Bab 1
Michelle bangga akan dirinya sendiri. Di usianya yang masih muda, dia sudah bisa hidup mandiri. Dia memiliki usaha bridal, penyewaan gaun pengantin dikotanya. Usahanya dibantu lima orang karyawan untuk melayani para klien yang datang baik untuk menyewa gaun pengantin ataupun make up.
Sedari pagi, dia sudah bersiap-siap mandi dan merias dirinya sehingga layak menyambut tamu-tamunya hari ini. Ia turun kelantai bawah dan tidak lama kemudian satu persatu karyawannya berdatangan. Setelah mereka memberi salam, mereka langsung bersiap-siap membereskan segala tanggung jawab mereka. Michelle tersenyum puas melihat kinerja para karyawannya selama bekerja bersamanya. Mereka terampil dan ada inisiatif dalam menghadapi para klien. Denting bel berbunyi tanda ada konsumen pertama mereka yang masuk. Mereka segera bergegas memberi salam dan penyambutan. Seorang wanita masuk dengan agak kesusahan, karena selain ia membawa bayi, ia juga membawa tas bayi dikanan kiri tangannya. Dania segera membantu membawakan tas-tas klien pertamanya itu dan menunjukkan sofa untuk ia bisa beristirahat sejenak. Ia mengambilkan air mineral dan memberikan kepada kliennya itu. Setelah kliennya itu menghabiskan air mineral yang ia berikan dan sudah menghela napas lega. Barulah Dania menanyakan nama dan tujuannya datang ke Michelle Bridal. “Saya mencari gaun pesta untuk menghadiri pesta pernikahan sahabat saya di pantai. Tema pesta itu Gold tapi saya mencari gaun dengan bugget yang minim,” ujar Tina. “Kalau boleh saya tahu, bugget berapa yah minimnya?” “Dibawah tiga ratus ribu ada?” tanya Tina dengan sungkan. Sebenarnya, dibridal mereka sudah tidak menyediakan gaun seharga itu, tapi bosnya selalu bersedia memberikan harga promo bagi klien yang memiliki bugget khusus seperti ini. Maka Dania tersenyum menenangkan Tina. “Ada kok, tenang saja. Mari saya tunjukkan model-model yang bisa kakak pilih.” Dania mengarahkan Tina ke bagian gaun dengan bugget khusus.“Kalau ini, bagaimana? Apa suka?!” kata Dania menawarkan sebuah gaun untuk diperlihatkan kepada Tina.
“Yah, saya suka. Terlihat mewah sekali!” “Ada baiknya, dicoba dulu agar bisa dilihat, apakah ada yang kurang pas dan sebagainya.” “Yah, saya mau. Tapi…”Tina ragu melihat bayinya.
“Kalau boleh, biar saya yang pegang. Kebetulan saya juga ada anak di rumah jadi sudah terbiasa menggendong bayi.” Tina segera berterima kasih dan menyerahkan bayinya kepada Dania. Saat mau masuk keruangan fitting, Tina berseru memanggil Michelle.“Michelle, yah ampun. Sudah lama banget yah, tidak bertemu.”
Michelle merasa tidak mengenal tamu didepannya ini tapi dengan sopan menanggapi seruan tamunya itu.“Maaf, siapa yah?”
“Aku Tina. Alumnus Pelita. Kamu di Pelita juga 'kan!? Jurusan Management!” seru Tina dengan hebohnya mengingatkan Michelle. “Yah benar, tapi Tina mana yah?” “Di Universitas memang kita jarang berbicara. Tapi kita pernah ditugaskan bareng mengerjakan tugas kelompok. Masih ingat, professor Marwan?!” “Oh, iya iya,” sahut Michelle mencoba mengingat-ingat kejadian yang lalu tapi tetap tidak mengingatnya. Tapi dia tidak mau terkesan tidak sopan, jadinya dia berakting seolah kejadian itu benar adanya. “Silahkan dicoba gaunnya,” kata Michelle sambil melangkah ke depan. Setelah cocok dengan gaun yang dicobanya, Tina mengisi formulir dan membayar sejumlah uang sebagai dp. “Michelle kamu hebat yah, bisnis kamu berkembang dengan pesat,” kata Tina sambil memperhatikan semua karyawannya yang sibuk melayani konsumen yang datang. “Yah, ucap syukur. Semua karena kebaikan Tuhan.” “Kamu sudah menikah?!” tanya Tina lagi. “Belum tapi segera. Tunanganku masih menyelesaikan S2nya di Korea. Tunggu dia pulang, kami akan segera menikah.” Tina lalu tersenyum kecut mendengar kata-kata Michelle.“Kamu beruntung yah, tidak seperti aku.”
