Rendra
Menggantikan Papa memimpin penerbit yang telah Papa dirikan dua puluh tahun yang lalu awalnya membuat aku ingin menolak. Aku tidak mau langsung menjabat sebagai CEO. Aku hanya ingin memimpin di bagian editor yang sesuai dengan pasion ku. Awalnya aku juga menolak, masak aku kerja di kantor Papa. Nanti aku tidak ada usaha. Tapi Mama memaksa aku untuk mencobanya dulu selama satu bulan. Akhirnya aku memenuhi permintaan Papa.
Tepat hari ini aku dikenalkan dengan semua karyawan khususnya bagian editor, tapi ada satu nama yang hari ini belum hadir. Ada satu nama yang membuat aku bertanya tanya “Clarissa Mayang” nama itu seperti tidak asing bagiku. Hingga aku meminta Pak Edi untuk menyuruh Clarissa Mayang datang ke ruangan beliau. Aku yakin kalau dia akan haidr hari ini. Dan aku yakin nama itu sama dengan perempuan yang selama ini aku cari.
Ketika dia masuk ke ruangan Pak Edi, dia tidak sadar kalau aku ini adalah dulu kakak tingkat yang pernah menolongnya saat OSPEK. Mulai saat itu aku tertarik dengan dia, tapi karena kondisiku yang saat itu memiliki pacar tidak mungkin jika aku lebih mementingkan dia daripada pacarku. Dan pada saat itu juga, aku harus melupakan nama tersebut dalam pikiranku. Hingga akhirnya pagi ini aku melihat dia Kembali dengan perubahan yang sangat jelas. Dia terlihat semakin cantik dan dewasa.
Pertama kali melihat dia setelah beberapa tahun tak bertemu, dia terlihat biasa saja, tidak kaget atau apa Ketika melihatku. Sudah aku Yakini kalau dia pasti lupa denganku. Hingga aku mempersilakn dia balik ke kubikelnya untuk bekerja. Sepanjang hari ini, aku masih memikirkan bagaimana bisa dekat dengan dia, apa dia sudah punya pacara atau belum? Atau malah sudah menikah karena usia kami yang hanya terpaut dua tahun sudah jelas bisa dikatakan kalau dia Wanita yang dewasa dari usia dan pemikiran. Hingga aku meminta HRD untuk mengirim biodata Mayang saat itu juga. Senyum tipis saat aku melihat kalau dia masih lajang. Lebih hebohnya lagi saat aku melihat alamat rumahnya, sama dengan alamat rumahku. Aku masih punya harapan bisa dekat dengan dia. Urusan dia punya pacar atau belum bisa dipikir nanti.
Aku kaget melihat dia berdiri di depan kantor sambil mengecek ponselnya. Aku yakin kalau dia sedang memesan ojek online. Aku sengaja menawari dia untuk pulang bareng, awalnya dia menolah dengan alasan beda arah dan ngrepotin, aku tau yang dia maksud beda arah mungkin dia mengira aku tinggal dengan Papa. Tapi semua itu aku tepis dan mengatakan gak papa. Aku hanya ingin mengenal lebih dekat.
Akhrinya dia mau aku antar pulang. Tidak ada percakapan diantara kami, tapi dia minta menyalakan radio dan nanyi. Sumpah suaranya merdu sekali. Aku baru kali ini mendengar dia menyanyi. Aku terbuai dengan suara dia, hingga suara dia mengagetkanku. “Suara saya jelek ya pak?” aku reflek langsung lihat ke wajahnya. “Enggak, bagus ko. Lanjutkan.” Aku tidak berbohong memang suara dia bagus dari pada suaraku.
Aku gak tau kenapa merasa nyaman duduk di samping dia. Aku seperti menemukan kebahagiaan yang selama ini aku cari. Ini yang selama ini aku impikan. Duduk dengan Wanita yang selama ini diam-diam aku masih menyimpan rasa.
“Ini alamat rumahmu mana Yang, kamu belum kasih tau dari tadi.” Aku pura-pura bertanya walau sebenarnya aku sudah tau di mana rumahnya.
“Ohh Jalan Parangtritis pak, daerah ISI. Nanti saya arahin aja Pak.” Aku manggut-manggut mendengar jawabnnya, aku juga masih fokus dengan jalanan yang semakin larut.
