Anita benar-benar kesal. Bagaimana bisa wanita itu berbohong, ia yakin wanita itu diancam oleh suaminya sehingga tidak berani mengatakan yang sebenarnya. Jelas-jelas ia melihat dengan mata kepala sendiri kalau pria itu menancapkan pistol di pinggang istrinya.
"Kalau kamu kesel karena kita kebagian kelas ekonomi, seharusnya bilang. Jangan main masuk ke kelas satu dan bikin keributan disana." suara Denis terdengar selama mereka berjalan menuju pintu keluar bandara Singapura.
Denis membawa troli barang bawaannya. Anita yang berada disampingnya memutar bola matanya malas. Denis saja tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya tapi sudah ceramah. Seperti dia benar saja. Padahal kan hidupnya penuh dengan kesalahan.
"Kalau diomongin itu didenger." tegur Denis. Anita benar-benar marah sekarang.
"Apaan sih! Kalau enggak tau apa-apa itu diam!" komen Anita pedas.
"Udah ah, kalau Lo terus nanya-nanya gini, gue mending pergi ke hotel sendiri aja." Setelah mengatakan itu, Anita berjalan cepat meninggalkan Denis di belakangnya.
"Jangan gitu dong." Denis langsung mengejar dan menahan tangannya.
Bertepatan dengan itu, tatapan Anita menangkap seorang pria bermata biru diseberang pintu keluar. Disebelah juga ada pria yang tadi ditemuinya di pesawat. Kenapa mereka bisa bersama, pasti ada sesuatu yang tidak beres disini.
"Mau kemana? Kita harus bersama."
Denis ini benar-benar membuatnya kesal setengah mati. Tidak peduli lagi Anita dorong Denis hingga jatuh kelantai. Orang-orang langsung melihat kearah mereka. Mungkin mereka mengira ia sedang bertengkar dengan kekasihnya. Kemana pria itu pergi? Anita mencari-cari dibalik keramaian. Semuanya terasa berputar-putar. Orang-orang yang berlalu-lalang dan suara kebisingan yang membuatnya pening. Sial! Anita kehilangan mereka.
"Kenapa kamu lari?" mendadak Denis menghampirinya.
Semua ini gara-gara Denis. Kalau Denis tidak menahan tangannya, pasti Anita tidak kehilangan pria itu. Anita tendang tulang kering Denis kesal.
"Semua ini gara-gara Lo!" ucap Anita marah.
Anita melihat Denis meringis kesakitan. Ia tidak perduli dan meninggalkan Denis sendirian disana.
***
Sampai dikamar hotel, Anita langsung merebahkan diri diatas kasur. Pikirannya melayang pada kejadian tadi. Pria bermata biru!
Entah mengapa Anita merasa pria itu adalah pria yang sama ia temui di club' malam itu. Pria itu juga yang lecehkan nya disana. mengingat hal itu membuatnya kembali marah. Padahal dari kemarin-kemarin ia sudah melupakannya.
Sebenarnya apa hubungannya antara pria bermata biru dengan pria yang membawa pistol itu. Juga wanita itu, mengapa dia disandera oleh suaminya sendiri?
Memikirkan itu semua, membuat kepala Anita pening. Lebih baik ia tidurkan tubuhnya sebentar. Besok jika mereka pergi ke pesta pernikahan itu, pasti ia bisa menemukannya.
Sepertinya Anita tidak bisa istirahat dengan tenang. Buktinya Denis tiba-tiba datang ke kamar hotelnya lalu membangunkan Anita yang sedang tertidur. Percaya atau tidak ia tetap menurut saat Denis mengajaknya ke Shandy Skypark Hotel. Tempat itu seperti menara diatas awan, karena dibangun diatas tiga bangunan utama Melita Sand By Hotel.
Dari sini, Anita bisa menikmati pemandangan kota Singapore dimalam hari. Lampu-lampu bertebaran dimana-mana. Anita juga bisa melihat bintang diatas langit sana.
Pemandangan indah ini membawanya kenangannya bersama Denis sewaktu pacaran dulu. Anita dulu sangat mencintai Denis sampai mengejar-ngejar nya. Setelah puas, mereka duduk-duduk santai sambil minum teh dan makanan kecil di Moon Cafe. Mereka berbincang tentang masa kecil mereka. Mereka juga tertawa dan mengenang.
