Share

Token Listrik itu… Apa?

Tiit… Tiit… Tiit ….TIIIITTTT!!!

“Demi Tuhan! Apa lagi ini?!” Narendra bersungut kesal.

Dia baru tiba di kontrakan petaknya beberapa menit menjelang pukul 12 malam dan baru saja dia akan tertidur bunyi menyebalkan itu terdengar.

“Bunyi apa, sih, itu?!” Dia memaksa diri untuk beringsut dari kenyamanan tempat tidur dan mengecek setiap ruangan dan benda elektronik yang dimilikinya. Tidak ada yang menjadi sumber suara statis menyebalkan itu.

Tiit… Tiit… Tiit ….TIIIITTTT!!!

Mungkin hanya perasaannya tetapi Narendra merasa kalau intensitas suara itu semakin cepat dan kuat.

Narendra hampir membanting TV yang tergantung di dinding ruang tamu merangkap ruang santai dan ruang makan ketika dia menyadari ada satu tempat yang belum diperiksanya. Teras!

Tanpa berpikir panjang, Narendra segera keluar dari rumah kemudian memeriksa teras mungil kontrakannya petaknya. Tidak ada alat elektronik di sana, hanya ada sepasang kursi rotan yang sudah ada sejak pertama kali Badi menunjukkan kontrakan ini. Walau begitu, dia yakin jawabannya ada di teras karena suara itu semakin kencang dan memekakan telinganya.

“Found it!” Pria itu hampir bersorak riang ketika dia menemukan sumber suara. Sebuah kotak berbentuk aneh dengan papan angka kecil. Narendra baru pertama kali melihat benda ini. Dia tidak tahu fungsi atau kegunaannya. Dan yang paling penting…Narendra tidak tahu kenapa alat ini berbunyi.

Tiit… Tiit… Tiit ….TIIIITTTT!!!

Setelah memperhatikan benda itu selama beberapa menit dan tidak menemukan petunjuk, Narendra memutuskan untuk memejamkan mata kemudian menekan sembarangan sambil berdoa benda ajaib ini berhenti berbunyi.

TI…

“Yes!” Dia mengepalkan tangan sambil melompat kecil ketika benda itu akhirnya diam.

Sayang, kelegaan itu tidak berlangsung lama. Baru saja Narendra berhasil mengembalikan kantuknya, benda sialan itu kembali berbunyi nyaring.

Tiit… Tiit… Tiit ….TIIIITTTT!!!

“LAGI?!” Narendra berteriak frustasi.

Detik ini dia lebih memilih untuk berada di ruang meeting dengan negoasiasi super alot dibandingkan harus berhadapan dengan benda sialan itu. Dalam meeting dia tahu apa yang harus dilakukan. Sedangkan ini…dia benar-benar useless.

Dengan menghentakan kaki Narendra keluar menuju teras. Dia kembali memperhatikan benda kotak yang terus menerus mengeluarkan benda nyaring. Sempat berpikir untuk kembali menekan asal tetapi ketika ingat apa yang terjadi beberapa waktu lalu, pria itu mengurungkan niatnya.

“Tanya Badi apa, ya?” Narendra menggaruk tengkuknya berulang.

Dia tidak nyaman mengganggu bodyguard-nya. Badi pulang bersama dengannya. Itu berarti baru beberapa jam lalu, tentu saat ini pria itu sedang beristirahat. Bagi seorang bodyguard istirahat yang cukup itu sangat penting.

“Mas, nggak ada rencana buat diisi?” Gadis penghuni kontrakan sebelah keluar dan bertanya kesal.

“Isi? Apanya? Eh, gimana?” Pertama sejak bertahun yang lalu Narenda gelagapan menghadapi sebuah pertanyaan.

Gadis itu menghela napas panjang, “Bukan waktunya bercanda, Mas. Aku baru pulang dan ngantuk banget, nih. Besok aja schedule pagi.”

Narendra masih menatap gadis itu penuh kebingungan.

Tiit… Tiit… Tiit ….TIIIITTTT!!!

Satu menit berlalu sebelum akhirnya gadis itu kembali bersuara, “Mas tahu, kan, kalau itu token listrik bunyi karena udah mau habis?”

“Token listrik…apa?” Narendra sampai pada titik tidak lagi peduli kalau pertanyaannya terdengar sangat bodoh.

“Itu,” gadis berambut sebahu itu menunjuk benda sialan yang masih terus mengeluarkan suara nyaring, “Namanya token listrik. Kalau mau habis bakalan bunyi biar kita tahu.”

