Share

7. DEWA PERANG MENGETAHUI NAMA DARI GADIS MANUSIA

Di Amaraloka yang tenang. . .

Sangkar Kausala tiba – tiba muncul di tengah – tengah aula Amaraloka dan membuat beberapa beberapa Raksaka(1) yang berjaga terkejut. 

(1)Raksaka dalam bahasa sansekerta berarti Penjaga

Sangkar kausala yang tiba dengan Nagendra di dalamnya, kemudian berteriak dengan kencang memanggil nama Hyang Marana. 

“Hyang Marana yang terhormat. . . aku, Sangkar Kausala pusaka dari Hyang Yuda datang mengantarkan hewan peliharaanmu. . .”

Teriakan Sangkar Kausala yang benar – benar kencang berhasil menarik perhatian beberapa Hyang yang terjaga akhirnya datang ke aula Amaraloka. Dari pintu gerbang Aula Amaraloka terlihat kedatangan Hyang Tarangga, Hyang Baruna, Hyang Byomanthara(2), Hyang Samirana, Hyang Amarabhawana dan terakhir Hyang Marana. 

(2)Byomanthara dalam bahasa sansekerta berarti matahari. 

“Apa – apaan ini?” tanya Hyang Byomanthara yang tidak tahu menahu dengan kejadian saluran pembuka yang dibuka oleh Hyang Yuda sebelumnya. 

“Ini. . .” Hyang Tarangga berusaha memberi penjelasan, “karena Hyang Byomanthara tidur sebelumnya, Hyang Byomanthara tidak tahu mengenai saluran komunikasi yang dibuka secara keseluruhan oleh Hyang Yuda beberapa waktu lalu.” 

“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Hyang Byomanthara lagi. 

“Kenapa Nagendra dikirim kemari?” 

Kali ini Hyang Amarabhawana juga bertanya karena penasaran melihat Nagendra yang besar berada di dalam aula Amaraloka. 

Hyang Tarangga berusaha memberi penjelasan kepada dua Hyang di hadapannya saat ini. “Begini. . . sebelumnya, Hyang Yuda menemukan Nagendra ini berada di tanah suci di pegunungan dan sedang melakukan pesta makan besar di sana. Hyang Yuda menghubungi seluruh Hyang yang masih terjaga untuk bertanya mengenai Nagendra yang bisa dengan mudahnya membunuh dan memakan manusia tanpa diketahui oleh Hyang di Amaraloka.” 

“Tunggu sebentar. . .” Hyang Amarabhawana menyela. “Pesta makan besar? Maksudnya memakan banyak manusia?” 

Hyang Tarangga menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan Hyang Amarabhawana. 

“Jika memang benar begitu, kenapa Hyang Yuda mengirim Nagendra ini kemari dan bukannya ke Kunjara(3)?” tanya Hyang Byomanthara dengan wajah heran. 

(3)Kunjara dalam bahasa sansekerta berarti Penjara. 

Hyang Tarangga hendak menjawab namun dengan cepat disela oleh Hyang Marana yang tersenyum senang melihat Nagendra dalam Sangkar Kausala milik Hyang Yuda. 

“Aku yang memintanya untuk memberikan Nagendra ini padaku sebagai hewan peliharaan. . .” 

“Kamu, Hyang Marana. . .” teriak Hyang Byomanthara dengan wajah tidak percaya. “Apa yang akan Hyang Marana lakukan dengan hewan peliharaan seperti itu?” 

Dengan wajah senang, Hyang Marana menjawab, “Bukankah bagus punya satu hewan peliharaan di Amaraloka? Lagipula wujud Nagendra ini tidak begitu buruk. Lihat. . .” Hyang Marana menunjuk ke arah Nagendra dalam Sangkar Kausala. “Tubuhnya gemuk, sisiknya juga memiliki warna yang bagus kombinasi antara warna merah dan hitam. Bukankah Nagendra ini terlihat cantik?” 

Hyang Byomanthara memandang ngeri ke arah Nagendra dalam kurungan Sangkar Kausala dan kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Hyang Marana yang tersenyum senang. 

“Kalau begitu segera urus hewan peliharaanmu ini, Hyang Marana dan segera berikan kandang untuknya.” 

Hyang Marana memandang bingung ke arah semua Hyang di depannya dan kemudian berkata dengan polosnya, “Ah, benar juga. Aku belum sempat menyiapkan kandang untuk Nagendra yang cantik ini.” 

