Semua orang menoleh kearah suara itu berasal. Wanita cantik dengan tinggi badan yang proporsional. Dia ramah dengan senyumnya yang memamerkan deretan giginya yang putih dan rapi.
Axelle dan Arbi saling berpandangan, sedang Arka hanya tak acuh dengan perkenalan wanita itu.
Kenalkan, nama Saya Cathrine, mulai saat ini Saya yang akan mengawal ke mana pun Pak Gama pergi."
Seketika Gama yang mendengar kata-kata wanita itupun mengerutkan dahi.
"Siapa yang menyuruhmu bertindak lancang begitu? Kamu mau menjadi pengawal pribadiku, atas perintah siapa?"
"Atas perintah Saya! Kenapa kamu keberatan?"
Apa-apan ini? Gama dan ibunya dan semua yang ada di ruangan itu kembali menoleh ke arah suara yang tiba-tiba sudah muncul di belakang wanita yang namanya Catrine itu.
Prabu Mangkunegara tidak bisa menutupi keterkejutannya mengetahui siapa yang datang. Bagaimana bisa perempuan yang tak lain Sintia, istrinya bisa mengetahui keberadaan Gama
Terima kasih sudah mampir membaca, jangan lupa klik vote, bintang dan koment-nya Saya ada karya lain mampir juga ya@Takdir Yang Tertunda dan Fatamorgana Terima kasih😊
Axelle dan Kai memulai penyelidikan. Kalau benar, apa yang mereka pikirkan, bahwa Cathrine Rachel maryam adala mata-mata yang dikirim oleh bandar mafia sekaligus target operasi tim kepolisian, itu tandanya, Axelle dan pasukannya harus siap bertempur lagi dengan musuh. Kapten muda itu sudah mulai menjalankan penyelidikikannya melau sahabatnya Gama Pramudia. Penyelidikan ini internal sekali. Hanya diantara Kai dan dirinya. Belum waktunya ini dipublikasikan, termasuk Arbia Siquilla. Siang ini, Axelle sengaja berkunjung ke rumah Gama Pramudia. Tepat di dalam pemikirannya. Selain dijaga keamanan, Cathrine Rachel Maryam rupanya juga ada di sana dan Axelle yakin, wanita itu tinggal di pavilium sebelah rumah Gama. "Tumben, kamu datang ke sini. Pasti punya maksud, ya?" Axelle menoleh dan menyuguhkan sahabatnya dengan senyum misterius. Kembali dia fokus sama ikan-ikan yang di piara Gama, di sebuah akuarium berbentuk kubus. "Aku mau n
Arka menatap wanita cantik itu. Serasa ingin mencakar dan menendang jauh rasanya saat ini yang dirasakan oleh hatinya. "Tidak akan ada pernikahan antara kamu dan Aku. Titik!" Intonasi suara itu sudah cukup jelas menggambarkan sebuah penolakan keras. Setelah itu pemuda tampan itu berlalu tanpa menoleh lagi. Arbia mengejar bayangan sang kakak sebelum menghilang bersama mobilnya. Zakaria Lawalata menghela napas kecewa. Dia tak habis pikir, kenapa putranya begitu keras menolak perjodohan ini. "Maafkan dia, Burhan. Jiwanya masih labil. Masih kekanak-kanakan." "Santai saja, Zakaria. Kita para orang tua tidak ada masalah. Toh mereka yang muda yang menjalaninya. Biarkan mereka yang menentukan mau arah yang bagaimana hubungan mereka nanti." timpal Burhan ayah dari Cathrine bijaksana. Dan mereka saling tersenyum bahagia. Sedang Cathrine hanya menatap kosong ke depan. Ada yang hilang yang ia rasakan dengan penolakan Arka. Laki-l
Arka dan Arbia sudah sampai di salah satu hotel ternama di pusat kota. Malam ini, di hotel tersebut akan diadakan malam amal. Tamu undangan sudah membludak memenuhi hotel bintang tersebut. Awak media sudah berdiri ngantri di lobi hotel. Mereka akan diizinkan masuk setelah puncak acara. Hanya reporter tertentu yang di izinkan merekam dan meliput acara tersebut. Termasuk Arbia. Gadis itu sudah menyiapkan camera pengintai yang ia taruh di tempat yang memang sudah di tentukan kemarin ketika diadakan rapat bersama tim dadakan yang dipimpin Axelle. Sedang tim pasukan Axelle yang ditugaskan mengawal dan mengamankan selama acara berlangsung sudah berada ditempat beberapa jam sebelum undangan hadir. Kali ini tim Axelle bergabung dengan tim komandan Li. Seperti yang sudah direncanakan, Axelle masuk ke hotel tempat acara yang sebentar lagi akan dimulai. Acara malam amal yang diadakan oleh salah satu pejabat dari jajaran pemerintah yaitu bapak Burhan Sant
