Share

1. PENCARIAN PELAKU

Anita duduk di bangku kafe, di hadapannya ada seorang wanita yang tampak seumuran dengannya. Diketahui orang tersebut adalah rekan reporternya.

“Gue udah cari tau, ketua mafia itu akan datang ke klub malam ini. Ini alamat klubnya.” Wanita itu menyodorkan stiker notes kepada Anita. “Dan pasti in Lo datang tempat waktu, sekitar jam 8 malam!”

Sambil mendengarkan perkataan Dina, Anita membaca alamat yang diberikan wanita itu kepadanya.

 “Klub Canadian?” tanya Anita menaikkan satu alisnya lalu memandang Dina.

“Iya. Klub itu ada di Jakarta Utara, dan yang boleh masuk hanyalah orang yang memiliki Member card.” jelas Dina santai, tak terpengaruh oleh tatapan Anita yang memandangnya dengan heran.

“Jadi Lo nyuruh gue buat datang ke sana? Sementara gue gak punya Member card itu, GIRLS!” ucap Anita menekankan kata ‘girls’ di akhir kalimatnya agar wanita itu sadar atas apa yang diucapkannya barusan.

“Karena itu gue udah nyiapin Member card itu, GIRLS!” Dina kembali mengulang kata ‘girls’ sembari menyodorkan Blue Card dari tasnya ke atas meja untuk menunjukkan kepada Anita.

“Oh, maaf!” kata Anita langsung menurunkan nada suaranya saat melihat Blue card itu.

Dina mendesah. “Gue heran, kenapa direktur mempercayai misi ini ke reporter kayak Lo. Penampilan boleh oke, tapi otak juga di pakai dong! Jangan cuma cantik muka tapi otak enggak di pakai!” cemooh Dina sinis.

Anita tidak terima. “Enak banget Lo ngatain gue! Kata siapa gue gak punya otak?” tanya Anita menantang.

“Lo sendiri yang ngomong, gue gak merasa tuh.” Dina terlihat santai.

“Memangnya gue sebodoh itu sampek enggak ngerti ucapan Lo.” Anita menatap tajam Dina.

“Kalo Lo merasa, gue bisa apa?” Dina diam-diam tersenyum.

Anita menggeram kesal kala melihat Dina lagi-lagi mengejeknya. Dia tahu Dina itu adalah seniornya. Namun, sejak pertama kali bertemu hingga sekarang, entah kenapa tatapan seniornya itu selalu memandang rendah dirinya. Seharusnya Anita berpikir, dirinya tidak boleh direndahkan seperti ini lagi.

“Dengar yah kakak senior, yang katanya paling pintar itu. Gue itu gak bodoh dan gue bakal bukti in itu dengan menyelesaikan misi ini!” sungutnya yakin.

“Gue tunggu. Tapi gue ragu Lo bisa nyelesain misi ini.” Dina menyunggingkan senyum miringnya pada Anita.

Anita memandang marah Dina. Dirinya sudah tidak tahan, dia sudah sangat ingin menyiram muka seniornya itu dengan kopi panas yang sedang diminumnya. Namun, Anita tidak melakukannya. Melainkan, wanita berpakaian sexy itu memilih pergi dari sana. Tak lupa sebelum pergi, dia mengambil Blue card yang berada di atas meja.

Sayup-sayup Anita mendengar suara Dina yang melengking dari arah meja sana. “Dah Anita, jangan lupa yah jam 8 malamnya!”

Bisa-bisa wanita jelek itu tertawa saat ia pergi. Awas saja, jika ia dipromosikan setelah berhasil menyelesaikan misi ini. Anita akan menurunkan harga diri dan kepintaran cewek itu.

Anita menyerahkan Blue card-nya kepada penjaga yang bertugas di depan pintu klub Canadian itu. Setelah diperbolehkan masuk, dia pun mengucapkan terima kasih. Ketika Anita sudah berada di dalam, suasana di dalam klub sangat ramai. Suara musik DJ pun mengalun hebat ditelinga Anita. Jika sedang tidak melakukan misi, sudah pasti Anita bersenang-senang di tempat ini.

Dia sangat ingin menari di Dance Floor itu, dan sepertinya duduk di bar sambil minum-minum sangat bagus. Namun, lagi-lagi Anita hanya bisa menggigit jari. Ketika melihat apa yang di inginkan nya hanya bisa dilakukan orang lain.

Semakin dalam Anita masuk, dia bisa melihat tangga menuju lantai dua klub ini. Katanya tamu VIP berada di lantai dua, itu berarti ketua mafia itu berada dilantai atas. Tanpa pikir panjang, Anita pun segera menaiki tangga tersebut.

