Share

Dandelion Flower Syrup

Chaprer 7

Gue keceplosan, Yuya membatin. Raut wajahnya sekonyong-konyong memerah. Ia pun jadi salah tingkah. Seharusnya ia tidak mengatakan siapa dirinya pada Elea.

"Oh, nama lo Yuya? Salken, gue Elea Noir," balas Elea.

Tertengun, Yuya pikir Elea mungkin saja akan meledek atau mengancamnya, Apapun itu. Yuya agak terkejut dengan sikap Elea yang tidak terpikirkan olehnya.

Elea yang nampak sibuk memperhatikan wadah mug jar di hadapannya. Seketika merasa begitu haus. Dandelion Flower Syrup terlihat begitu menggiurkan. Dan tahu-tahu saja, ia sudah menegak minuman tersebut dalam satu tarikan napas.

Bunyi pantat mug jar yang agak sedikit dihempaskan pada meja, seketika mengangetkan lamunan Yuya. Kini, minuman tersebut sudah tinggal separuhnya saja.

"Sirup apa ini? Apa gue harus membayarnya juga? Rasanya enak," puji Elea. "Baru kali ini gue meminum rasa yang seperti ini."

"Dandelion Flower Syrup," sahut Yuya.

"Hah?"

"Dandelion Flower Syrup," ulang Yuya kembali. "Itu minuman yang lo minum." 

Elea tertengun ketika mendengarnya.

"Dandelion? Maksud lo bunga Dandelion yang itu?"

Yuya mengganguk.

"Wah," seru Elea takjub. "Seumur-umur gue baru pertama kali minum jus yang dibuat dari sari bunga. Pantas aja, lo gak mau menampilkan susunan menu. Pasti karena lo takut ke saing, 'kan?" tebak Elea

Lekuk bibir Yuya tertarik tipis. Minumannya berhasil mengontrol perasaan Elea. Wanita itu justru lebih santai dalam berbicara. Beda hal-nya dengan tadi.

Yuya pikir, dia perlu menemani Elea berbicara. Maka dari itu, ia menarik kursi kosong di dekatnya dari bawah meja. Lalu duduk tepat di hadapan Elea. 

"Oh, ya. Tadi Kavin bilang apa? Pas mau pergi?" selidik Yuya. Berusaha agar Elea tidak kembali teringat alasannya datang ke cafe.

"Mau mengurus cuaca. Dia kerja di BMKG?" tanya balik Elea. Lalu kembali meneguk Dandelion Flower Syrup hingga tandas.

"Lo bisa menggangapnya begitu," sahut Yuya. Toh, itu ada benarnya. Kavin memang bekerja di BMKG ... BMKG sihir maksudnya.

Sejenak, hening menyelimuti mereka berdua. Yuya kehabisan bahan obrolan. Dia sudah tidak tahu harus berkata apa. Elea, juga mulai kebingungan. Rasanya, tadi ia ingin mengatakan sesuatu. Walakin, semuanya seakan menguap dari dalam benaknya. 

Ting, suara lonceng dibalik pintu berdenting nyaring. Keduanya pun kompak menolehkan kepala ke arah yang sama. Pintu cafe tengah terbuka dari luar. Lalu menampilkan, sekumpulan ibu-ibu berpakaian olahraga  yang sekonyong-konyong masuk ke dalam cafe.

"Yuk, Bu Ajeng di sini aja. Tempatnya bagus kok. Kita bisa foto-foto di sini." Seseorang mengkomando seorang wanita yang sepertinya ketua kelompok tersebut.

Yuya bangkit dari kursi. Raut wajahnya berubah panik. Ini tidak seharusnya terjadi. Dia hanya membuka kabut tipis di luar cafe hanya untuk mengizinkan Elea masuk. Bukan untuk para pengunjung baru. Sial, sihirnya mengalami gangguan. 

"Yuya. Lo mau ke mana?" cegat Elea saat Yuya hendak berjalan menghampiri pintu.

"Lepasin gue. Ada hal yang harus gue urus."

"Oh, tamu? Oke, oke. Silakan."

Elea pun melepaskan genggamannya. Yuya pun bergegas melangkah keluar cafe. Tanpa mempedulikan kericuhan yang terjadi.

"Dek, tolong buku menunya," panggil seorang wanita dengan alis cetar membahana. 

Elea yang terkejut dirinya dipanggil. Malah menunjuk dirinya sendiri.

"Saya, Bu?" tanyanya

"Iya kamu. Saya mau pesan nih. Buruan!"

"Tapi saya bukan--"

"Kan tadi kamu duduk sama cowokmu, 'kan?" 

