah, pada dirinya yang tidak bisa menahan semua tekanan ini.
Dengan langkah gontai, Sara berjalan keluar dari apartemen. Bagaimanapun juga pekerjaan kantor menantinya, terutama setelah berhari-hari ia tinggalkan. Di tambah, ayahnya terus saja menanyakan kehadiran Sara di kantor.
Jadi, meski kepalanya sedikit merasakan pening juga perutnya yang agak mual melilit. Sara harus memaksakan diri untuk datang ke kantor hari ini, posisinya sebagai Ketua tim akan di cabut oleh sang ayah, jika Sara terlalu lama absen tanpa alasan, dan dikira bermalas-malasan. Lalu setelah itu, Sara pastikan dia harus memulai kembali dari nol.
Belum lagi janji Dojun yang akan menemuinya saat jam makan siang nanti, Sara menghela panjang saat mobil yang ia kendarai sampai di gedung kantor. Dojun, tunangannya itu entah bagaimana nasibnya jika dia tahu keadaan Sara saat ini.
Mengingat betapa baiknya Dojun, hangatnya perlakuan Dojun sejak pertemuan pertamanya. Sara sangsi, bahwa ia merasa tidak tega harus mengkhianati lelaki sebaik Dojun.
Masih dengan berbagai hal yang berkecamuk di kepalanya, Sara memasuki gedung. Senyum manisnya terukir kala beberapa karyawan berpapasan dengannya. Berganti menjadi Kim Sara yang memasang topeng dengan senyum palsu.
Orang-orang mungkin akan melihat Kim Sara yang berjalan begitu santai dengan senyum ramah terpatri di bibir tipisnya, akan mengira jika wanita itu baik-baik saja, dia terlihat tangguh dan begitu ceria. Di tambah kedua mata itu, berbinar tanpa cela ketika saling bertubrukan dengan milik orang lain.
Hanya saja, orang-orang tidak tahu. Kim Sara itu pembohong terhandal sejagat raya, menyembunyikan dengan apik siapa dirinya yang sebenarnya.
...
Jam makan siang sudah di mulai sekitar sepuluh menit yang lalu, tetapi Sara masih setia duduk di balik meja kerjanya, menatap serius pada layar datar di hadapannya. Sambil sesekali meringis mengigit pipi bagian dalamnya, menahan gejolah mual yang mencekiknya. Juga pening kepalanya yang berdenyut kencang.
Ayolah, jangan sekarang. Pikir Sara.
Padahal Sara sudah menelan obat yang di berikan Dokter Park untuk meredakan pening di kepalanya beberapa saat lalu, tapi itu sepertinya tidak bekerja sama sekali.
Dengan terpaksa Sara mengabaikan pekerjaannya, menyandar pada sandaran kursi, memejamkan matanya erat, menghirup napas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan. Hal itu Sara lakukan berkali-kali, sampai mual dan peningnya sedikit mereda.
Belum juga Sara merasakan ketenangan, ponselnya tiba-tiba bergetar. Mendesis kesal, Sara menatap si pemanggil.
Ya Tuhan, itu Dojun. Pasti lelaki itu sedang menunggunya.
Meski dengan perasaan enggan yang luar biasa, Sara akhirnya mendatangi alamat rumah makan yang Dojun kirimkan. Untung saja jaraknya tidak terlalu jauh dari kantornya, jadi Sara tidak perlu berlama-lama duduk di balik kursi kemudi dengan perutnya yang terus bergejolak.
Untuk sesaat ketika Sara sampai di restoran. Di sebuah meja, yang sudah tersaji dua piring makan siang, dan dua gelas minum. Oh, jangan lupakan si lelaki Kim yang segera beranjak dan menarik satu kursi untuk Sara tempati.
"Sudah memesan?"
Manik Sara menatap dua piring spagetti di atas meja, lalu pada Dojun.
"Yah, seperti yang kau lihat." Dojun kembali mendudukan dirinya di kursi.
Sara tersenyum singkat, "Terima kasih," katanya, meski dengan kenyataan bahwa ia tidak berselera melihat makanan yang tersaji di sana.