Anita mengedarkan pandangannya ketika sudah berada dilantai dua. Banyak ruangan yang bertulisan VIP di atas sana. Sekarang Anita bingung, harus masuk pintu mana untuk bertemu dengan ketua mafia itu.

Namun, saat Anita sedang melamunkan tentang hal itu, tiba-tiba seseorang menggandeng tangannya.

“Lo, Anita kan?” tanya wanita itu sembari mengajak Anita untuk berjalan.

Anita menatap heran wanita itu.

“Gue dibayar Dina buat bawa Lo ke tempat itu.”

Anita mengernyitkan dahinya bingung. “Dina?” tanya Anita.

Memandang wanita yang berada di sampingnya. Anita tidak menyangka seniornya itu membantunya sampai sejauh ini. Apakah Dina melakukan ini karena tidak mempercayainya?

“Gak usah banyak tanya, mendingan Lo masuk!”

Entah sudah berapa lama mereka berhenti di depan pintu VIP, yang jelas Anita dapat melihat ruangan VIP itu tepat di hadapannya saat ini.

“Dina bilang Lo harus pura-pura jadi wanita penghibur di dalam, dengan begitu Lo bisa buat cowok itu mabuk dan bilang apa yang Lo mau sebenarnya.”

Anita mendengar perkataan cewek itu dengan jelas. “Jadi, Dina yang mengutus Lo?” tanya Anita tidak suka.

“Iyah!” jawab wanita itu mengangguk.

“Bilang sama dia, kalau gue nerima bantuan ini bukan karna gue gak mampu. Tapi gue terpaksa!” Setelah mengatakan hal itu, Anita membuka pintu VIP namun segera ia urungkan karena ingin mengatakan sesuatu lagi pada wanita itu.

“Pasti in Lo bilang sama dia!” Setelah mengatakan hal itu Anita pun menutup pintu tersebut dengan sedikit keras.

Anita masuk ke ruangan VIP tersebut. Di dalam sana, cahaya lampu terlihat remang-remang. Pandangan Anita tidak begitu jelas. Kenapa lampunya tidak dinyalakan? Aneh sekali. Semakin jauh Anita berjalan, ia tidak merasakan kehadiran seseorang pun disana. Anita pikir ia akan menyalakan lampu terlebih dulu agar tahu disini ada orang atau tidak.

Saat berjalan ke arah saklar lampu, Anita terkaget ketika seseorang berbisik di belakangnya.

“Siapa kau?” tanya suara berat itu dengan nada menyeramkan.

Seketika badan Anita menegang, matanya bergerak gelisah.

Apa yang harus ia katakan. Suaranya begitu menyeramkan hingga bulu kuduknya merinding. Mungkinkah itu ketua mafia yang dia cari?

“Siapa kau?!” tanya pria itu kembali menggertak Anita.

Anita teringat ucapan wanita yang mengantarkannya kemari. Wanita itu menyuruhnya untuk menjadi wanita penghibur disini. Yah! Ia harus melakukannya.

Anita berbalik lalu menunjukkan senyum palsunya. “Tentu saja aku Baby, kau tidak mengenaliku?” Anita bertanya dengan nada manjanya.

“Brengsek! Sudah ku katakan aku tidak butuh jalang sepertimu! Sih tua itu, seharusnya aku bunuh saja dia!”

Mendengar suaranya yang melengking keras, pria itu sudah jelas sangat marah. Ruangan yang minim cahaya membuat Anita tidak bisa mengelak wajah asli ketua mafia itu. Sial! Padahal Anita membutuhkan bukti itu.

“Dengar, kau pergi dari sini atau aku ku seret keluar!” Pria itu kembali mengeluarkan nada suaranya yang menyeramkan kepada Anita sebagai ancaman untuk dari sana secepatnya.

“Tidak bisa!!” Anita menolak dengan suara tinggi. Anita tersadar. “Maksudku.. kita belum bersenang-senang kan Baby?” Anita segera menurunkan nada suaranya. Ia tidak boleh pergi dari sini, ia harus mendapatkan informasi tentang pria ini secepatnya.

“Apakah kau tidak mau bersenang-senang denganku, Baby?” Anita kemudian mengeluarkan nada manjanya lagi pada pria itu. Ia yakin dirinya sendiri sudah seperti wanita penghibur kelas kakap.

“Kau ingin bersenang-senang denganku?” tanya pria itu sinis.

“Tentu saja, akh!!” Diluar ekspektasi, Anita merasakan lehernya dicekik oleh pria itu tiba-tiba.

“Sudah kubilang, pergi dari sini dan kau tidak mendengarkan ku!!” Pria itu semakin mengeratkan cekikannya dileher Anita.

“Lepaskann!!” Anita kesulitan bernafas. Berulang kali ia menyingkirkan tangan pria itu dari lehernya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status