Hyang Amarabhawana kemudian menatap Hyang Tarangga dengan tatapan tidak percaya dan berbisik kepadanya, “Kurasa sesuatu yang buruk akan terjadi setelah ini. . .” 

Hyang Amarabhawana dan Hyang Tarangga mundur selangkah demi selangkah karena merasakan sesuatu yang tidak beres akan terjadi. Sementara itu, Sangkar Kausalah yang melihat sosok Hyang Marana kemudian menyampaikan pesan Hyang Yuda kepada Hyang Marana. 

“Hyang Marana yang terhormat, saya Sangkar Kausala pusaka dari Hyang Yuda mengantarkan Nagendra ini sebagai hadiah kepada Hyang Marana. . .” kata Sangkar Kausala. 

Hyang Marana tersenyum senang mendengar suara kencang yang dibuat oleh Sangkar Kausala dan merasa bangga karena mendapat hadiah yang diinginkannya. Sangkar Kausala yang melihat wajah senang Hyang Marana kemudian melanjutkan pesan Hyang Yuda lagi. 

“Hyang Marana yang terhormat, mohon maafkan Tuanku karena menangkap Nagendra dan membuatnya terluka karena Buntala. Sebagai permintaan maaf dari Tuanku, Hyang Yuda, saya Sangkar Kausala akan menyembuhkan Nagendra sebelum memberikannya pada Hyang Marana yang terhormat.” 

Hyang Marana semakin merasa di atas angin mendengar ucapan Sangkar Kausala yang penuh rasa hormat kepada dirinya.

Sangkar Kausala kemudian menyembuhkan semua luka Nagendra dan berkata lagi kepada Hyang Marana, “Hyang Marana yang terhormat, apakah Tuan merasa senang dengan hadiah ini?” 

Hyang Marana menganggukkan kepalanya dan tersenyum senang. 

“Baiklah kalau begitu. . . saya akan menyampaikan kepada Tuanku bahwa Hyang Marana merasa senang menerima hadiah ini. Sekian.” 

Setelah mengatakan kalimat terakhirnya, Sangkar Kausala menghilang begitu saja dan melepas Nagendra yang tadi berada dalam kurungannya. Melihat Nagendra yang sudah sembuh dari semua luka yang diberikan oleh Hyang Yuda, semua Hyang yang berada di dalam aula Amaraloka seketika panik. Hyang Marana yang tadinya tersenyum bahagia kini berubah menjadi ketakutan melihat Nagendra yang mulai mengejarnya. Di sisi lain, Hyang Byomanthara yang sudah lama takut dengan hewan jenis reptil hanya bisa berteriak ngeri melihat Nagendra yang lepas kendali. 

Nagendra mengamuk di dalam Aula Amaraloka dan menghancurkan beberapa barang di Aula Amaraloka. Amukan Nagendra membuat beberapa Raksaka yang berjaga dan beberapa Hyang yang berada di aula kalang kabut kebingungan memanggil senjata pusaka mereka masing – masing untuk menghentikan amukan Nagendra. Sementara itu, Hyang Tarangga dan Hyang Amarabhawana yang telah menjauh dan berada di sudut ruangan hanya bisa tertawa kecil melihat apa yang sedang terjadi saat ini. 

“Sudah kuduga ini akan terjadi. . .” ucap Hyang Amarabhawana masih dengan tertawa. 

“Bagaimana Hyang Amarabhawana tahu hal ini akan terjadi?” tanya Hyang Tarangga heran. 

“Tentu saja aku tahu. Hyang Marana sering kali menyulitkan Hyang Yuda saat mereka bekerja dan seperti yang kamu tahu Hyang Marana terkadang memiliki jalan pikiran yang pendek ketika menginginkan sedang sesuatu. Hyang Yuda pasti sudah menduga bahwa Hyang Marana tidak akan menyiapkan kandang untuk Nagendra ketika meminta Nagendra untuk menjadi hewan peliharaannya.”

“Jadi. . . apakah kita berdua hanya akan melihat Nagendra membuat kacau Aula Amaraloka, Hyang Amarabbhawana?” tanya Hyang Tarangga. 

“Biarkan sebentar lagi. . . jarang sekali melihat pemandangan seperti ini di Amaraloka.” Hyang Amarabhawana menjawab Hyang Tarangga dengan terus tertawa melihat beberapa Hyang dan Raksaka yang kalang kabut karena amukan Nagendra. 

Sementara itu di Janaloka. . .