Tidak, Sara tidak membenci spagetti. Bahkan, Sara sangat menyukainya. Dan Dojun tahu itu, karena itulah dia memesannya. Tahu betul apa yang disukai tunangannya.
Hanya saja, karena kehamilannya, Sara jadi begitu tidak menyukainya. Tetapi Sara tetap memakannya sampai habis, tentu saja untuk menghargai Dojun.
Tepati ketika di pertengahan acara makan siang itu, ketika Dojun menceritakan rencana membangun rumah yang akan keduanya tinggali nanti. Sara tanpa sengaja menemukan sosok yang selama ini memporak-porandakan batinnya.
Ethan Lee, lelaki itu melewati mejanya. Tepat di belakang Dojun, dengan seorang wanita berpakaian modis dan bibir merah menyala yang bergelayut manja di lengannya.
Dalam beberapa detik singkat itu, kedua manik itu saling bertubrukan. Dan saat itu juga Sara melihatnya, ada cibiran yang tertera di tatapan itu. Mengirimkan berjuta rasa sesak, dan ngeri pada setiap persendian tubuh Sara.
"Bagaimana jika di Jeju?"
Bahkan, pertanyaan Dojun terdengar samar, pendengaran Sara berdengung bersamaan dengan rasa mual yang tiba-tiba naik dari perut ke tenggorokannya.
"Sara?" Dojun meraih tangan Sara di atas meja, menyadarkan gadis itu dari lamunannya.
Merasakan sapuan lembut di punggung tangannya, Sara mengerjap pelan. Beralih memusatkan perhatian pada Dojun, bukan pada Ethan yang duduk di meja belakang Dojun.
"Kau baik-baik saja?"
Sekali lagi, Sara mengerjap beberapa kali. "Dojun, sepertinya aku harus segera kembali ke kantor. Ada urusan yang belum aku selesaikan."
Dojun terlihat mengernyit bingung, "Benar kau tak apa?" Dojun sekali lagi memastikan.
"Tidak Dojun, aku baik-baik saja. Aku hanya lupa kalau Pak Choi akan datang ke kantor hari ini."
Dojun tidak tahu siapa Pak Choi, tapi sepertinya itu penting melihat dari reaksi Sara sendiri.
"Biar aku antar." Dojun menawarkan diri setelah membayar makanan. Beranjak dari duduknya.
Sara mengangguk tanpa ragu, akan lebih baik jika Dojun yang mengemudi. Saat ini kepalanya benar-benar pening, juga kakinya yang lemas.
Ketika kedua kaki Sara melangkahkan tungkainya keluar dari restoran, dengan Dojun di belakangnya, saat itu juga Sara kehilangan keseimbangan tubuhnya. Jika saja Dojun tidak bergerak cepat, mungkin saja Sara akan tersungkur dan berguling-guling di tangga.
Untung saja Dojun segera meraih tubuh Sara yang kehilangan kesadarannya, lelaki itu panik. Memanggil-manggil nama Sara berkali-kali. Mengundang perhatian orang-orang di sekitar restoran terutama yang kini duduk di dalam restoran.
Terlebih Ethan, lelaki itu menatap sosok Sara yang kini berada di pangkuan Dojun dengan kening berkerut yang kentara.
Satu dengusan pelan keluar dari bibir Ethan, "dasar wanita lemah," gumamnya pelan.
