Share

Bagian 7

Rendra

Menggantikan Papa memimpin penerbit yang telah Papa dirikan dua puluh tahun yang lalu awalnya membuat aku ingin menolak. Aku tidak mau langsung menjabat sebagai CEO. Aku hanya ingin memimpin di bagian editor yang sesuai dengan pasion ku. Awalnya aku juga menolak, masak aku kerja di kantor Papa. Nanti aku tidak ada usaha. Tapi Mama memaksa aku untuk mencobanya dulu selama satu bulan. Akhirnya aku memenuhi permintaan Papa.

Tepat hari ini aku dikenalkan dengan semua karyawan khususnya bagian editor, tapi ada satu nama yang hari ini belum hadir. Ada satu nama yang membuat aku bertanya tanya “Clarissa Mayang” nama itu seperti tidak asing bagiku. Hingga aku meminta Pak Edi untuk menyuruh Clarissa Mayang datang ke ruangan beliau. Aku yakin kalau dia akan haidr hari ini. Dan aku yakin nama itu sama  dengan perempuan yang selama ini aku cari.

Ketika dia masuk ke ruangan Pak Edi, dia tidak sadar kalau aku ini adalah dulu kakak tingkat yang pernah menolongnya saat OSPEK. Mulai saat itu aku tertarik dengan dia, tapi karena kondisiku yang saat itu memiliki pacar tidak mungkin jika aku lebih mementingkan dia daripada pacarku. Dan pada saat itu juga, aku harus melupakan nama tersebut dalam pikiranku. Hingga akhirnya pagi ini aku melihat dia Kembali dengan perubahan yang sangat jelas. Dia terlihat semakin cantik dan dewasa.

Pertama kali melihat dia setelah beberapa tahun tak bertemu, dia terlihat biasa saja, tidak kaget atau apa Ketika melihatku. Sudah aku Yakini kalau dia pasti lupa denganku. Hingga aku mempersilakn dia balik ke kubikelnya untuk bekerja. Sepanjang hari ini, aku masih memikirkan bagaimana bisa dekat dengan dia, apa dia sudah punya pacara atau belum? Atau malah sudah menikah karena usia kami yang hanya terpaut dua tahun sudah jelas  bisa dikatakan kalau dia Wanita yang dewasa dari usia dan pemikiran. Hingga aku meminta HRD untuk mengirim biodata Mayang saat itu juga. Senyum tipis saat aku melihat kalau dia masih lajang. Lebih hebohnya lagi saat aku melihat alamat rumahnya, sama dengan alamat rumahku. Aku masih punya harapan bisa dekat dengan dia. Urusan dia punya pacar atau belum bisa dipikir nanti.

Aku kaget melihat dia berdiri di depan kantor sambil mengecek ponselnya. Aku yakin kalau dia sedang memesan ojek online. Aku sengaja menawari dia untuk pulang bareng, awalnya dia menolah dengan alasan beda arah dan ngrepotin, aku tau yang dia maksud beda arah mungkin dia mengira aku tinggal dengan Papa. Tapi semua itu aku tepis dan mengatakan gak papa. Aku hanya ingin mengenal lebih dekat.

Akhrinya dia mau aku antar pulang. Tidak ada percakapan diantara kami, tapi dia minta menyalakan radio dan nanyi. Sumpah suaranya merdu sekali. Aku baru kali ini mendengar dia menyanyi. Aku terbuai dengan suara dia, hingga suara dia mengagetkanku. “Suara saya jelek ya pak?” aku reflek langsung lihat ke wajahnya. “Enggak, bagus ko. Lanjutkan.” Aku tidak berbohong memang suara dia bagus dari pada suaraku.

Aku gak tau kenapa merasa nyaman duduk di samping dia. Aku seperti menemukan kebahagiaan yang selama ini aku cari. Ini yang selama ini aku impikan. Duduk dengan Wanita yang selama ini diam-diam aku masih menyimpan rasa.

“Ini alamat rumahmu mana Yang, kamu belum kasih tau dari tadi.” Aku pura-pura bertanya walau sebenarnya aku sudah tau di mana rumahnya.