Hyang Yuda kembali ke rumah gadis manusia itu dan menyadari jika cahaya matahari pagi sudah mulai terlihat. Dengan cepat Hyang Yuda melepas Awarana Catra yang dipasang di sekitar rumah gadis manusia itu dan kembali menggunakan Alesyan untuk bertemu dengan gadis manusia itu. 

Benar saja begitu Hyang Yuda hendak membuka pintu rumah gadis manusia itu, Hyang Yuda langsung terkejut ketika melihat gadis manusia itu sedang duduk dengan wajah cemas di kursi besar tempatnya tidur semalam. 

“Tuan. . . Tuan baik – baik saja?” tanya gadis manusia itu dengan wajah cemas dan khawatir. 

“Ak. . aku baik – baik saja. . .” jawab Hyang Yuda dengan sedikit gugup. 

Sejak kapan dia tahu aku keluar dari rumah. . .

Hyang Yuda bertanya dalam pikirannya sendiri sembari memandang ke arah gadis manusia itu. 

“Kapan kamu bangun dari tidurmu?” tanya Hyang Yuda dengan sedikit gugup. 

“Baru saja, Tuan yang baik hati. Saya terkejut melihat Tuan tidak ada di tempat tidur. Saya sempat memeriksa keluar dan tidak menemukan Tuan, saya kira sesuatu yang buruk menimpa Tuan. . .” 

Aku. . . Hyang Yuda. . . Dewa Perang yang Agung dari Amaraloka. Siapa kiranya di Janaloka ini yang bisa melukaiku? 

Andai aku bisa mengatakan hal ini kepada gadis manusia itu dan membuatnya berhenti cemas yang tidak perlu. 

Hyang Yuda berbicara sendiri dengan pikirannya lagi. 

“Aku hanya berjalan – jalan di sekitar sini karena merasa udara di luar benar – benar menyejukkan. . .” jawab Hyang Yuda berbohong. 

Aku. . . Hyang Yuda, Dewa Perang yang Agung dari Amaraloka. Tidak pernah berbohong di depan siapapun. Tapi hari ini di depan gadis manusia ini, aku terpaksa berbohong. Kuharap dosa ini tidak terlalu besar dan hukuman yang nantinya aku terima tidak akan terlalu berat. 

“Syukurlah. . . kalau Tuan merasa nyaman di rumahku yang sangat sederhana ini. . .” jawab gadis manusia itu dengan senyuman senang. 

“Tentu saja. . . rumahmu ini benar – benar nyaman. Apalagi angin malam yang berhembus benar – benar menyejukkan. . .” 

Sial. . . tanpa kuperintah, mulutku berbohong lagi. 

Hyang Yuda tersenyum ke arah gadis manusia itu sembari mengumpati dirinya sendiri yang sudah berbohong dua kali di depan gadis manusia itu. 

“Kalau begitu. . . tunggulah sebentar lagi, Tuan. Saya akan menyiapkan makan pagi untuk Tuan sebelum Tuan pergi. . .” 

Hyang Yuda tersenyum, “Terima kasih banyak.” 

Setidaknya. . . aku masih bisa memakan masakan enak dari gadis manusia itu. 

Hyang Yuda yang sedang asyik menikmati udara pagi di depan rumah gadis manusia itu tiba – tiba merasa saluran komunikasi Amaraloka masuk dan menghubunginya. 

[Hyang Yuda. . .]

Dari suaranya, Hyang Yuda dapat mengenali bahwa yang sedang menghubunginya saat ini adalah Hyang Tarangga. 

“Ya, Hyang Tarangga. . .” 

[Hyang Yuda benar – benar membuat Aula Amaraloka berada dalam kondisi yang kacau balau. . .]

“Kenapa bisa begitu?” tanya Hyang Yuda berpura – pura tidak mengerti dan tidak tahu.

[Hyang Yuda benar – benar berhasil membuat Hyang Marana kalang kabut. . . lupakan soal itu, nanti ketika Hyang Yuda kembali ke Amaraloka, Hyang Yuda harus berhati – hati dengan amarah Hyang Marana. . .]

Hyang Tarangga yang selalu bersikap bijak memberi peringatan kepada Hyang Yuda. 

“Terima kasih atas perhatian Hyang Tarangga.” 

[Oh ya sebelum itu, bagaimana keadaan di Girilaya di sana? Setelah ini aku dan Hyang Marana akan turun ke Janaloka dan memeriksa lokasi itu?]

Hyang Yuda tersenyum kecil membayangkan Hyang Marana yang pasti akan muntah – muntah ketika tiba di lokasi Girilaya tempat Nagendra pesta makan besar semalam. 

