Hari ini aku sudah masuk kerja. Begitu jam kerja berakhir, aku menunggu Kian sambil menyandarkan tubuh di bodi mobilnya. Biar saja staff lain melihat kedekatanku dengan Paralio.
Ada hal yang membuatku sangat berani menunjukkan kedekatan kami. Hal yang cukup memusingkan sekaligus bertanya-tanya siapa pelakunya.
"Tumben berani?" Tanyanya yang baru datang sambil membuka pintu kemudi.
Aku ikut membuka pintu dan membiarkan beberapa pasang mata karyawan menangkap kedekatan kami. Kalau perlu aku akan menunjukkan betapa dekatnya aku dengan atasan kecil satu ini hingga aku bisa tidur di kamarnya.
"Boleh nggak hari ini dan besok, aku jadi egois?" Aku menatapnya lekat.
Semalam aku menginap kembali di rumah Kian. Disana aku bisa lebih tenang dan damai memikirkan apa yang menjadi kesalahanku selama bekerja di Antara Karya.Hasilnya nihil. Aku tidak merasa melakukan hal yang menyalahi aturan kantor. Seperti tindakan indisipliner atau membuat keributan dengan karyawan lain. Semua biasa saja dan baik baik saja.Spekulasiku hanya satu, bahwa ada seseorang yang tidak menyukaiku lalu melaporkan hal ini pada personalia. Tapi anehnya mengapa bagian personalia mengatakan bahwa ini perintah dari pusat?Berarti tidak ada orang kantor yang melaporkanku melainkan ada orang yang lebih tinggi jabatannya dari Pak Darmawan selaku kepala personalia, yang bisa memindah karyawan manapun yang ia sukai.Lelah dengan pikiran sendiri, aku pun kembali mengemasi barang-barang di kubikel dengan tatapan sedih yang Anjar tunjukkan. Dia benar-benar sedih karena harus kehilangan aku sebagai sahabat di kantornya."Lo kenap
Tidur di hotel sendirian tidak membuatku lantas bisa tidur nyenyak. Bayangan percakapanku dengan seseorang di telfon dan caci maki teman teman kos adalah pemicunya. Aku tidak berpamitan dengan baik baik karena mereka juga tidak menyambutku dengan baik. Pagi yang sudah setengah siang itu, aku sudah bersiap untuk melanjutkan takdir hidupku. Pergi ke kota tujuan. Aku turun dari kamar begitu Kian sampai lobby hotel. Dia berdiri membelakangiku sambil menerima telfon dengan raut bahagia. Sengaja aku mendekatinya perlahan tanpa menimbulkan suara. Tapi Kian terburu menoleh ketika aku baru setengah jalan. Lalu ia buru buru mematikan sambungan telfon tanpa say goodbye saat aku di sampingnya. "U....udah lama?" Tanyanya gugup. "Baru aja Kian." "Mana kunci mobil Lo?" Aku menyerahkannya karena hari ini Kian mengantarku ke kota tujuan menggunakan mobilku. Pagi ini penampilan Kian sangat casual, hanya memakai kaos biru cerah lengan pendek, jeans abu abu, dan rambut sedikit jabrik. Like
Sesampainya di kos, aku langsung menemui pemiliknya. Sedang Kian masih menenangkan perutnya di sebelah mobilku. Setelah semua beres, aku mendatanginya yang masih meringis walau sudah meminum obat pereda mulas.Aku menahan tawa. "Cemen! Pake rok sana.""Sialan Lo.""Laki tuh harus kuat, pantes jadi duda muda."Kian menonyor kepalaku dengan tatapan mautnya yang langsung kuhadiahi tangan membentuk minta ampun.Aku mulai mengambil kardus satu demi satu lalu kubawa ke kamar. Saat aku mengambil kardus terakhir, Kian menahan tanganku dan langsung membawanya ke kamar. Kebetulan itu yang paling berat.Setelah meletakkannya, bukannya keluar, Kian malah menata barang barangku. Memperhatikan beberapa spot yang pas lalu menggeser lemari kecil dan kasur lantaiku. Jika sudah seperti ini dia terlihat begitu berwibawa, aura aura kantornya begitu kentara sedang aku hanya berani mencuri lirik dirinya.Aku menahan senyum den
