Share

Halte Cafe
Halte Cafe
Penulis: Wino La

Hot Butterbeer Sunflower

Chapter 1

Udara sekonyong-konyong mengalami penurunan suhu, sejak seminggu terakhir Jakarta diguyur dengan hujan terus-menerus. Elea, yang kebetulan pulang saat melewati kota tua dikejutkan dengan sebuah plakat toko bertuliskan 'Halte Cafe' di salah satu sisi jalan. 

Ia pun tertawa kecil begitu membacanya.

Nama toko yang aneh, pikir Elea. Ia yang sudah sedikit kebasahan dalam rintik kecil air hujan pun memutuskan untuk singgah ke tempat itu sebentar. Lagipula, tampilan bangunan cafe tersebut terasa vintage ala-ala abad pertengahan. Rasanya rugi, jika melewatkan diri untuk berkunjung.

Ketika pintu berkayu ek didorong Elea dari luar. Bunyi lonceng dari balik pintu berdenting nyaring. Hingga membuat seorang pria mendongakkan kepala ke arah pintu masuk.

"Selamat siang. Selamat datang di Halte Cafe," sambut Yuya sang Owner cafe. Mata pria itu sedikit menyipit tatkala melihat warna kelabu berpendar keluar dari tubuh Elea.

Wanita dengan rambut diikat ke atas itu pun melangkah semakin jauh ke dalam cafe. Manik matanya berpendar ke seluruh ruangan. Dilihatnya, bahwa dindingnya berlapis batu bata cokelat. Tidak ada lampu yang digantung pada langit-langit. Melainkan sebuah tiang lampu minyak seperti London di zaman Jack The Ripper yang menyebar ke segala tempat.

"Silakan pilih meja yang diinginkan. Pesanan Anda akan tiba 15 menit lagi," ucap Yuya secara formal.

"Eh?" Elea yang sedang asyik memperhatikan terhenyak. "Gue bahkan belum memesan apapun." Langkahnya bergerak cepat ke arah bilik kasir yang sekaligus merangkap sebagai meja pesanan.

"Saya tahu apa yang Anda butuhkan," ungkap Yuya lagi.

Kepala Elea meneleng ke samping.

"Apa ini konsep Halte lo? Maksud gue cafe lo? Tapi sudahlah. Gue juga penasaran dengan sajian di sini. Apa ini baru buka?"

Yuya hanya tersenyum sebagai jawaban. Benar-benar tanggapan yang misterius. Sementara sang Owner pergi ke dapur. Elea pergi memilih meja yang menempel di dekat jendela. Tujuannya, adalah agar ia bisa leluasa melihat kondisi pemandangan di luar cafe.

Sementara di dapur, Yuya mengeluarkan sebuah gelas mug jar ukuran sedang di atas kusen. Lalu meraih sebuah buku bersampul kulit berwarna cokelat tua. Kemudian menggunakan sebuah pena bulu yang tersimpan di dalamnya untuk menulis.

9 Juni,

Seorang wanita dengan aura kelabu datang ke Halte saat hujan sedang turun. Y berencana menyajikan Hot Butterbeer Sunflower untuk menghilangkan aura tersebut.

HOT BUTTEBEER SUNFLOWER

Resep :

1 gelas mentega kuning

1 gelas gula halus berwarna cokelat

1 sdm vanila bubuk

1 gelas krim berat

4 gelas susu putih 

Sejumput ekstrak helai bunga matahari

Cara pembuatan:

1. Siapkan alat dan bahan

2. Pertama, lelehkan mentega dalam panci besar di atas api sedang.

3. Tambahkan gula cokelat. Kemudian aduk terus-menerus selama 3 menit.

4. Matikan api. Lalu tuang 1 gelas krim berat ke dalam adonan. Aduk perlahan hingga adonan tercampur rata.

5. Nyalakan kembali kompor dengan api sedang. Lalu tuang 4 gelas susu putih ke dalamnya dalam gerakan mengaduk searah jarum jam.

6. Kegiatan mengaduk terus dilakukan hingga adonan terlihat lumer. Kemudian tambahkan sejumput ekstrak helai bunga matahari hingga warnaya berubah menjadi warna kuning keemasan yang berpendar. Aduk terus hingga terdengar bunyi meletup. Lalu matikan kompor.

7. Sajikan dalam keadaan hangat.

Catatan: Berguna untuk memperbaiki suasana hati yang buruk. Minuman ini cukup mengeyangkan. Tidak dianjurkan minum dua gelas dalam sehari. Kau bisa membuat lemak tubuhmu bertambah subur.

