“Keluar Kau dari ruanganku! Aku muak melihat wajahmu!”
Demi menutupi ketertarikan yang mulai muncul di hatinya, Rainer Griffin justru membentak-bentak Olivia Milan seraya menuding ke arah gadis tersebut untuk segera meninggalkan ruangannya. Itu adalah ke dua kalinya Olivia Milan menyaksikan dirinya diusir dengan cukup kasar oleh Tuan Griffin.
"B-baik, Tuan Griffin. Saya akan pergi."
Olivia kembali dibuat bingung oleh Tuan Griffin. Lelaki itu hampir selalu menunjukkan perubahan ekspresi yang sangat ekstrem. Ia lantas membungkuk sebentar sebelum menghambur ke luar ruangan dan lenyap dari pandangan. Jika ia tak segera pergi, ia khawatir kalau-kalau Tuan Griffin akan meminta pengawalnya untuk menganiayanya lagi.
Sementara itu, Rainer Griffin terlihat cukup marah, ia melemparkan berkas-berkas di mejanya hingga membuat dokumen-dokumen penting itu berserakan di lantai. Setelahnya, ia bangkit berdiri seraya melonggarkan dasinya yang terasa mencekik leher hingga membuat napasnya terasa sesak.
Sebenarnya, sesak napas yang Rainer Griffin alami bukanlah diakibatkan oleh dasi di lehernya yang mencekik. Sesak napas itu bersumber dari kekecewaannya pada diri sendiri yang mulai menunjukkan gejala ketertarikan pada sosok perempuan gembel seperti Olivia Milan.
Apa yang akan orang-orang katakan jika aku jatuh hati pada perempuan dari kelas rendahan seperti Olivia? Sial!
Rainer Griffin menendang kaki meja dengan geram, lalu sesaat kemudian ia mengaduh kesakitan. Ia pun mulai melangkah masuk ke bagian dalam ruang kerjanya yang merupakan ruangan berbentuk apartemen full furnished. Rainer Griffin berjalan hingga ke ujung ruangan, membuka pintu lalu berdiri menyandar pada pagar balkon yang setinggi perutnya. Ia memandang jauh ke arah pantai Phulia, yaitu pantai yang paling indah di kota Gapi.
Semuanya akan kembali normal setelah ini! Aku percaya itu!
Rainer Griffin memejamkan matanya sejenak, berusaha meyakinkan dirinya jika perasaan tertariknya pada Olivia Milan tak akan bertahan lebih lama dari setengah jam.
***
Ketika keluar dari ruangan Tuan Griffin, Olivia melihat beberapa beberapa pegawai lain yang kebetulan lewat sedang saling berbisik menggunjingnya. Selama ini, hanya beberapa gelintir gadis saja yang diperbolehkan masuk ke ruangan Tuan Griffin. Tak heran, beberapa pegawai lain merasa pantas untuk menggunjing Olivia sebab gadis itu menjadi terlihat sedikit spesial karena diizinkan oleh Tuan Griffin untuk memasuki ruangannya.
Lebih-lebih, ketika mereka melihat ada bekas memar di bibir Olivia Milan, pikiran mereka langsung mengarah pada sesuatu yang liar dan nakal. Bukankah pria kaya memang senang bermain perempuan, dan Olivia si pegawai baru sepertinya telah diajak bermain-main oleh CEO di perusahaan itu.
Kabar masuknya Olivia Milan ke ruangan Tuan Griffin itu langsung menyebar ke seluruh kantor, membuat gadis itu sukses tak mendapat teman. Hanya ada satu orang yang mau berbicara pada Olivia, orang itu adalah Nyonya Zuri yang memang merupakan senior Olivia dan mereka berdua berada di bidang yang sama.
“Hei, anak baru! Apa hukuman yang diberikan Tuan Griffin kepadamu? Mengapa kau masih di sini? Apakah itu artinya Tuan Griffin tidak memecatmu? Mengapa juga lukamu tak bertambah, bukankah kemarin Tuan Griffin dengan sangat geram meminta pengawalnya menganiaya tubuhmu?” Nyonya Zuri mendekati Olivia, menanyai gadis tersebut demi memuaskan hasrat ingin tahunya yang tak terbendung.