Teman baru.Karir baru.Tempat baru.Dan kehidupan baru.Apa yang terjadi di masa lalu hanyalah kenangan yang tidak patut untuk kuingat ingat. Tidak akan berguna, toh siapa pelaku yang memutasiku sudah kurelakan biar Tuhan yang membalasnya.Di kantor cabang yang tidak besar ini, aku memiliki teman baru yang bernama Agus dan Anton. Kami satu ruangan dan satu job desk hanya berbeda proyek. Jumlah pekerja disini tidak banyak dengan kantor yang tidak besar membuat aku cepat mengenal siapa saja rekan kerjaku.Tapi sejak kedatanganku, ada tiga perempuan menor yang bersikap tidak ramah padaku. Sedang aku tidak melakukan kesalahan apapun atau mengulik privasi mereka. Kesal dengan ulah mereka yang membuatku tidak habis pikir, aku menjulukinya Trio Cerryembel.Di kantor baru pun aku masih memiliki musuh. Astaga!!Masalah dengan teman teman di kos lama yang membuat kami berakhir musuh kubiarkan tergeletak begitu sa
Ini bermula saat dengan percaya dirinya Anton memintaku menghadiri pernikahan salah satu temannya.Demi Tuhan!!Menjadi tumbal seperti ini mengingatkanku pada saat Kian mengajakku datang ke pesta pernikahan perempuan yang mencintainya.Anton memintaku datang bersama Hendrik, temannya. Sebenarnya aku sudah menolak permintaannya yang bisa saja melukaiku begitu dalam. Membuka kenangan lama yang hanya membuat aku tidak bisa move on.Bayangan Kian hingga hari ini masih membayangi relung hatiku. Aku lelah diatur oleh perasaanku sendiri yang seakan terus meminta berdekatan kembali dengan Kian.Gila!Kian saja sekarang suda memiliki perempuan baru yang tempo hari sempat diunggah Alfonso sebagai status. Siapa yang tidak meradang melihat lelaki yang disayang tengah bersama perempuan lain yang notabene jauh lebih menarik dan cantik. Tentu aku harus tahu diri.Setelah merebut Affar dari istrinya dengan cara diam-diam, aku
Hendrik sudah menungguku di teras kos tapi tidak ada debaran seperti saat Kian yang menungguku. Semuanya terasa biasa.Ini menandakan jika aku masih mencintai Kian, bukan yang lain."Maaf ya naik motor." Ucapnya lirih.Aku tersenyum tipis. "It's okay Hend."Hendrik melajukan motor maticnya dengan hati hati. Dan aku duduk menyamping sambil memangku clutch bag.Sembari menikmati perjalanan menuju lokasi, memori saat Kian mengajakku pergi ke kondangan kembali terlintas. Mungkin aku merindukannya.Saat di dalam mobil...."Kali ini Lo akan gue ajak bermain drama yang total." Ucapnya tetap fokus menyetir."Drama?""Sha, bantu gue bikin mempelai perempuan sakit hati. Kita pura pura romantis sepanjang resepsi. Sebelumnya gue minta maaf kalau nanti gue bakal pegang tangan Lo."Kian mengatakan dengan hati hati agar aku tidak tersinggung."Oke. Kita saling menguntungkan."Kian tersenyum
Sepulang kerja aku pergi ke festival tempo dulu yang diadakan kota kecil ini setiap tahunnya. Penasaran dengan keseruan di dalamnya, aku pun mencoba mengunjungi seorang diri masih dengan memakai setelan kerja.Banyak penjual barang barang model lawas yang membuat pengunjung merasa bernostalgia. Begitu juga dengan makanan yang dijual."Lampion harapan mbak? Cuma dua puluh ribu."Warna merahnya menyala dengan gambar bunga sakura."Make a wish lalu terbangkan mbak."Di jaman seperti ini mana ada menerbangkan harapan di lampion lalu terkabul. Ada ada saja.Padahal jika ingin harapan terwujud maka seseorang itu harus berusaha keras.Tapi kira kira, what hope do I want?"Berdoa demi kesehatan orang tua juga salah satu harapan mbak."Aku ingat retaknya rumah tangga mama dan papa karena pihak ketiga, juga papa yang tidak bisa menjaga komitmen pernikahan. Serta pen
Tiga bulan lalu...."Halo?"Akhirnya...."Halo bapak Affar Khaleed Dirgantara. Masih ingat dengan suara saya?""Maaf salah sambung.""Jangan lari seperti banci!! Hadapi gue kalau Lo emang gentle.""Saya tidak punya urusan dengan siapapun anda.""Benarkah?" Aku terkekeh sinis. "Setelah Lo buang gue lalu Lo anggap kita nggak ada urusan?! Bagi gue kita masih ada urusan.""Maaf ini sudah malam.""Berani nutup telfon gue, gue datangi istri Lo!!!" Ancamku."Dasar jalang!"Aku tertawa. "Sekarang jawab pertanyaan gue. Lo yang mutasi gue kan?! Jawab Far!"Affar diam."Kenapa Lo mutasi gue? Kenapa Lo jauhin gue dari sahabat sahabat baik gue? Kenapa Far?! Apa salah gue? Gue nggak bikin istri Lo cedera."Affar masih diam."Kalau istri lo