Elea bingung. Yuya belum kembali. Entah apa yang dilakukannya di luar. Karena di desak terus-menerus, Elea pun terpaksa pergi ke meja kasir. Mencari secarik kertas dan pulpen di sana. Walakin, dia sama sekali tidak menemukannya.

Kemudian dengan tergesa-gesa. Elea mengambil nampan dan tujuh gelas kaca dari rak. Lalu mengisinya dengan air putih dari dispenser. Ia sendiri tidak tahu harus melakukan apa. Semuanya membuatnya panik.

Saat Elea hendak berjalan mengantar minuman tersebut. Yuya kembali masuk ke dalam cafe. Sorot matanya terlihat tercengang, begitu melihat nampan yang sedang dibawa Elea. Seorang ahli dapur, sangat membenci siapapun yang masuk di dapurnya tanpa permisi.

"Lo!" bentaknya kasar.

Elea yang terkejut, sontak saja menyandung kakinya sendiri. Alhasil, minuman yang ia bawa melayang ke udara. Dan sebelum gelas-gelas tersebut menghasilkan bunyi pecahan saat bertemu di lantai.

Yuya dengan sigap menarik lengan Elea, hingga gadis itu keluar dari wilayah akan adanya pecahan kaca. Tetapi sayang, Elea justru menubruk tubuh Kavin hingga ia jatuh tepat di atasnya.

Saat itu, waktu seolah melambat. Ibu-ibu kompleks yang kebetulan lagi memotret dan merekam aktivitas mereka. Bergerak cepat mengabadikan momen tersebut.

Nyala lampu blitz dari kamera seakan mengantar gelombang listrik pada Elea. Dia seolah merasakan bibirnya mengalami sengatan listrik saat ia menindih bibir Yuya dengan bibirnya. 

Buru-buru, ia menarik dirinya menjauh. Wajahnya mendadak memerah. Perasaannya bercampur aduk. Bunyi pecahan gelas, seolah baru tertangkap indra pendengarannya.

Rasanya, Elea ingin melarikan diri. Tetapi itu tidak mungkin bukan. Ia masih terlalu malu untuk membuat tungkai kakinya bergerak.

"Eh, kalian tidak apa-apa?" ujar seorang ibu-ibu. "Hati-hati pecahan kacanya."

Elea mengganguk kaku. Yuya yang baru bangkit dari lantai. Terlihat masih syok dengan apa yang terjadi. Jarinya tanpa sadar menyentuh bibirnya sendiri.

Bibirnya terasa terbakar. Lalu ia menatap Elea. Bagaimana mungkin kecupan tidak diduga tersebut. Dapat membuat efek seperti orang terkena sengatan listrik. 

Wanita yang tengah ditatapnya itu, kini telah berjongkok mengumpulkan pecahan kaca menggunakan tangan kosong. Sebagai seorang lelaki, Yuya bertindak mengambil sapu dan kantong plastik untuk membersihkannya segera.

"Biarin gue yang membersihkan," usir Yuya. Walakin, Elea menggeleng.

"Gak! Gue saja. Lo bantu siapin pesanan mereka aja."

"Ini cafe gue," tandas Yuya.

Gerakan tangan Elea terhenti. Ia seolah tersadar akan sesuatu. Kepalanya mengganguk kecil. Lalu bergegas berdiri dan mengambil jarak agar Yuya bisa memberikan.

Dia merasa bersalah dan tidak ingin membuat Yuya merasa kerepotan. Walakin, ia masih penasaran. Mengapa Yuya lebih memilih keluar cafe daripada menjamu tamu.

***

Setelah berbenah, Yuya pun kembali menyibukkan diri masuk ke dalam dapur. Sekonyong-konyong, pikirannya seakan tidak bekerja. Tidak ada satu pun resep yang bisa ia pikirkan untuk pengunjung dadakannya. 

"Berpikirlah Yuya."

Ia berbicara pada dirinya sendiri. Tahu-tahu, ia pun berjalan mondar-mandir di dapur dengan gelisah. 

Pikirannya buntu. Entah karena hal yang mana. Kedatangan Elea yang mendadak kah? Atau justru sebuah insiden kecupan tidak sengaja itu.

Merasa frustasi, Yuya pun mengacak-acak rambutnya sendiri. Merasa perlu minum untuk menenangkan diri. Ia pun pergi mengambil sebuah botol mineral dari dalam kulkas.

"Yuya?"

Air yang belum melewati kerongkongan. Mendadak menyembur keluar. Yuya dengan cepat memukul-mukul dadanya dengan keras. Matanya melotot dan seakan ingin melompat keluar, saat melihat kepala wanita tersebut menyundul masuk ke dalam dapur.

Bagi Yuya, Elea benar-benar membawa sial. Belum sehari wanita itu berada di Halte Cafe. Yuya sudah cukup mendapatkan masalah.

__/____///___//____

bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status