“Pak, di Meimart depan nanti berhenti saja ya, saya turun disitu saja ada keperluan yang akan saya beli.” Aku menoleh mengerutkan alis. Heran aja kenapa tiba-tiba dia meminta aku berhenti di sana.
“Rumah kamu daerah situ? aku pura-pura memastikan lagi.”.
“Bukan Pak, saya mau beli perlengkapan mandi, nanti dari situ saya bisa pesan ojol pak. Tidak jauh ko. Lagian ini bentar lagi azan maghrib nanti bapak ditunggu keluarga di rumah.” Mayang menginginkan aku menurunkan di sana. Mana mau aku seperti itu. Lagian tujuanku untuk pulang bareng kan biar dia tau kalau ternyata kita tetanggaan.
“Saya tungguin gak papa ko. Kamu tenang aja rumah saya kan juga di daerah sini juga.” Dia tampak kaget saat aku mengakatakan kalau rumahku daerah sini juga. Karena setau dia aku tinggal Bersama Papa di Jalan Kaliurang.
Pertanyaan berikutnya yang membuat aku bingung Ketika dia mengira kalau aku sudah berkeluarga. Bagaimana aku ingin berkeluarga jika tulang rusuk saya saja baru saja ketemu. Hingga kami sudah sampai di rumah Mayang. Aku juga kaget Ketika kita gak hanya tetanggaan ternyata rumah kita berhadapan.
“Mayang, ternyata kita tetanggaan, rumah saya tuh di depan rumahmu. Saya nitip mobil sebentar di sini ya. Gak papa kan?”
Wajah Mayang terlihat kaget saat aku memberitahunya. “Wahh, kenapa bisa kebetulan seperti ini ya Pak? Bapak sudah berapa lama tinggal di situ? Setau saya lama kosong?” Dia Kembali menanyakan, mungkin karena dia tau kalau rumah ini beberapa bulan sempat kosong.
“Baru dua hari yang lalu, saat Papa meminta saya untuk membantunya di kantor, dan rumah ini memang rumah saya tapi dulu saya kontrakkan, karena jarak rumah Papa sampai kantor jauh, maka saya memutuskan untuk pindah disini. Ternyata malah dekat dengan kamu.”
Akhirnya kami pisah dan masuk ke rumah masing-masing. Sebelum berpisah Mayang sempat manwariku untuk minum kopi Bersama setelah isyak nanti. Aku jelas tidak menolak penawarannya. Penawaran yang sangat menarik bisa mendekati Wanita pujaan hati.
Tepat setelah sholat isyak aku datang ke rumah Mayang, kamu berdua ngobrol banyak sampai akhirnya dia sadar kalau aku adalah kakak tingkatnya dulu. Awalnya dia kaegt, karena dulu kita hanya pernah bertemu sekali. Selanjutnya aku yang selalu mengintip kegiatan dia di kampus baik di fakultas, di kantin, di pendopo atau pun di perpustakaan. Hingga aku sadar kalau aku sudah mulai tertarik dengan dia. Tapi aku ingat kalau saat itu aku masih punya pacar. Hingga tiga bulan kemudian aku menjumpai pacarku selingkuh dengan temannya. Aku melihat mereka sedang bercumbu di kost. Mulai saat itu aku jadi tertutup dan merasa trauma jika dekat dengan seorang Wanita. Hingga usiaku yang hampir 30 ini semua keluarga yang sudah mendesakku untuk segera menikah. Aku selalu menjawab nanti, nanti, dan nanti. Karena aku yakin kalau suatu saat aku pasti akan bertemu dengan Mayang.
Tepat pukul setengah sebelas aku pamit pulang, karena tidak baik jika laki-laki bertamu sampai larut. Apalagi status aku di sini adalah atasan dia di kantor.