[]Aroma familier memenuhi penciuman Sara, tepat ketika ia perlahan membuka kedua matanya. Dan yang ia dapatkan adalah kepalanya yang berdenyut, setelah kesadaran menyeret Sara dari alam bawah sadar.Rumah sakit, batin Sara. Ketika penciumannya sadar pada aroma obat-obatan yang ia hirup, juga ngilu di tangannya kanannya yang berasal dari jarum infus.Dojun! Sontak Sara bergerak bangun, meski denyutan di kepalanya semakin menjadi. Mendadak Sara menjadi cemas. Lelaki itu, jika memang Dojun yang membawanya, besar kemungkinan Dojun tahu kondisinya saat ini.Sara menatap panik seluruh ruangan, namun di sana tidak ada siapa pun selain dirinya. Dojun tidak ada di sini, dan itu semakin membuat Sara tidak bisa menenangkan dirinya.Sara tanpa sadar memainkan jemarinya, maniknya menatap penuh cemas pada pintu yang tertutup rapat.Sampai ketika beberapa lama berlalu, ketika Sara tengah mencoba meredakan ketegangan yang memenuhi dirinya. Pintu tersebut terbuka leb
Hari itu Sara kembali bertemu Ethan lagi, setelah selama hampir satu bulan mengenal lelaki Lee itu. Sara semakin terpesona pada Ethan, Sara akui Ethan itu terlalu memikat. Ethan Lee sangat sulit untuk di abaikan begitu saja.Di dalam mobil yang penuh dengan aroma Ethan. Sara mulai berpikir. Mungkin, Ethan merupakan sebuah pilihan yang takdir berikan padanya. Sara benar-benar buntu, kepalanya mulai gila karena memikirkan itu.Sara berharap, dalam sudut hatinya. Mungkin Ethan lah orangnya, yang akan membawa Sara keluar dari lingkar keluarganya yang teramat menuntut.Berharap, kedatangan Ethan membuat keadaan menjadi lebih baik. Seperti yang terjadi di dalam drama atau novel-novel picisan. Ethan datang, menyelamatkannya dari perjodohan konyol ini.Terdengar tidak masuk akal, jelas itu hanyalah angan yang mampir di benak Sara. Wanita itu terlalu kalut."Aku harus mampir ke suatu tempat, tak apa 'kan?" Et
Pagi ini, seperti biasa Sara harus menghabiskan waktunya di kamar mandi selama hampir satu jam lamanya, memuntahkan semua sarapan yang bahkan baru beberapa suap masuk ke dalam mulutnya.Menyiksa, tentu saja. Hanya saja, Sara tidak keberatan dengan itu. Entah itu morning sickness yang kata dokter tidak seperti wanita hamil lainnya, mengingat daya tahan tubuh Sara tidak bagus. Ataupun pening yang selalu menderanya di sela-sela waktu bekerja, Sara sudah terlalu biasa dengan segala jenis kesakitan. Seolah sakit raga maupun batinnya sudah menjadi makanan Sara setiap harinya.Sara mendongak, menatap pantulan dirinya di cermin. Melihat dengan jelas bagaimana menyedihkan dirinya, rambut yang di kuncir asal, kantung mata hitam melingkar, juga sudut bibirnya yang masih memperlihatkan luka bekas tamparan ayahnya kemarin.Dengan langkah gontai, Sara membawa kembali dirinya ke dapur. Sepertinya hari ini Sara tidak bisa makan bubur lagi, itu hanya akan berak
Suara gemericik air yang berasal dari arah kamar mandi memecah keheningan suasana kamar milik Sara, menandakan jika seseorang di dalam kamar mandi sana masih melakukan aktivitasnyaㅡmandi.Sedangkan si pemilik kamar, hanya bungkam dengan selimut membalut tubuh polosnya. Irisnya sesekali mengerjap, menatap tanpa ekspresi pada jendela kamar, di mana matahari semakin tinggi.Ethan benar-benar membuktikan ucapannya, dia menyentuh Sara dengan begitu kasar. Menunjukkan dengan jelas kepada Sara, jika Ethan murka.Dalam setiap sentuhannya, Ethan seolah memberitahu Sara. Bahwa Ethan murka, marah, kesal, dengan terang-terangan di ujung pelepasannya di barengi sebuah tamparan Ethan mengatakan sumpah serapah, jika ia begitu membenci Sara.Sara tidak peduli, entah itu pada ungkapan kebencian Ethan di saat klimaksnya. Ataupun perlakuan kasarnya pada tubuh Sara, begitu juga ucapan menyakitkan yang acap kali keluar dari bibir Ethan.Yang Sara khawatirkan h