"Akhirnya putri es ku mencair juga, gak nyesel aku ngajak kamu kesini." ucap Denis senang.
Sebenarnya Anita tidak ada dendam dengan Denis. Ia hanya marah karena dulu Denis mengkhianatinya. Tapi setelah dipikir itu hanya masa lalu dan sekarang adalah partner kerja. Tidak etis rasanya jika ia terus bersitegang dengan pria itu.
"Kayanya gue bakalan maafin Lo." ujar Anita mengundang perhatian Denis.
Pria itu langsung menatapnya binar cerah. "Beneran?"
"Hmm.. tapi tergantung sikap Lo sama gue. Baru gue maafin." saat mengatakannya Anita berusaha cuek.
Denis tersenyum lebar dan menggenggam tangan Anita. "Makasih banyak." katanya lagi tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.
"Yah." jawab Anita malas.
Denis mengantar Anita ke kamar hotelnya. Saat wanita itu ingin menutup pintu, Denis langsung menahannya.
"Bisa kita bicara sebentar?" tanya Denis ragu.
Anita tidak langsung menjawab. Tapi walaupun seperti itu, ia tetap membiarkan Denis masuk. "Tunggu sebentar aku mandi dulu." Meninggalkan Denis sendirian, Anita masuk kedalam kamar mandi.
Sementara itu Denis menunggu Anita dengan perasaan yang tak menentu. Apa ia harus mengatakan yang sebenarnya atau tidak pada Anita? Kalau wanita itu tidak percaya bagaimana?
Dua puluh menit kemudian, Denis langsung berdiri dari duduknya setelah melihat Anita keluar dari kamar mandi. Wanita itu tidak menghiraukannya dan terus berlalu-lalang menggunakan jubah mandinya.
"Tunggu bentar, aku mau ngeringin rambut dulu." Setelah mengatakan itu, Anita berdiri didepan kaca dan mengeringkan rambutnya menggunakan hairdryer yang ia ambil dari dalam kopernya.
"Anita.." rajuk Denis. Ia sudah menunggu lama Anita mandi, masa ia juga harus menunggu Anita mengeringkan rambutnya lagi.
Apa yang akan dikatakannya sungguh penting, jadi Denis tidak bisa menahan diri lagi. Ia takut tidak bisa mengatakannya jika terlalu lama.
"Astaga.. Lo gak sabar banget sih." keluh Anita sambil meletakkan hairdryer itu diatas nakas.
"Aku gak bisa nahan lagi. Aku harus melakukannya atau gak sama sekali." kata Denis dengan wajah melasnya.
"Yaudah yaudah, sini.." Anita membawa Denis ketempat tidurnya.
"Kamu mau ngapain?" Denis langsung bertanya saat Anita tiba-tiba duduk dipangkuan nya.
"Alah.. jangan sok naif deh! Ini kan yang Lo mau dari tadi."
"Apa yang kamu lihat semuanya salah paham. Aku enggak pernah tidur sama Siska. Dia yang jebak aku sampai aku gak sadarkan diri dirumahnya."
"Udah ya Denis, kita udah bahas ini di masa lalu. Kita udah selesai. Lo tau gak sih, dengan Lo membuka luka lama seperti ini buat gue ragu untuk maafin Lo." semprot Anita kesal.
"Iya aku tau, kesalahan aku banyak banget sama kamu. Tapi seenggaknya dengerin penjelasan aku yang satu ini."
"Apa lagi sih?" Sudah cukup Anita di sakiti oleh pria itu. Jangan harap Denis bisa menyakiti nya lagi.
"Saat itu hari ulangtahun kamu, kita semua mengadakan party dirumah kamu. Semua orang bahagia tapi selama acara aku lihat Siska kelihatan murung, aku samperin dia dan berbincang sebentar sama dia. Sesama temen jurusannya dan temen deketnya, aku prihatin ketika tau orang tuanya bercerai dan mempunyai banyak hutang yang ditangguhkan padanya." ucap Denis secara detail.
"Dia depresi dan mengatakan tidak tau harus apa. Aku kun berinisiatif meminjam kan uang, dia seneng banget. Tapi hari-hari berikutnya dia nempel terus ke aku, sering ngirim chat dan kalau dia lagi nangis aku disuruh kerumahnya."