Setelah menuntaskan resep tersebut. Yuya pun mulai membuat Hot Butterbeer SunFlower. Ia mengerjakan semuanya sendiri dalam gerakan yang telaten. Bahkan setelah semuanya siap, ia menyajikan minuman tersebut dengan sepiring cookies cokelat bertabur choco chips di atasnya.

"Kalau boleh tahu. Minuman apa ini?" tanya Elea dengan gerakan memutar gelas.

"Hot Butterbeer Sunflower. Minuman yang cocok diminum saat udara dingin," sahut Yuya.

Elea bergumam pelan. Gelas tersebut tidak memiliki sedotan atau pun sendok kecil yang bisa digunakan untuk memutar isian gelas. Lalu, setelah Yuya berjalan meninggalkannya. Wanita itu pun meneguk sedikit untuk mencoba.

Hmm ... rasanya. Elea membantin. Lalu kembali meneguk untuk yang kedua kali. Begitu mug jar diletakkan kembali di atas meja. Sebuah busa krim berbekas di atas bibir Elea. Gadis itu menyekanya dengan tisu. Lalu kembali mencoba cookies cokelat bertabur choco chips.

Kemudian lanjut meminum Hot Butterbeer Sunflower. Lidahnya mulai mencocokan rasa baru yang ia kecap. Tekturnya seperti Jus Alpukat terasa mengental di lidah. Rasa manis yang dihasilkan seperti perpaduan cokelat batangan yang dilumerkan bersama susu. Sungguh, Elea masih belum puas menjabarkan rasannya. Tetapi setidaknya. Rasa-rasa itu mendekati dengan apa yang ia jabarkan.

Minuman tersebut kini sudah tinggal separuh gelas. Cookies yang disajikan Yuya pun sudah habis. Namun, suasana di luar masih saja kelabu.

Elea membantin. Entah sejak kapan, ia merasa suasana hatinya telah membaik. Padahal sejak pulang kerja. Suasana hatinya buruk. Atasannya terlalu memarahinya untuk masalah yang menurut Elea tidak patut dipersalahkan.

Tetapi dia bisa apa, atasan selalu benar dan ia sebagai staf tidak bisa berbuat apa-apa. Yang bisa dilakukannya, berdiri terdiam dengan kepala menunduk.

Jarum jam di tangan kanan Elea telah berada di angka 3. Wanita itu menoleh ke arah Yuya yang sedang duduk sambil membaca buku.

Suasana di tempat tersebut terasa hening namun hangat. Bahkan sejak Elea berkunjung. Tidak ada seorang pun yang datang berkunjung. Pikirnya, mungkin karena hujan masih terus mengguyur.

Merasa ia tidak bisa berlama-lama di tempat itu. Elea pun beranjak ke arah meja kasir.

"Permisi. Gue ingin membayar tagihan, berapa?"

Yuya yang mendengar suara Elea pun. Sontak bangkit dari tempat duduknya. Lalu berjalab ke arah mesin kasir.

"Semuanya 30 ribu rupiah."

Agak mahal sil, wanita itu bergumam. Tetapi ia tetap mengeluarkan lembaran 50 ribuan dan menyerahkannya. Tepat pada saat Yuya memberi kembalian.

Bunyi lonceng dipintu mendadak terdengar. Lalu muncul seorang pria dengan mata sipit yang sedikit tajam.

"Sial! Yu! Gue gak berhasil. Kayaknya sebulan ini bakal hujan. Penyihir cuaca---"

Ucapan pria tersebut sekonyong-konyong terhenti. Ia terlihat kaget mendapati Elea tengah menatapnya heran. Rasanya, ia seperti telah mengatakan hal yang salah.

"Ah, maksudku BMKG. Mereka seperti penyihir cuaca. Hahahah." Kavin mencoba berkelakar.

Tetapi karena tidak ada yang menanggapi. Ia bergegas melangkah terus ke arah dapur dan hilang di dalamnya.

"Emm... eheheh. Kalau begitu terima kasih banyak," ucap Elea lalu bergegas pergi.

Tempat ini aneh. Tapi cukup menarik. Apa tadi dia bilang? Penyihir cuaca? Maksudnya hujan di Jakarta ini karena penyihir? 

Elea membantin. Lalu menggeleng-geleng kepalanya. Di teras Halte Cafe, Elea lendongak ke arah langit yang perlahan menggelap mengikuti cahaya senja.

"Jika di dunia ini ada Penyihir. Gue mau ketemu satu dari mereka. Berharap, meminta sedikit mantra untuk hidup gue yang dah runyam ini."

___///___///____

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status