“Tolong, lepaskan tangan saya, Pak Baskoro!” seru Zahra dengan wajah kesal. Dia benar-benar tidak mengerti dengan apa yang direnanakan oleh pria yang sudah dianggap sebagai ayahnya ini.
Baskoro melepas tangan Zahra.
“Zahra, Bapak tadi cuma ....”
“Tolong jelaskan kepasa saya, kenapa Bapak mengatakan hal itu? Bukankah itu di luar perjanjian kita? Maaf, saya tidak mau menikah dengan Bapak! Saya sudah menganggap Bapak seperti ayah saya sendiri!” ucap Zahra begitu tegas. Wanita cerdas ini jelas saja kesal karena sudah keluar dari perjanjian awal.
“Zahra! Aku mohon mengertilah. Semua tidak seperti yang kamu bayangkan. Bapak hanya ....”
“Maaf, Pak. Saya batalkan perjanjian ini. Saya tidak mau menghancurkan rumah tangga Anda. Pak Baskoro orang yang baik dan sudah banyak membantu saya dan keluarga. Tapi bukan berarti Bapak bisa membuat saya melukai istri Bapak. Sekali lagi saya mohon maaf. Saya berjanji suatu saat nanti, pasti bisa membalas kebaikan Bapak, dengan cara yang lain. Permisi!” Zahra melangkahkan kaki perlahan. Namun baru beberapa jengkal, kembali Baskoro berusaha menghentikan Zahra dengan mencekal lengannya.
“Zahra, aku mohon. Turuti semua permainan ini. Aku tidak benar-benar serius dengan ucapanku. Semua akan terlaksana sesuai dengan kesepakatan kita. Hanya ada sedikit trik saja supaya rencana kita tercapai. Apa selama ini aku pernah melakukan hal yang tak pantas kepadamu? Tidak’kan! kau anak dari temanku. Aku sangat menghormati ayahmu. Jadi tidak mungkin aku akan menyakiti hati suci putrinya.”
Baskoro menatap wajah Zahra dengan penuh harap. Dia hanya ingin membuat putranya yang somobong itu menjadi sadar. Sifatnya yang keras kepala bisa berubah. Itu saja yang terpenting.
Zahra bergeming. Dia juga balas menatap pria paruh baya yang sudah membantu biaya kuliahnya hingga bisa menjadi seorang dokter. Zahra mencoba mencari keseriusan dalam bola mata pria yang sangat dihormati olehnya. Namun semua menjadi kacau ketika istri Baskoro datang dan mencoba memisahkan tangan Baskoro yang masih memegang tangan Zahra. Terjadilah sebuah kesalah pahaman hingga wanita itu menampar Zahra.
“Astaghfirulloh hal’adzim, Widya! Apa yang kau lakukan?!” teriak Baskoro.
“Dasar gadis murahan! Beraninya kau menggangu suamiku!” Widya nyaris kembali menyerang Zahra kalau saja tidak dihalangi oleh Elang.
“Cukup, Mah!” seru Elang sembari memegangi tubuh mamahnya.
“Lepaskan Mamah, Elang! Biarkan Mamah memberikan pelajaran pada gadis bodoh itu!”
“Tidak, Mah! Jangan merendahkan diri Mamah di depan Papah dan juga selingkuhannya!”
“Jaga ucapanmu, Elang! Zahra bukan selingkuhan papah! Dia wanita yang terhormat!”
“Lalu apa sebenarnya tujuan Papah membawa gadis miskin itu ke sini? seharusnya Papah mengerti, gadis miskin seperti dia hanya akan menjadi pengemis dalam keluarga kita! Dia akan berusaha mengeruk harta kita dengan cara licik!”
“Kau salah Elang! Tak semua orang miskin seperti itu! Jangan pernah merendahkan orang lain! Di mata Tuhan, semua manusia itu sama!” Baskoro mencoba menggugah pikiran putranya. Namun lagi-lagi, sangat sulit merubahnya.
“Cukup, Pah! Jangan mencoba menceramahi aku! Papah sendiri sudah gagal sebagai kepala rumah tangga! Jadi, bawa wanita miskin itu pergi dari hadapanku!”
Zahra tak kuat mendengar penghinaan dirinya. Bagaimana mungkin dia menikah dengan pria sombong seperti dia. Setiap kata yang keluar dari mulutnya, sangat tidak sopan dan menyakitkan. Dia lalu menutup telinga dengan kedua tangan agar tak mendengar penghinaan yang lebih menyakitkan lagi.
Sementara, Elang yang sangat mencintai mamahnya mengambil keputusan untuk memberi Zahra sejumlah uang. Dia mengambil seluruh uang yang ada di dalam dompet tanpa menghitungnya. Lalu melempar ke arah Zahra hingga mengenai wajah gadis itu. Uang bertebaran di lantai.
“Ambil uang itu dan pergilah dari sini wanita licik! Wanita rendahan sepertimu tak layak untuk bersanding dengan pria seperti diriku! Jangan pernah kembali lagi ke sini atau kau akan tahu akibatnya!” seru Elang dengan mengacungkan telunjuknya kepada Zahra.