Michelle sebenarnya cukup sibuk tapi meninggalkan Tina seperti ini juga tidak sopan, maka ia dengan sopan menanyakan apa yang sebenarnya Tina alami. Karena Tina langsung nangis Bombay dan otomatis menarik perhatian semua yang berada di bridalnya. Maka Michelle langsung mengajak Tina untuk masuk kedalam ruangannya. Michelle segera mengambilkan tissue dan memberikannya kepada Tina. “Aku hamil diluar nikah Chel. Kamu ingat Jason, tidak?!” Michelle menggeleng karena memang tidak tahu siapa Jason yang dimaksud. Tina mengeluarkan sebuah foto bergambar dirinya dan Jason. “Oh, iya rasanya aku pernah melihatnya dikampus.” “Jason tidak menginginkan Jojo, bayi kami. Dia memintaku untuk mengugurkan kandunganku dan tidak mau menikahiku.” “Waduh, laporkan saja kepihak yang berwajib.” “Tidak bisa, dia mengancam akan melaporkan balik seandainya itu kulakukan. Kau tidak tahu seberapa terkenalnya dia sekarang.” “Tapi kau memiliki bayinya, dan itu bukti yang kuat. Tinggal lakukan tes DNA saja, maka dia tidak akan bisa mengelak lagi dari tanggung jawabnya!”Michelle menjadi emosi mendengar penuturan Tina.
“Aku mencintainya, Chel. Aku tidak mau sampai mengganggu pekerjaannya sebagai selebritis.” Michelle hanya geleng-geleng kepala menanggapi sikap Tina tapi dia tidak berkomentar lagi. “Oh, iya Chel, maaf nih sebelumnya. Apa aku bisa menitipkan Jojo sebentar? Aku mau pergi membeli kebutuhan pokok. Kalau membawanya agak repot. Setelah selesai, aku akan segera kembali menjemputnya.” “Waduh, Tin. Maaf, aku juga sibuk loh, takut tidak terpegang, kasihan bayi kamu. Kamu pulang dulu saja, nanti setelah menaruh bayimu dirumah, baru kamu berbelanja.” “Dirumah cuma ada aku dan Jojo, Chel. Orang tuaku mengusirku pergi karena aib ini. Mangkanya kemana-mana, aku pasti selalu membawa Jojo. Kalau memang tidak bisa yah, tidak apa-apa Chel. Aku bawa saja. Meski saat ini diluar sedang panas terik, tidak apalah,” ucap Tina dengan lirih. Hati Michelle menjadi tidak tega mendengar penuturan Tina.“Baiklah, kau boleh menitipkan bayimu disini, tapi jangan lama-lama yah!?”
“Tenang saja. Aku akan kembali secepat mungkin. Hanya Jojo satu-satunya, harapanku hidup Chel!” sahut Tina dengan mata berkaca-kaca.”Aku titip tas-tas ini juga yah, Chel,” tambah Tina meletakkan tas-tasnya dipojokan ruangan Michelle.