RendraPagi ini aku keluar rumah mendapati rumah Mayang sudah sepi, bahkan mobilnya pun juga sudah tidak ada. Aku yakin kalau dia berangkat sengaja pagi untuk hari ini. Sebenarnya secara terang-terangan aku belum menunjukkan kalau aku suka dengan dia. Aku masih menyimpannya sendiri. Terlalu cepat jika aku mengatakan. Aku akan mengikuti alur yang Mayang pilih, jalur apa yang akan dia tempuh. Apakah dia akan menyadari kalau aku sayang dengan dia cepat atau lambat? Aku hanya ingin membuktikan itu.Pagi ini aku ingin sarapan tongseng ayam jawa yang deket dengan pasar Bantul, walau jaraknya lumayan jauh dari rumah dan tidak searah denganku ke kantor tapi aku tetap sarapan di sana. Toh saat ini masih pukul tujuh kurang lima belas, masih banyak waktu untuk aku bisa sarapan di sana.Tongseng ini sangat legendaris yang terletak di pojok selatan pasar Bantul. Menu tongseng ayam dan tempe koro nya yang membuat aku ketagihan makan di sini. Aku memesan tongseng
Mayang Siang ini aku ijin kerja setengah hari karena aku harus pulang ke Solo. Sejak tadi pagi Mama sudah meneror ku dengan puluhan pesan dan telepon. Aku tau kalau keluargaku sangat rindu denganku. Mana ada yang tidak rindu dengan anak gadis satu-satunya. Sebelumnya aku belum cerita tentang keluargaku. Aku tiga bersaudara. Kakakku yang nomor satu sudah menikah dan tinggal dengan istrinya di Karanganyar dekat dengan tempat kerja kakakku. Aku nomor dua dan yang nomor tiga adikku laki-laki saat ini baru kuliah semester empat di Universitas Malang. Awalnya aku meminta adikku mendaftar di Jogja biar bisa tinggal denganku, tapi dia tidak tertarik lebih tertarik kuliah di Malang. Mama dan Papa ku yang saat ini hanya tinggal berdua. Dulu keinginan Mama ketika aku lulus kuliah aku bisa kembali dan bekerja di Solo, tapi aku lebih betah tinggal di kota ini. Mama kesehariannya jualan di Pasar Klewer sedangkan Papa seorang sekretaris desa tempat kami tingg
Masih di Solo dan masih mengingat semua kenangan yang sampai saat ini masih terikat jelas. Sabtu pagi ini aku ingi gowes sampai Pasar Klewer. Pasar Klewer adalah pasar tekstil terbesar di Kota Surakarta. Pasar yang letaknya bersebelahan dengan Keraton Surakarta ini juga merupakan pusat perbelanjaan kain batik yang menjadi rujukan para pedagang dari Yogyakarta, Surabaya, Semarang, dan kota-kota lain di Pulau Jawa. Pasarini juga pusat batik yang menjadi tempat kulakan para pedagang di wilayah Solo dan sekitarnya bahkan di Jawa Tengah. Berdiri sejak tahun 1970,Pasar Klewertetap menarik untuk dikunjungi.Berangkat dari rumah pukul enam dan sampai di Pasar Klewer pukul tujuh, seharusnya tidak selama ini karena aku snegaja mengayuh sangat pelan. Gowes sendiri itu rasanya gabut banget. Tidak ada yang diajak ngobrol. Sampai di Pasar Klewer aku istrirahat sejenak sebelum nanti sarapan. Tak pernah ketinggalan ketika aku pulang ke
Rendra Pagi ini aku keluar rumah mendapati rumah Mayang sudah sepi, bahkan mobilnya pun juga sudah tidak ada. Aku yakin kalau dia berangkat sengaja pagi untuk hari ini. Sebenarnya secara terang-terangan aku belum menunjukkan kalau aku suka dengan dia. Aku masih menyimpannya sendiri. Terlalu cepat jika aku mengatakan. Aku akan mengikuti alur yang Mayang pilih, jalur apa yang akan dia tempuh. Apakah dia akan menyadari kalau aku sayang dengan dia cepat atau lambat? Aku hanya ingin membuktikan itu. Pagi ini aku ingin sarapan tongseng ayam jawa yang deket dengan pasar Bantul, walau jaraknya lumayan jauh dari rumah dan tidak searah denganku ke kantor tapi aku tetap sarapan di sana. Toh saat ini masih pukul tujuh kurang lima belas, masih banyak waktu untuk aku bisa sarapan di sana. Tongseng ini sangat legendaris yang terletak di pojok selatan pasar Bantul. Menu tongseng ayam dan tempe koro nya yang membuat aku ketagihan makan di sini. A