Dari cara Tuan Griffin memanggil Olivia yang lebih dari satu kali, Nyonya Zuri sempat menaruh curiga jika jangan-jangan Olivia Milan memang berhasil menggoda Tuan Griffin. Jika dugaannya benar, maka itu akan menjadi gossip terpanas sepanjang sejarah sebab saat itu Tuan Griffin sudah memiliki tunangan yaitu seorang gadis yang merupakan cucu dari salah seorang konglomerat di kota Gapi.
“Saya sendiri masih bingung dengan hukuman saya, Nyonya. Saya diminta menemui Tuan Griffin hanya untuk diusir kembali setelah tiba di ruangannya,” Olivia menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal. Mencoba menemukan penyebab keanehan Tuan Griffin yang lagi-lagi hanya mengusirnya kembali setelah sebelumnya memintanya untuk datang.
“Kau diusir?” Nyonya Zuri bertanya seraya menempelkan satu tangannya ke dagu, satu lagi melingkar di perut. Nyonya Zuri terlihat berpikir dengan cukup serius lalu ia pun menghela napas kebingungan. Sama-sama tak mengerti apa maksud aneh dari Tuan Griffin.
Bersamaan dengan hal tersebut, telepon yang ada di meja Nyonya Zuri bordering. Perempuan itu mengangkat gagang teleponnya lalu berbasa-basi dengan si penelepon. Sesaat, raut wajah Nyonya Zuri terlihat semakin kebingungan. Nyonya itu mengucapkan kata ‘iya’ setidaknya hingga tiga kali sebelum ia menutup sambungan teleponnya.
Nyonya Zuri memanggil Olivia yang berada tak jauh darinya. “Olivia, Tuan Griffin memintamu untuk datang ke ruangannya sekarang!” tukas Nyonya Zuri dengan nada sedikit kebingungan.
Tak hanya Nyonya Zuri, Olivia juga terlihat terheran-heran mendengar perintah dari Nyonya Zuri. Bahkan, setengah jam sebelumnya ia baru saja diusir oleh Tuan Griffin, lalu sekarang Tuan Griffin memintanya untuk ke sana lagi?
“Baik, Nyonya. Saya akan segera ke sana.” Olivia mengangguk pada Nyonya Zuri lalu melangkah pergi menuju ke ruangan Tuan Rainer Griffin.
"Biar kutebak, pasti nanti aku akan diusir kembali!" batin Olivia Milan dalam hati.
***
Seorang pengawal membukakan pintu untuk Olivia begitu gadis tersebut telah tiba di depan ruangan Tuan Rainer Griffin. Olivia Milan kini sudah tak begitu gemetar ketika memasuki ruangan Tuan Griffin. Ia merasa telah jauh lebih baik setelah memiliki keyakinan jika ia bisa bertanggung jawab pada kesalahannya di hari sebelumnya.
“Mulai besok, kau bekerja di sini!” Tuan Griffin berucap tanpa menoleh ke arah Olivia Milan. Ia berbicara dengan pandangan mata mengarah pada berkas-berkas di meja.
“Maaf, Tuan. Bukankah sejak kemarin saya memang karyawan di kantor ini?” Olivia bertanya dengan sopan, sebisa mungkin ia tak ingin membuat kesalahpahaman sebab sejatinya ia juga tak begitu memahami kalimat Tuan Griffin.
“Kau tak dengar kalimatku, ya? Kubilang mulai besok Kau bekerja di sini. Di ruanganku!” gumam Rainer Griffin kini dengan nada sedikit kaku karena kikuk.
Olivia Milan kembali terperanjat dengan kalimat-kalimat ajaib yang diucapkan Tuan Griffin. Sungguh ia tak memahami jalan pikiran CEO-nya itu. Bukankah beberapa saat lalu Tuan Griffin telah mengusirnya lantaran Tuan Griffin muak dengan Wajahnya? Lalu, saat ini orang tersebut justru memintanya untuk bekerja di dalam satu ruangan dengannya?