‘Jadi, maksudmu dia hamil anakmu begitu?'"Mungkin." Nada suara Ethan terdengar tidak meyakinkan untuk si lawan bicara.'Eh? Kau terdengar tidak yakin. Ah, sudah kuduga, akhirnya kau mendapatkan karma eh?'"Aku tidak tahu harus melakukan apa, yang terpikirkan olehku hanya menyuruhnya membunuh anak itu."Seseorang di dalam panggilan itu tertawa rendah singkat seolah ucapan mengerikan Ethan bukan hal serius, kembali membalas.'Karena itu kau menghubungiku, begitu? Kau butuh solusi Tuan Lee?'"Sepertinya."Si lawan bicara tidak memberikan balasan lagi, untuk beberapa saat hening menyelimuti keduanya.'Ya Lee Ethan.'Si lawan bicara berkata dengan nada meremehkan,'Kau ini Ethan Lee, si pengusaha muda sukses yang memiliki harta berlimpah di setiap sudut tempat. Kau memiliki segalanya.'Kening Ethan berkerut tidak mengerti mendengar penuturan orang itu, "Lalu? Janga
Perasaan bangga memenuhi diri Ethan, kedua tungkainya melangkah lebar dengan sudut bibir terangkat. Menyusuri koridor yang sedikit lenggang, mengingat jam kerja kantor di mulai satu jam lagi. Tentu, ini masih terlalu pagi untuk para pegawai datang.Perasaan Ethan sedang dalam keadaan baik, bahkan sangat baik. Sampai-sampai mendadak jadi begitu bersemangat datang ke tempat kerja lebih awal, tidak seperti biasanya.Entahlah, Ethan hanya sedang merasa senang. Ini lebih dari sekedar memenangkan tender dengan nilai selangit. Perasaan ini, lebih dari itu.Alasannya sederhana, hanya membayangkan Kim Sara dalam genggamannya, miliknya, seutuhnya.Ada apa dengan dirinya? Mengingat itu semua saja, sudah mampu membuat Ethan menyeringai tipis, di sela-sela langkahnya yang melangkah di koridor.Ahh, itu sungguh luar biasa.Batin Ethan.Ethan terlalu fokus pada lamunannya, sehingga t
The Kim's.Itulah sebutan yang melekat dalam garis keturunan keluarga besar Sara. Jika ada orang yang mengatakan nama itu, kebanyakan orang akan berpikir. 'Ah, mereka keturunan yang memiliki wajah tidak wajar itu.'Kurang lebih seperti itu.Hanya lewat desas-desus dan gosip dari mulut ke mulut, Ethan hanya tahu sebatas itu, Ethan tidak pernah melihatnya secara langsung. Tetapi, jika melihat bagaimana Kim Jisang juga kedua anaknya, dan juga jangan lupakan si idol Kim Taekyung yang katanya sepupu dari Sara. Mereka memang memiliki semua kriteria yang orang-orang sebutkan. Sepertinya Ethan harus mengakui semua yang dikatakan orang-orang.Terutama setelah Ethan melihat dengan kedua mata kepalanya sendiri, siapa dan bagaimana ituThe Kim's.Keluarga Sara memanggil Ethan, memintanya untuk datang ke dalam sebuah makan malam keluarga Kim. Semua anggota keluarga Kim datang, berkumpul di rumah nenek SaraㅡKim Dain. Anggota ter
'Kenangan beracun yang ada di hatiku, terus tumbuh dan semakin dalam. Mendorongku lebihjauh,menyudutkanku, termasuk menyalahkan diri.'[EXO - Trauma]...Tahu apa arti Kim Sara untuk Jooin?Jooin selalau menganggap Sara adalah separuh dirinya. Ketika Sara sakit, maka Jooin akan menjadi satu-satunya yang kesakitan menyaksikan hal itu. Ketika Sara menangis karena segala tuntutan keluarganya sendiri, Jooin akan menjadi satu-satunya orang yang bersedih untuk Sara. Ketika Sara senang, Jooin akan menjadi yang paling bahagia melihat ada tawa di bibir kecil Sara. Dan ketika semua orang menentang keinginan Sara, Jooin akan menjadi satu-satunya yang mendukung Sara dalam keadaan apapun.Jadi saat Jooin mengetahui apa yang terjadi pada Sara saat ini, Jooin hancur sehancur-hancurnya. Sebagian dirinya meradang, membayangkan selama ini Sara kesulitan tanpa dirinya, mengetahui Sara menutupi kenyataan mengerikan itu da