"Aku yang gak tega dan takut terjadi sesuatu sama dia aku langsung kesana dan benar saja, semua perabotan dirumahnya hancur berantakan. Dia terus nangis di depanku, aku berusaha nenangin dia. Tapi setelah dia tenang, Siska memintaku minum dulu sebelum pergi. Aku menurutinya karena aku ada janji sama kamu sorenya. Siapa yang tahu setelah itu aku gak sadarkan diri, dan tahu-tahu kamu udah ada disana dan ngeliat aku tidur satu ranjang sama dia. Tapi sumpah, aku berani jamin aku enggak tidur sama dia. Aku bahkan masih pakai celana panjang ku saat itu." Denis berusaha meyakinkan Anita.
"Terus dengan Lo menjelaskan ini, apa untungnya buat gue?" tanya Anita sangsi.
Denis berlutut dan menggenggam tangan Anita. "Aku harap seenggaknya kamu harus percaya lagi sama aku."
Percaya? Sejak kejadian itu, tidak sekalipun Anita berpikir untuk mempercayai pria itu. Memaafkan boleh, tapi untuk kembali dan percaya lagi rasanya Anita tidak bisa.
"Sorry Denis, kita udah selesai. Dan lo sebaiknya kembali ke kamar Lo." Setelah mengatakan itu, Anita menarik kembali tangannya dari pria itu.
Denis menggelengkan kepalanya. "Enggak, aku gak mau pergi sebelum masalah ini selesai." ucap Denis bersikeras.
"Keluar!" Anita menarik tangan pria itu sampai pintu keluar.
"ENGGAK!" Denis menahan tangan Anita yang hendak mengusirnya.
"Apa lagi sih, semuanya udah selesai."
"Belum selesai sampai kamu percaya lagi sama aku. Aku udah jelasin semuanya, seharusnya kamu percaya. Aku yakin Dimas udah bilang hal yang sama, sama kamu!"
***
Besok paginya Anita menunggu Alex didepan kamar, ia sudah membereskan pecahan beling yang disebabkan Alex semalam. Ia juga sudah menyiapkan sarapan pagi untuk Alex.Akhirnya pintu terbuka, keluarlah Alex dari balik pintu. Saat Anita berada didepannya, pria itu terkejut melihat Anita berada dihadapannya. Tapi hanya beberapa saat saja. Setelah itu Alex kembali merubah raut wajahnya menjadi datar. "Maaf atas kejadian semalam." Anita menundukkan kepalanya menyesal. Alex tidak membalas dan pergi begitu saja melewati Anita, pria itu langsung duduk di meja makan.Dalam hatinya ia merasa senang karena dapat membuat Alex kesal. Kejadian kemarin tidak seberapa, itu hanya permulaan. Permainan sesungguhnya akan dimulai sekarang."Tunggu dulu, biar aku saja yang menyajikannya." seperkian detik Anita sudah berada dimeja makan dan langsung melayani Alex. Anggap saja perlakuan spesial ini sebagai permintaan maaf Anita. Karena tidak pernah sekalipun Anita menyajikan makanan langsung seperti ini. Bi
Sudah tidak tahan, Anita tidak mau di perintah oleh Alex lagi. Sementang ia seorang majikan bisa seenaknya menyuruh. Jika bukan karena misi, Anita tidak mau melakukan ini semua. Lebih baik jika waktunya ia pergunakan untuk istirahat, baru ini ia istirahat dari pagi hingga saat ini. Alex benar-benar keterlaluan. Pria itu suka memerintah seenaknya. Lihat saja pria itu akan di penjara setelah ini.Anita sudah melakukan berbagai cara, tapi tetap saja gagal. Ia tidak menemukan apapun di rumah ini, mau bertanya kepada pria itu sama saja mencari mati.Tapi ada sesuatu yang membuat Anita kepikiran, ia ragu apakah ini akan berhasil kedepannya atau tidak. Mengingat resikonya yang sangat besar. Ada hati yang harus di pertahankan dan juga harga dirinya yang di korbankan. Ia ragu untuk melakukannya.Akan tetapi jika rencana ini sukses, Anita bisa mendapatkan apa yang diinginkannya yaitu kebebasan dan menjebloskan Alex kedalam penjara.