“Maaf, Tuan, apakah saya tidak salah dengar? Bekerja di ruangan ini?” Olivia bertanya hati-hati.
“Ya. Kurasa telingamu cukup normal.” Rainer Griffin menjawab singkat.
“Jadi, saya benar-benar harus bekerja di ruangan ini, Tuan?”
“Jika Kau bertanya sekali lagi, akan kupastikan itu adalah kalimat terakhir yang kau ucapkan!”
“B-Baik, Tuan! Besok saya akan bekerja di ruangan ini. Apakah ada hal lain yang ingin Tuan sampaikan?”
“Tidak. Kau sebaiknya keluar sekarang!”
Olivia pun mengangguk, meski tentu saja otaknya dipenuhi dengan tanda tanya yang cukup besar. Rupa-rupa pertanyaan silih berganti membayang di depan matanya. Apa daya, ia bahkan tak diizinkan untuk bertanya sekali lagi. Hal yang bisa Olivia lakukan adalah menuruti perintah Tuan Griffin sebagaimana ia merupakan pegawai baru di perusahaan tersebut. Ia pun akhirnya kembali ke ruangannya dan langsung diberondong pertanyaan oleh Nyonya Zuri.
“Apa? Tuan Griffin memintamu untuk bekerja di ruangannya?” Nyonya Zuri memekik tak percaya. Tak hanya Nyonya Zuri, pegawai-pegawai lain yang kebetulan menguping pembicaraan Olivia bersama Nyonya Zuri pun terlihat kaget dan tak percaya.
“Ya, Nyonya. Tapi jangan bertanya mengapa, sebab saya juga tidak mengerti. Tuan Griffin tidak memberi saya hak untuk bertanya.” Olivia menjawab lirih, wajahnya lesu begitu membayangkan hal-hal yang absurd yang mungkin akan terjadi esok hari.
Sementara itu, di ruangannya, Rainer Griffin tampak kesulitan memahami jalan pikirannya. Ia tak sudi untuk berada satu ruangan dengan gembel seperti Olivia Milan. Tetapi anehnya, ia juga amat ingin untuk melihat gadis itu sepanjang hari di dekatnya. Gadis yang hilir-mudik memasuki alam mimpinya itu. Maka, untuk menenangkan pikirannya sendiri, Rainer Griffin meyakinkan hatinya jika ia sama sekali tak tertarik pada Olivia Milan, ia hanya sedang penasaran tentang mengapa wajah Olivia Milan sama persis dengan wajah seseorang yang masuk ke mimpinya.
Pagi-pagi sekali, Olivia bertandang ke kuburan Varen Omkara. Memberikan sebuah buket bunga di atas kuburan tersebut, lalu berceloteh panjang lebar seperti seorang anak TK yang sedang diminta menceritakan pengalaman liburannya di Kebun Binatang. Celotehan Olivia Milan terhenti ketika gadis tersebut menyadari jika jam tangan di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul setengah sembilan pagi. Sudah saatnya ia pergi ke kantor, dan memulai hari baru dengan bekerja di dalam ruangan Tuan Griffin. Olivia Milan menebak-nebak tentang tugas apa yang akan ia emban ketika ia bekerja di ruangan Tuan Griffin. Apakah Tuan Griffin akan menjadikannya seorang sekretaris pribadi? Untuk sejenak Olivia Milan memikirkan kemungkinan tersebut tetapi buru-buru ia singkirkan jauh-jauh pikiran itu. Ia tentu sadar diri jika kecakapannya jauh memenuhi syarat untuk bisa menjadi seorang sekretaris pribadi. Setengah jam berselang, Olivia telah sampai di kantornya yang bernama Green Prop