“Harap Hyang Tarangga membawa saputangan untuk menutupi indra penciuman Hyang Tarangga. Baunya benar – benar lebih parah dari tempat terjadinya perang.” 

[Terima kasih atas perhatian Hyang Yuda. . . kalau begitu sampai ketemu nanti.]

Hyang Tarangga memutus saluran komunikasi dan membuat Hyang Yuda kembali menikmati udara sejuk di depan rumah gadis manusia itu. 

“Tuan. . .” panggil gadis manusia itu kepada Hyang Yuda. 

Hyang Yuda membalikkan badannya dan melihat ke arah gadis manusia yang memanggil dirinya. Sepintas sebuah bayangan muncul di dalam kepala Hyang Yuda, bayangan yang sama dengan wajah gadis manusia yang ditolongnya. 

“Pawestri Manohara. . .” 

Dalam bayangan Hyang Yuda, dirinya memanggil gadis dengan wajah yang sama dengan gadis yang ditolongnya dengan sebutan Pawestri(4). Bayangan itu kemudian berlanjut dan gadis dalam bayangan Hyang Yuda memanggil Hyang Yuda dengan sebutan lain yang sama sekali tidak diingat oleh Hyang Yuda. 

(4)Pawestri dalam bahasa sansekerta berarti Putri. 

“Bayangkara(5) Sena. . .” 

(5)Bayangkara dalam bahasa sansekerta berarti Prajurit.

Hyang Yuda terkejut ketika sepintas bayangan itu muncul di dalam kepalanya. 

“Tuan. . .” 

Gadis manusia di depan Hyang Yuda berulang – ulang kali memanggil Hyang Yuda yang sempat ditelan oleh lamunannya. 

“Ya. . .” jawab Hyang Yuda pelan ketika akhirnya sadar dari lamunannya. 

“Apa Tuan baik – baik saja?” 

Hyang Yuda memijat – mijat keningnya dan menjawab, “Aku baik – baik saja, hanya mungkin udaranya terlalu dingin saja.” 

“Kalau begitu. . . ayo cepat masuk dan makan makanan hangat. Saya sudah selesai memasak makan pagi.” 

Gadis manusia itu kemudian menarik lengan Hyang Yuda dan menariknya masuk ke dalam rumahnya. Namun Hyang Yuda menghentikan tindakan gadis manusia itu dan membuat gadis manusia itu tertarik hingga nyaris jatuh. 

“Maafkan aku. . .” kata Hyang Yuda ketika menangkap tubuh gadis manusia yang nyaris saja jatuh karena tindakannya. 

Bayangan di dalam kepala Hyang Yuda kembali lagi dan kali ini memperlihatkan kejadian yang berbeda dari sebelumnya. 

Hyang Yuda melihat dirinya sendiri yang sedang berlari berusaha menangkap seorang gadis cantik dengan pakaian yang indah yang terjatuh dari tembok Antapura(6). Hyang Yuda melihat dirinya sendiri yang berlari dan berhasil menangkap gadis cantik yang memiliki wajah yang sama dengan gadis manusia yang ditolongnya. Di dalam bayangannya setelah berhasil menangkap gadis cantik yang terjatuh, Hyang Yuda kemudian bertanya kepada gadis cantik itu. 

(6)Antapura dalam bahasa sansekerta berarti istana. 

“Pawestri Manohara baik – baik saja?” 

Gadis cantik itu kemudian menjawab, “Ya, aku baik – baik saja. Terima kasih Bayangkara Sena.” 

Hyang Yuda memijat keningnya untuk kedua kalinya dan merasa kepalanya sedikit pusing. 

“Tuan baik – baik saja?” tanya gadis manusia yang ditolong Hyang Yuda untuk kedua kalinya. 

“Namamu. . . siapa namamu?” tanya Hyang Yuda. 

Gadis manusia itu bangkit dari pelukan Hyang Yuda yang tadi menangkap tubuhnya yng nyaris saja terjatuh. 

“Sasarada. . . nama saya Sasarada, Tuan.” 

Hyang Yuda menatap dalam wajah Sasarada dan membandingkannya dengan wajah gadis yang baru saja muncul di dalam ingatannya. 

Mereka serupa. . .

Hyang Yuda berbicara sendiri di dalam pikirannya setelah membandingkan wajah Sasarada dan wajah gadis di dalam bayangannya. 

Sebenarnya apa yang baru saja aku lihat ini? Dan apa hubungan yang dimiliki oleh Sasarada dengan gadis yang baru saja muncul dalam bayanganku?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status