“Ohh Jalan Parangtritis pak, daerah ISI. Nanti saya arahin aja Pak.” Aku manggut-manggut mendengar jawabnnya, aku juga masih fokus dengan jalanan yang semakin larut.

“Pak, di Meimart depan nanti berhenti saja ya, saya turun disitu saja ada keperluan yang akan saya beli.” Aku menoleh mengerutkan alis. Heran aja kenapa tiba-tiba dia meminta aku berhenti di sana.  

“Rumah kamu daerah situ? aku pura-pura memastikan lagi.”.

“Bukan Pak, saya mau beli perlengkapan mandi, nanti dari situ saya bisa pesan ojol pak. Tidak jauh ko. Lagian ini bentar lagi azan maghrib nanti bapak ditunggu keluarga di rumah.” Mayang menginginkan aku menurunkan di sana. Mana mau aku seperti itu. Lagian tujuanku untuk pulang bareng kan biar dia tau kalau ternyata kita tetanggaan.  

“Saya tungguin gak papa ko. Kamu tenang aja rumah saya kan juga di daerah sini juga.” Dia tampak kaget saat aku mengakatakan kalau rumahku daerah sini juga. Karena setau dia aku tinggal Bersama Papa di Jalan Kaliurang.

Pertanyaan berikutnya yang membuat aku bingung Ketika dia mengira kalau aku sudah berkeluarga. Bagaimana aku ingin berkeluarga jika tulang rusuk saya saja baru saja ketemu. Hingga kami sudah sampai di rumah Mayang. Aku juga kaget Ketika kita gak hanya tetanggaan ternyata rumah kita berhadapan.

“Mayang, ternyata kita tetanggaan, rumah saya tuh di depan rumahmu. Saya nitip mobil sebentar di sini ya. Gak papa kan?”

Wajah Mayang terlihat kaget saat aku memberitahunya. “Wahh, kenapa bisa kebetulan seperti ini ya Pak? Bapak sudah berapa lama tinggal di situ? Setau saya lama kosong?” Dia Kembali menanyakan, mungkin karena dia tau kalau rumah ini beberapa bulan sempat kosong.

“Baru dua hari yang lalu, saat Papa meminta saya untuk membantunya di kantor, dan rumah ini memang rumah saya tapi dulu saya kontrakkan, karena jarak rumah Papa sampai kantor jauh, maka saya memutuskan untuk pindah disini. Ternyata malah dekat dengan kamu.”

Akhirnya kami pisah dan masuk ke rumah masing-masing. Sebelum berpisah Mayang sempat manwariku untuk minum kopi Bersama setelah isyak nanti. Aku jelas tidak menolak penawarannya. Penawaran yang sangat menarik bisa mendekati Wanita pujaan hati.

Tepat setelah sholat isyak aku datang ke rumah Mayang, kamu berdua ngobrol banyak sampai akhirnya dia sadar kalau aku adalah kakak tingkatnya dulu. Awalnya dia kaegt, karena dulu kita hanya pernah bertemu sekali. Selanjutnya aku yang selalu mengintip kegiatan dia di kampus baik di fakultas, di kantin, di pendopo atau pun di perpustakaan. Hingga aku sadar kalau aku sudah mulai tertarik dengan dia. Tapi aku ingat kalau saat itu aku masih punya pacar. Hingga tiga bulan kemudian aku menjumpai pacarku selingkuh dengan temannya. Aku melihat mereka sedang bercumbu di kost. Mulai saat itu aku jadi tertutup dan merasa trauma jika dekat dengan seorang Wanita. Hingga usiaku yang hampir 30 ini semua keluarga yang sudah mendesakku untuk segera menikah. Aku selalu menjawab nanti, nanti, dan nanti. Karena aku yakin kalau suatu saat aku pasti akan bertemu dengan Mayang.

Tepat pukul setengah sebelas aku pamit pulang, karena tidak baik jika laki-laki bertamu sampai larut. Apalagi status aku di sini adalah atasan dia di kantor.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status