“Ma, Pa, Mayang balik ke Jogja dulu ya.” Aku pamitan dengan kedua orang tuaku, gak tega sebenarnya meninggalkan mereka.“Hati-hati ya Nduk, kalau tidak ada teman gak usah datang ke nikahan Rifki.” Papa mengingatkanku.Aku hanya mengangguk dan segera menyalami mereka. Aku memeluk mereka. Harus kuat dan ga boleh nangis. Aku meninggalkan mereka yang masih menatapku sampai mobil yang aku kendarai menghilang.Suasana dalam mobil sangat sepi. Aku menyalakan musik dari flasdisk. Tak pernah kudugaSemuanya berubahSaat kau memandangkuBergetar hati iniKau berikan harapan tentang oh..Warna warni harikuSemenjak ada dirimuDunia terasa indahnyaSemenjak kau ada disiniKu mampu melupakannyaKini aku tak sabarIngin hati kau untukkuKat
Memandang hotel yang saat ini menjadi tempat resepsi Rifki dan istrinya membuat hatiku pilu. Seharusnya aku yang mengadakan pesta tapi kenyataan berkata lain. Saat ini aku dan Danu masih di antri salaman dengan pengantin. Aku diam sejak berangkat tadi. Danu pun tidak berani menggangguku, biasanya dia akan membully ku habis-habisan jika menyangkut Rifki. Padahal hanya beberapa kali Danu dan Gadis bertemu dengan Rifki. Itu dulu waktu Rifki masih jadi pengangguran dan sering menjemputku di Jogja. Ahh sudah lupakan. Saatnya melupakan dia dan mencari yang serius.Danu menepuk bahuku saat antrian semakin menipis. “Yakin siap? Kalau gak siap kita bisa langsung pulang?”Aku hanya mengangguk. Beberapa among tamu juga masih saudara Rifki yang masih mengingatku. Bahkan ketika mereka menatapku pun seperti ada tatapan kekecewaan. Aku belum bertemu dengan Mbak Sinta, kakak Rifki yang nomor satu. Mbak Sinta lah yang tidak bisa terima saat Rifki memutuskan hubunga
Aku terbangun saat mendengar ketukan pintu berkali-kali. Mataku enggan untuk membuka, badanku rasanya berat, bahkan mataku terasa panas. Aku mengucek-ucek mata sebelum membuka pintu siapa yang berani membangunkan tidurku pagi ini. Jelas-jelas ini masih sangat pagi. Mungkin bisa dibilang habis subuh. Aku kaget ketika melihat jam ternyata sudah pukul setengah delapan. Aku sangat bersyukur ada orang yang mengetuk pintu pagi ini. Tapi ketika aku menginjakkan kaki di lantai badanku terasa mau jatuh. Mataku semakin panas dan mengeluarkan air mata. Aku menempelkan tangan ke dahi, ternyata aku demam. Pantas saja badanku terasa berat. Aku jalan pelan-pelan untuk membuka pintu. Tanpa cuci buka dan mengucir rambutku biar terlihat rapi aku langsung jalan ke depan. Begitu membuka pintu aku kaget ternyata yang datang Pak Rendra. Penampilan Pak Rendra sangat rapi. Ya jelaslah karena ma uke kantor. Pak REndra menatapku dari atas sampai bawah. Dia heran melihat penampilanku pagi ini.
Malam ini ketika aku nontn drama korea yang aku sambungkan ke televisi. Suara ketukan pintu membuat aku penasaran karena malam ini aku tidak ada janji dengan siapa-siapa. Ternyata Pak Rendra yang datang. Tidak heran lagi ketika Pak Rendra sering datang ke sini malam-malam atau saat libur kerja. Dia seperti tidak punya kerjaan.Pak Rendra langsung duduk di sampingku “Nonton apa Yang?”“Suspecious partner, pak.” Pak Rendra mengerutkan kening. Aku tau kalau dia tidak bakal suka dengan drama korea. Malam ini aku mengulang drama tersebut, karena aku belum bosan dengan dramanya dan bingung mau nonton drama apa.“Drama korea, Pak.”“Ohh..” Hanya jawaban ohh yang Pak Rendra keluarkan. Dia langsung membuka toples iki kacang mete. Dia memang sudah tidak sungkan lagi bahkan rumah ini sudah seperti rumah ke dua bagi dia. Dia langsung jalan ke dapur dan mengambil air kemasan yang ada di kulkas.