“ini token listrik,” Narendra  membeo.

“Iya. Udah tahu, kan? Nah, sekarang diisi biar berhenti bunyi,” entah bagaimana gadis itu masih cukup sabar menghadapi ketidaktahuan Narendra.

“Oke, jadi tinggal aku isi dan bunyinya bakalan berhenti?”

Gadis itu mengangguk dan akan berlalu ke dalam kontrakan ketika dia tiba-tiba berbalik, “Mas tahu cara ngisi token, kan?”

Refleks Narendra menjawab pertanyaan itu dengan gelengan. Persetan dengan pencitraan. Saat ini yang dinginkannya hanya benda sialan itu segera berhenti berbunyi agar dia dapat tidur nyenyak.

“Mas punya mobile banking?”

Mobile banking?”

Narendra kembali clueless. Dia tidak pernah cukup peduli dengan segala tetek bengek Bank. Yang dia tahu jika membutuhkan uang cukup meminta pada orang kepercayaannya. Urusan perbankan sudah ada yang mengaturnya. Dia hanya cukup memerintah saja.

Untuk kesekian kali gadis itu menghela napas panjang, “Oke… kalau aplikasi ojek daring ada?”

Kali ini dengan cepat Narendra mengangguk, “Ada!”

“Saldonya ada?” Kembali gadis itu bertanya dan mendapatkan anggukan sebagai jawabannya, “Boleh pinjem HP-nya? Aku bantu buat isi.”

“Sebentar,” bergegas Narendra masuk untuk mengambil ponsel dan segera memberikan kepada gadis itu setelah membuka aplikasi ojek daring.

Dengan cekatan gadis itu mengetukkan jari lentiknya di layar ponsel sambil menjelaskan cara membeli token listrik. Narendra memperhatikan. Bukan memperhatikan penjelasan yang diberikan tetapi memperhatikan gadis di sampingnya.

Gadis dengan rambut sebahu yang terlihat berantakan memliki pesona khas wanita negara ini. Kulit bersih kuning langsat, mata besar dengan bola mata cokelat yang memberikan kesan ramah, hidung bangir dilengkapi bibir penuh berwarna merah alami.

Saat ini gadis tetangga itu hanya mengenakan daster yang sedikit kebesaran. Tetapi mata jeli Narendra tahu apa yang tersembunyi di baliknya. Tubuh gadis itu menonjol di tempat yang tepat dengan kulit kencang terawat. Dia tidak akan menolak menghabiskan satu malam dengan gadis itu.

“Udah ngerti, Mas?” Pertanyaan itu membuyarkan lamunan Narendra yang mulai terlalu jauh.

“Eh, iya,” secepat mungkin dia berusaha mengendalikan diri, “Terus masukinnya gimana?”

“Gini,” kembali gadis itu melakukan sesuatu pada ponsel Narendra kemudian memasukan 16 digit angka dan..voila! Benda sialan itu seketika diam, “Tuh, udah masuk.”

Narendra menerima ponsel yang dikembalikan oleh gadis itu, “Makasih bantuannya.”

Gadis itu hanya mengangguk, “Lain kali jangan biarin sampai lama. Ganggu banget bunyinya. Untung aja Bang Ucok yang tinggal di sebelah sana lagi kerja. Kalau nggak bisa habis Mas diomelin.”

“Iya. Makasih banyak. Aku pastiin nggak bakalan ada kejadian lain kali.”

“Bagus, deh. Ya udah, aku balik, Mas,” dia menguap, “Mas juga mendingan tidur. Keburu pagi, lho.”

Kuap gadis itu menular, Narendra menguap lebar sambil menganggukkan kepala, “Maaf ganggu tidurnya.”

No worries,” dia menjawab sambil berjalan kembali ke kontrakan petaknya.

“Eh,” seakan baru teringat sesuatu, Narendra menyusul gadis itu, “Nama kamu sia…”

BLAM!

“..pa?” Narendra mematung. Bersamaan dengan tertutupnya pintu kontrakan petak gadis itu, kesempatan Narendra untuk berkelanan menguap.

“Masih ada besok!” Ujarnya optimis.

Komen (16)
goodnovel comment avatar
Alfin Ranawijaya
dan kenapa tidak 20 digit angkanya ... heran juga nih
goodnovel comment avatar
Alfin Ranawijaya
wah hebat tanpa melihat nomer token dan menyentuh meteran listrik bisa isi token ... ...
goodnovel comment avatar
Lili muliana
makin seru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status