Ruangan yang lumayan pengap itu tak membuat Axelle meleleh dengan introgasi seniornya. Dia tetap profesional menjalani pemeriksaan. "Bagaimana bisa hasil tes urinemu positif, Axelle?" Pertanyaan itu membuat Axelle nanar sesaat. "Aku dijebak, Kop?" jawabnya singkat. "Kenapa, sampai kecolongan? Bagaimana dengan tim kamu, tak adakah persiapan extra?" "Semua sudah sesuai rencana, tapi ternyata kita kecolongan. Ada penyusup masuk yang tidak terdetek sama kita." "Aku berharap tim kamu ada yang menemukan bukti ketidak pemilikan kamu dengan barang laknat itu." "Siap, Kop! Insya Alloh, tim Saya akan segera menemukan bukti!" "Apa, Kamu butuh pengacara?" "Sepertinya, Kop. Nanti, Saya akan menghubungi pengacara papa." Senior polisi itu mengangguk tegas. Paham dengan kondisi anak didiknya yang terkena musibah itu. Pemeriksaan berlangsung 30 menit, tanpa jendala. Karena memang Axelle sudah tahu prosedurnya seperti apa
"Itu papa, Kak!" seru Arbia yang kemudian mulut mungil itu sudah ditutup oleh Arka dengan kedua tangannya. "Kecilin suara kamu, Bi! Mau kamu! Kita ketahuan?" Arbia menggeleng dengan bibir sudah maju satu centi. "Apa nggak sebaiknya kita ke sana, Kak?" Arka menatap adiknya sambil mendelik. "Kamu mau dicurigai mereka? Terutama Cathrine." Arbia hanya mendengus. "Tapikan, Kak. Papa di sana?" "Arbi! Kita nggak tahu kenapa papa ada di sana. Mungkin lebih baik kalau kira telpon Gama. Karena dia juga di sana. Apapun yang terjadi kita akan tanggung resikonya!" Arbia mengangguk setuju dengan apa yang dikatakam kakanya. Beberapa saat lamanya, panggilan Arka nggak diangkat oleh Gama. Dicoba lagi Arka menekan nomer yang sama. Begitu lagi- begitu lagi. Ada rasa curiga tiba-tiba menguar dari dada Arka. Apa benar sahabat karib Axelle ini tega mengkhianati kekasih adiknya ini. Motifnya apa? Dan juga di sana ada Celine yang datang bersam
"Papa, harus baringan, agar nggak pusing." Arka menuntun papanya untuk berbaring di sofa. Laki-laki tua itu menuruti perintah putranya. Kegelisahan itu masih menggelayut di pikirannya. Dan itu ternyata dirasakan oleh Arka. "Apa ada yang menjadi pikiran, Papa?" tanyanya perlahan, setelah memberikan segelas air putih untuk papanya. Zakaria berkali-kali menghela napas panjang. "Katakanlah, Pa. Agar tidak menjadi beban di dada Papa," Zakaria menatap anak laki satu-satunya itu. Diamatinya raut wajah yang mulai nampak dewasa itu. "Sepertinya, Papa sudah melakukan kesalahan besar, Arka," Arka mengernyitkan kening mendengar pernyataan papanya. Namun laki-laki tua itu tak melanjutkan ucapannya. "Kesalahan apa, Pa?" tanyanya akhirnya karena sang ayah tak kunjung bicara. "Apa karena Papa tadi barusan bertemu dengan om Burhan? Apa Papa merasa masuk dalam jebakan?" Betapa terkejutnya Zakaria mendengar semua pertanyaan Arka.
Entah bagaimana ke dua orang itu mendapatkan camera penginta itu. Yang pasti saat ini Gama dan Celine sudah berada di tahanan, di mana mereka membezuk Axelle yang ditahan oleh polisi karena kepemilikan barang bukti dan hasil tes yang positif. Ketika mereka berdua sudah sampai di sana, terlihat sudah ada pengacara dan Arbia yang sangat setia mendampingi kekasihnya. Gama langsung menyerahkan data USB itu pada Axelle yang selanjutnya diserahkan pada pengacaranya. "Maafkan Aku, Celine. Aku sudah curiga denganmu." suara Arbia diantara kesedihan wajahnya yang menyaksikan sang kekasih tampak kurus dan tak terurus. "Arbi! Aku tetap sahabatmu yang dulu. Meski diantara kita pernah ada yang terluka. Tapi Aku salut denganmu. Kamu gadis yang hebat." ucapnya sambari merangkul sahabatnya itu. "Jangan lagi ada perpecahan lagi, ya? Aku nggak mau kehilanganmu lagi." Akhirnya buliran bening itu teruarai dari mata Celine dan semakin memeluk erat sahabatny
Tanpa melepas atributnya, sosok itu duduk di depan laki-laki tua yang sedang mengepulkan asap rokoknya. Menikmati suasana yang dia ciptakan bersama sekutunya. "Besok terbitkan Headline tentang kepemilikan barang bukti dan tes urine positif milik kapten itu!" Titahnya sambil melihat raut muka pemuda itu. "Aku pastikan anak perusahaan Zakaria akan jatuh ke tanganmu." Mendengar itu, sosok bercadar itu hanya mengangguk-anggukan kepala. "Pastikan semua berjalan lancar. Tak ada kata gagal!" Laki-laki tua itu kembali mengeluarkan ultimatumnya. "Ambil bagianmu." Lalu menyodorkan cek kosong kepada sosok misterius itu. "Isi sendiri." Sekali lagi laki-laki tua itu melanjutkan ucapannya. "Katanya bangkrut, tapi kok tambang dolarnya masih bejibun!" gumam pemuda bercadar itu. Tentunya di dalam hati. Lantas meraup cek kosong itu dan beberapa saat kemudian pemuda itu sudah meninggalkan ruangan itu denga kendaraan roda duanya. Sementara