Michelle mengangguk lalu mengambil bayi yang diserahkan Tina kepadanya. Melihat Jojo, Michelle otomatis langsung menyukai Jojo. Dia bayi yang sangat lucu dan menggemaskan. Tina sudah pergi, sewaktu ia menoleh.Bab 2 Michelle merasa kesal karena Tina datang dan meninggalkan bayinya, Jojo kepadanya. Padahal katanya, dia hanya menitipkan Jojo sebentar karena ingin membeli bahan pokok. Tapi sampai malam ia menunggu, Tina tidak kunjung menjemput Jojo! Seharusnya Michelle menuruti firasatnya, ketika Tina datang berkunjung ke bridal gaun pengantinnya, ia merasa sikap Tina aneh dan terlihat gelisah selama berada bridalnya. Meskipun Tina dan dia pernah kuliah pada kampus yang sama, tidak pernah sekalipun dia berkenalan dengan Tina! Tidak seharusnya Tina meninggalkan bayinya dengan orang asing yang sama sekali bukan temannya! Michelle merasa sangat kesal dan memandang frustrasi kearah Jojo.Semua pegawainya sudah pulang semua. Dia berharap, Tina akan datang dan menjemput Jojo tapi sampai malam menjelang Tina b
Bab 3 Ia langsung menekan nomor yang diberikan Anna kepadanya. Lama sekali nada panggilan terdengar, namun belum juga diangkat. Michelle mencoba lagi dengan sabar. Dan kali ini teleponnya diangkat! Yes berhasil! soraknya dalam hati. “Halo…“ terdengar suara menyambut panggilan teleponnya. Suara yang menjawab teleponnya terdengar agak serak. Untuk sesaat, hati Michelle berdebar keras. Ia tidak tahu kenapa dia jadi gugup seperti ini?! Michelle terdiam sebentar, menenangkan diri sebelum merenspon. “Jason?! Benar, ini Jason!?“ tebaknya dengan penuh harap. “Yah, siapa ini?“ Jason menjawab dengan enggan. Michelle berani taruhan, dia pasti baru bangun tidur
Bab 4 Terdengar pintu rumahnya digedor dengan keras! Wow, rupanya Michelle sudah tidak sabar untuk menemuinya! Jason menyukai pemikirannya itu dan bersorak tanpa suara. Ia berlari dan mengatur napas terlebih dulu dari balik pintu sebelum membukanya. Michelle berdiri dengan resah didepan pintu rumah Jason. Belum ada tanda-tanda pintu akan dibukakan! Ia merasa cemas, Jason tidak menghiraukan teleponnya lalu pergi meninggalkan rumah. Lalu bagaimana dengan Jojo dan semua kesulitan yang saat ini sedang ia alami! Michelle mengerang putus asa sambil memeluk Jojo. “Jason cepat buka pintu!“ Michelle berteriak dengan keras. Ia merasa kesal lalu memutuskan untuk mengetuk pintu rumahnya lagi. “Hei, hei, he
Bab 5 Jason terdiam sesaat sambil berusaha menyimak kata-kata Michelle dan kemudian tertawa dengan keras. “Kau pasti bercanda, kan!?“ kata Jason tertawa lagi sambil memandang lucu kearah Michelle. Dia menunggu hal yang sama akan dilakukan Michelle tapi Michelle hanya diam sambil memandanginya. Dan Michelle sama sekali tidak tertawa sepertinya. Yang membuat Jason panik dan terdiam adalah ekspresi muka Michelle. Ia sama sekali tidak menemukan niatan bercanda di wajah Michelle. Jason menghentikan tawanya dengan ragu. “Apa kau serius?!“ Jason terkesima. “Tapi bagaimana…!?“ Jason tidak mengerti. Ia terduduk tidak mengerti di sofa rumahnya. “Yah, kalau secara teknisnya, kurasa kau dan Tina sendiri yang lebih tahu mengenai hal itu.“ Wajah Jason pucat. Reaksi yang normal, kata Michelle dalam hati melihat Jason. Ia agak merasa sedikit kasihan melihat keadaan Jason yang syok. Seharusnya Tinalah orang y
Bab 6 “Knok-nok, Kejutan!“ kata Rudi tiba-tiba muncul diruangan Michelle sambil membawakan coklat dan rangkaian mawar holand berwarna merah. Michelle kaget melihat tunangannya sudah kembali. “Hei! Kapan sampai? Bukannya baru lusa tiba di Indonesia?!“ Michelle berlari menghampiri dan memeluk Rudi dengan gembira. “Kupikir kejutan ini akan menjadi kejutan yang menyenangkan tetapi alangkah kejamnya tunanganku ini, menyuruhku kembali dua hari lagi? Kejam!“ kata Rudi pura-pura merajuk. “Ih, jelek tahu!“ kata Michelle sambil tersenyum manis. Rudi mengecup bibir Michelle dengan lembut. “Aku kangen,“ bisik Rudi ditelinga Michelle. Michelle membalas tatapan Rudi dengan kerinduan yang sama.