Hari pertama bekerja di ruangan Tuan Griffin akhirnya dimulai juga. Pagi itu jam masih menunjukkan pukul sembilan pagi, Olivia Milan telah tiba di lantai tempat ruangan Tuan Griffin berada. Meski cukup yakin jika Tuan Griffin belum tiba di sana, Olivia Milan tetap datang tepat waktu. Kedatangan Tuan Griffin adalah sepenuhnya hak Tuan Griffin sementara kewajibannya adalah datang tepat waktu. Maka, betapa kagetnya Olivia Milan ketika ia keluar dari lift, di sudut lift yang lain yaitu tepat di seberang dia berdiri, ia juga melihat Tuan Griffin sedang menuju ke arah yang sama dengannya. Tak seperti biasanya yang selalu berjalan diiringi pengawal, kali itu Tuan Griffin hanya berdua saja dengan seorang pria yang sepertinya seuasia dengan Tuan Griffin. Olivia buru-buru menundukkan kepalanya ketika pandangannya tak sengaja bertabrakan dengan tatapan tajam Tuan Griffin. Ia takut kalau-kalau hal tersebut dihitung sebagai kesalahan lagi. Buuug!!! “Aduuh!” Kaki O
Saat itu, Olivia Milan seperti melihat pemandangan yang cukup ganjil di depan matanya. Bagaimana bisa seorang manusia waras dengan sengaja menumpahkan minuman kopi kemasan ke permukaan sofa putih bersih miliknya sendiri. Manusia itu tak lain tak bukan adalah Tuan Rainer Griffin. Setelah marah-marah dan menuding Olivia Milan menggoda Harry, Rainer Griffin lantas mengambil minuman dari dalam lemari pendingin di ruangannya. Lalu, tanpa ragu pria itu menumpahkan isi minuman berwarna hitam tersebut ke permukaan sofa. Ajaibnya lagi, setelah minuman pekat itu tumpah ruah ke permukaan sofa, Rainer Griffin kembali marah-marah dan meminta Olivia Milan untuk membersihkan sofa tersebut. Andai Olivia menceritakan apa yang baru saja ia lihat kepada seseorang, Olivia yakin siapapun tak akan mempercayai ceritanya. Seorang CEO muda yang dibangga-banggakan banyak orang, mana mungkin melakukan hal-hal absurd macam itu. Maka dari itu, sekuat apapun Olivia ingin bercerita tentang pemand
Melihat pundak Olivia Milan yang masih bergetar-getar karena menangis, Rainer Griffin hampir tak bisa menahan rasa terbakar di dadanya. Kemarahannya meluap-luap karena tak terima gadis manis itu mendapat perlakuan buruk dari entah siapa. Rainer Griffin pun akhirnya menyambar sebuah ponsel yang tergeletak di atas meja, ia berniat menghubungi seseorang yang bisa menunjukkan siapa pelaku yang telah berbuat semena-mena pada Olivia Milan. “Halo, Sean, aku butuh rekaman CCTV di sekitar ruangan Cleaning Service selama setengah jam terakhir! Kirimkan padaku segera!” “Baik, Tuan Muda. Akan saya kirimkan secepat mungkin!” terdengar, seseorang di seberang itu langsung mengiyakan perintah dari Rainer Griffin tanpa banyak bertanya, menandakan jika orang tersebut memang ditugaskan untuk menjalankan perintah-perintah yang diberikan oleh Rainer Griffin. Tak lama berselang, sebuah video masuk ke ponsel pintar Rainer Griffin. Pria itu membuka isi video yang tela
Dalam hitungan detik, Olivia Milan telah menyambar kotak merah di atas meja. Buru-buru ia membukanya dan mendapati di dalam kotak merah tersebut ada atasan blouse berwarna mustard dengan bahan yang super lembut dan sedikit berkilau. Gadis itu hampir memekik karena saking gembiranya mendapat hadiah sebagus itu. Beruntung, ia segera ingat jika ia sedang berada di dalam kandang singa jantan. Jika ia membuat singa jantan itu terganggu, habislah riwayatnya. “Tuan Griffin, ehm, saya mohon izin keluar dulu untuk berganti pakaian. Saya janji tidak akan lama. Setelahnya, saya akan segera membersihkan sofa Tuan Griffin.” “Mengapa kau tak berganti pakaian di kamar mandiku saja?” Rainer Griffin menjawab dengan nada datar. “Begitu? Saya boleh meminjam kamar mandi Tuan Griffin lagi?” Olivia bertanya ragu-ragu. “Apa kau bodoh? Mengapa kau selalu tak mengerti ucapanku? Ah, ya, kau bahkan bisa berganti pakaian di sini! Siapa yang peduli!” jawab Rainer Griffin