"ini semua gara-gara kau!!" Alex menyalakan Anita atas rencananya yang gagal.Mereka saat ini sudah berada dirumah, Boy memberitahu Alex bahwa mereka kehilangan jejak Malik dan Anita disalahkan atas semua ini. Ia bahkan sama sekali tidak tahu rencana apa yang hendak Alex lakukan sewaktu di pesta. Ia bingung, terkejut dan sangat marah ketika Alex menyerahkannya sebagai hadiah pada Derry. Tapi dengan seenaknya, pria itu malah menyalahkannya seperti ini."Boy pergi dan selesaikan kekacauan dirumah itu, jangan biarkan polisi tahu mengenai hal ini!" titah Alex sebelum Boy pergi meninggalkan mereka."Aku tidak percaya kau begitu bodoh, seharusnya kau goda saja Malik dan buat dia takluk. Sehingga aku bisa membunuhnya saat itu juga!"Terus menerus Anita disalahkan dan ia masih berusaha sabar. Anita berfikir kenapa Alex harus semarah ini. Biasanya pria itu tidak banyak bicara dan hanya diam terus mengabaikannya seperti biasa."Kau dengar aku?!" Alex mendada
Anita dibawa ke halaman pesta lagi, ia bisa melihat petugas kebersihan sedang bersih-bersih disana."Bos, aku sudah mendapatkannya." ucap Derry pada pria yang membelakangi mereka."Aku tidak menyangka, Alex akan memberikannya dengan mudah." Derry berkata lagi.Bertepatan dengan itu, pria itu membalikan badannya menghadap mereka. Tangannya memegang satu tongkat, senyum di bibirnya mengingatkan Anita pada kejadian beberapa waktu lalu."Maafkan aku." Anita menabrak seorang pria paruh baya didepan pintu toilet. Pria itu tersenyum miring, "tidak masalah."Ada sesuatu yang membuat Anita merasa aneh, tapi Anita merasa tidak perduli dan kembali pada Alex yang menunggunya diluar. Pria itu sangat ribet, Anita ingin ke toilet saja mereka harus mengalami perdebatan yang panjang.Katanya mereka sebentar lagi akan masuk ke pesta ken
"kau yang melakukannya?" tanya Anita. Mereka semua berada di kamar Alex, duduk di sofa mengintrogasi Anita. Anita menundukkan kepalanya dan memainkan kedua tangannya pura-pura ketakutan. "Aku tidak melakukannya." Anita menjawab polos. "BOHONG!! Jelas-jelas dia yang buat aku begini, kakiku jadi terkilir dan kulitku memerah gara-gara wanita itu!! Ngaku saja kau wanita jalang!!" Gladis yang sedang terbaring di kasur Alex berteriak dari kejauhan. Tadi dokter sudah memeriksanya. Gladis hanya perlu istirahat selama beberapa hari, kakinya yang terkilir sudah di gips dan mengenai kulitnya yang memerah memang Anita lah yang membuatnya tapi tidak mengaku. Ketika dikamar mandi, Anita menyiram Gladis dengan air shower yang sedikit panas. Siapa sangka baru saja ia melakukannya, Gladis langsung berteriak dan kepeleset di kamar mandi. Bertepatan dengan itu, Alex datang dan menyaksikan semuanya.
Benar kata Alex selama seminggu ini, ia tidak kembali kerumah. Kemana sebenarnya dia pergi, apa mungkin pria itu menyimpan rahasia besar darinya.Jika begini caranya bagaimana ia bisa menyelidiki kejahatan pria itu. Selama berhari-hari yang dilakukan Anita dirumah ini seperti biasa bersih-bersih, makan dan tidur. Itupun ada dua penjaga yang mengawasinya, ia bosan dan lelah. Rasanya Anita ingin melarikan diri dan mencari Alex diluar sana. Ia curiga pria itu sedang melakukan kejahatannya diluar sana.Ceklek!Suara pintu terbuka menyadarkan Anita dari lamunannya. Segera Anita pergi dari dapur keruang tengah, benar saja saat Anita berjalan keruang tengah ia melihat Alex sedang melangkah arah berlawanan darinya."Dari mana kau?!" Anita bertanya saat sudah berada di sampingnya. "Lukamu baik-baik saja?"Alex mengabaikan dan terus berjalan ke sofa."Jika kau pingsan lagi,