Bab 7 Michelle begitu sibuk menikmati sentuhan Rudi hingga tidak memperdulikan handphonenya. “Tidak mau dilihat dulu siapa?“ goda Rudi. Dengan tegas Micheal menggeleng sambil tersenyum. Ia melanjutkan pertualangannya dengan bibir dan tubuh tunangannya itu. Rudi mengerang dan bersiap mencumbu Michelle. Michelle tertawa senang melihat Rudi sangat menginginkannya sama seperti dirinya yang menginginkan Rudi. Handphonenya berbunyi lagi. Rudi tertawa menggoda dibibir Michelle. “Males,“ kata Michelle tidak beranjak dari posisinya semula masih meneruskan penjelajahannya pada tubuh Rudi. Rudi mengerang dan mendamba Michelle. Handphonenya berbunyi lagi. Pupus sudah mood Michelle untuk bercinta dengan Rudi! Ia menghela napas kesal. Rudi mencoba membujuknya lagi tapi gagal lalu tertawa melihat kekesalan yang dirasakan Michelle. Dengan malas-malasan Michelle meraih handphonenya. Ia melihat nomor pribadi yang tid
Bab 8 Jason sudah menunggunya di pintu depan sambil memeluk Jojo. Michelle langsung buru-buru turun dan mengambil Jojo dari tangan Jason. Dan tanpa basa basi, ia langsung masuk ke dalam rumah Jason. Dia mengelus kepalanya yang sakit! Pantas saja Jojo menangis. Popoknya basah lengkap dengan kotoran. Dan yang pasti ia kelaparan. Michelle melotot ke arah Jason. “Apa?! Apa?! Apa yang salah!?“ tanya Jason tidak mengerti. “Dasar otak udang! Kenapa dari tadi baju dan popoknya tidak ditukar!“ teriaknya tertahan. Mencoba untuk tidak mengagetkan Jojo. Ia mencoba tersenyum kepada Jojo. Ajaibnya Jojo sudah tenang. Rupanya ia tahu bahwa bala bantuan sudah datang. “Aku takut,“ jawab Jason lemas. Ia terduduk sambil memperhatikan Michelle membuka baju dan popok Jojo. “Takut apa sih!?“ Michelle merasa jengkel. “Kalau kau tidak rela harus meninggalkan pacarmu itu dengan datang kemari, lebih baik kau tidak usah perdu
Bab 9 Rudi membuat kopi untuk dirinya sendiri. Sudah 2 jam, Michelle pergi dan belum memberinya kabar ataupun pulang ke rumah. Ia mulai merasa bosan berada sendirian dirumah tanpa Michelle. Sudah puluhan chanel tv diganti-ganti namun tidak membuat hatinya tenang. Malahan dia merasa gelisah karena menantikan kepulangan Michelle. Tubuhnya letih tapi pikirannya tidak bisa istirahat memikirkan Michelle. Dalam hatinya bertanya-tanya apa yang sedang dilakukan Michelle saat ini? Jika saja Michelle membawa hand phonenya maka ia tidak akan merasa cemas dan penasaran seperti ini. Rudi menepuk dahinya. 'Tentu saja! Betapa bodohnya dia!' katanya pada dirinya sendiri lalu mengambil handphone Michelle dan melihat daftar panggilan masuk dan menelepon nomor terakhir dalam daftar. Dia menunggu dengan cemas dan keningnya mengerut saat mendengar suara tawa seorang pria menyambut teleponnya. “Yah-yah-yah lucu sekali! kata Jason sambil tertawa.