Obrolan Rainer Griffin dan Olivia Milan tentang pengganti Adelyn terpaksa terputus sebab Rainer Griffin menerima sebuah telepon penting dan ia harus pergi untuk meeting mendadak. Akhirnya, hanya ada Olivia Milan seorang di dalam ruang kerja Rainer Griffin kala itu. Gadis itu masih mengerjakan tugas membersihkan sofa hingga waktu telah menunjukkan pukul empat sore hari. Olivia Milan membereskan perkakas kebersihan dan mulai bersiap-siap untuk pulang. Ketika hendak pulang dari kantornya, gadis itu terlebih dahulu pergi ke toilet untuk mengganti roknya yang ia rasa terlalu pendek. Olivia memilih untuk mengenakan roknya sendiri meski terasa sedikit lengket dan kotor, setidaknya rok tersebut sesuai dengan penampilannya sehari-hari yang tak terlalu berani mengumbar keindahan tubuhnya. Setelah mengganti rok pendeknya, tak lupa Olivia Milan juga mengenakan outer oversize sebab udara sore hari di kota Gapi memang dingin dan angin kerap berhembus cukup kencang di beberapa wila
Nasib Olivia Milan sore itu tak ubahnya bak seekor kucing yang baru saja lolos dari terkaman tiga anj*ng. Kakinya berjinjit-jinjit melewati tiga perempuan yang sedang bersimpuh di lantai toilet perusahaan. Tiga gadis itu tak memedulikan keberadaan Olivia lagi sebab ada hal yang lebih krusial untuk dihadapi dan juga diratapi. Tak lupa, Olivia Milan memungut outer kusamnya yang kini tergeletak di lantai. Bagaimanapun juga, outer itu adalah pemberian Varen Omkara, ia akan tetap menyimpannya sekalipun benda tersebut telah tak berbentuk sebagaimana mestinya. Gadis itu memang merupakan satu dari sedikit perempuan yang setia pada cinta di hatinya, meski nyatanya Varen telah meninggal dunia. Ketika berada di dalam kereta NGC Subway, Olivia Milan duduk sembari menyandarkan punggungnya yang kaku. Hari itu, ia telah melewati beragam peristiwa yang cukup membuat kepalanya penat. Untuk melemaskan ketegangan, Olivia akhirnya membuka sosial medianya untuk melihat-lihat News Feed di
Pagi-pagi di hari berikutnya Olivia melompat dari ranjang karena ia telah bangun kesiangan. Sebelumnya Olivia memang baru bisa tidur setelah lewat dini hari. Dunia maya telah menyita perhatiannya dan membuat gadis itu begadang semalaman hanya untuk membaca rentetan berita tentang Angela Stronovsky. Riwayat gadis itu telah berakhir, setidaknya jika ia masih selamat dan sehat kembali pasca mengalami pengeroyokan, ia toh akan mendekam di dalam jeruji besi untuk waktu yang cukup lama. Angela akan didera dengan pasal-pasal berlapis, dan tentu saja, sebagian besar dari sisa umurnya akan dihabiskan di dalam penjara. “Sial, aku sudah hampir terlambat!” Olivia Milan memekik kesal sembari berjalan cepat menuju kamar mandi. Usai mengguyur tubuhnya, Olivia Milan langsung mengeringkan tubuh dengan handuk, menyambar pakaian yang tergantung di lemari lalu merapikan rambutnya di depan cermin. Seorang gadis sederhana seperti Olivia bahkan hanya membutuhkan waktu kurang dari lima meni