“Elang! Apa yang kau lakukan?! Zahra itu bukan pengemis! Dia itu wanita terhormat!”
“Tidak ada orang miskin yang terhormat! Bagiku, derajat mereka tak beda jauh dengan alas kaki yang aku pijak! Sangat rendah!”
“Elang!!!” Emosi baskoro memuncak. Pria itu geram dan mengepalkan tangannya. Untung saja Widya berhasil mencegah dengan memegang pergelangan tangan suaminya sebelum satu pukulan mendarat pada putra kesayangannya. Wanita itu terus menangis dan memohon kepada suaminya untuk tak memukul putranya.
Perilaku Elang tak seindah wajah tampannya. Zahra mencoba mengurut dada untuk menstabilkan emosinya. Dia merasa harga dirinya sudah di injak-injak. Kali ini dia tidak akan diam saja. Pria itu sudah sangat keterlaluan. Bukan saja dirinya, tapi juga sudah merendahkan orang-orang yang berkasta rendah. Sangat menjijikkan untuk menikah dengan pria seperti dia. Tak ada satupun kebaikan yang bisa dijadikan alasan untuk menikah dengannya.
“Pah, aku mohon sudahi pertengkaran ini! maafkan Elang. Kau pasti mengerti’kan dengan sifat anakmu yang keras kepala. Seharusnya kau mendidiknya dengan benar, bukan memukulnya!”
“Lepaskan tanganku!” Dengan sekali sentakan, Baskoro berhasil melepaskan tangannya.”Elang! Dengarkan papah! Papah akan menjadikan Zahra menjadi wanita yang layak bersanding dengan owner Elang Perkasa group!”
“Maksud papah?”
“Kau jangan lupa, kalau perusahaan itu masih milik Papah! Papah bisa saja menyingkirkanmu jika mau! Kau dengar itu, anak sombong!”
“Jadi papah akan tetap menikahi gadis itu?!” tanya Widya dengan berurai airmata. Dia takkan mampu jika harus dihianati untuk yang kedua kalinya. Widya sangat mencintai suaminya meskipun pernah menyakiti hatinya.
“Benar! Aku akan menikahinya dan tak ada yang mampu menghentikanku, termasuk dirimu, Widya!”
‘Tidak! jangan lakukan itu! Aku tidak mau kau menduakanku lagi! Tidak mau!” Widya terus memukuli dada suaminya. Rasa sakit akibat perselingkuhan suaminya di masa lalu juga masih terasa. Rasanya tak mampu jika pria itu akan kembali menghianatinya.
“Jangan mempermalukan diri Mamah sendiri!” Elang menarik lengan wanita yang sudah melahirkannya dan menjauhkan dari ayah kandung yang seperti musuh baginya.
“Lang, mamah tidak mau kehilangan Papah! Mamah juga tidak ingin kau kehilangan hakmu dan digantikan oleh anak selingkuhan papahmu!”
“Jangan pernah berkata kalau Yunus anak selingkuhanku! Dia lahir dari pernikahan yang sah!”
“Jangan membentak Mamah! Kau tak punya hak untuk membentaknya! Aku bisa berdiri di atas kakiku sendiri! Tak masalah jika harus angkat kaki dari semua kemewahan yang ada di sini!” Elang tetap saja menyombongkan diri. Dia tak terima dengan ancaman ayahnya.
“Elang, sudah, Nak! Jangan melawan papahmu! Biar Mamah yang akan bicara dengan papahmu!” Widya mencoba menenangkan putranya. Dia mengusap dada sang putra tercinta yang terlihat masih dalam balutan emosi.
Zahra hanya berdiri mematung. Seolah tak ada yang peduli dengan sakit hati yang dirasakan. Mereka hanya sibuk dengan pertengkaran dan argumen masing-masing.“Rasanya takkan sanggup untuk hidup dengan mereka. Ternyata harta tak menjamin kebahagiaan.” Desis Zahra dalam hati.Sangat berbeda dengan kehiduan keluarganya. Walau hidup sederhana, tapi bahagia. Ayah dan ibunya selalu mencurahkan kasih sayang kepada dirinya. Sebagai anak tunggal, Zahra mendapat limpahan kasih sayang dari kedua orang tuanya.Tujuannya datang ke rumah ini dengan tujuan memenuhi keinginan Baskoro untuk merubah sifat putranya yang sombong menjadi baik. Tapi rasanya mustahil. Lebih baik menyerah walau belum mencobanya. Itu akan lebih baik untuknya.Zahra memutuskan untuk pergi. Tanpa berpamitan, dia melangkah perlahan hingga menghilang dari pandangan.Tanpa Zahra sadari, Elang selalu memperhatikan setiap gerakan wanita berhijab yang sangat sederhana. Dia
Baskoro pergi untuk melamar Zahra seorang diri. Elang mau menikahi Zahra, tapi dengan memberikan syarat, dia tak mau datang melamar. Selain itu, dia juga meminta pernikahan dilaksanakan di rumahnya saja, tanpa perlu mengundang banyak orang. Hanya keluarga inti saja yang datang.Baskoro menyetujui saja keinginan putranya tanpa berpikir panjang. Yang ditakutkan kalau Elang akan berubah pikiran. Dia lalu memutuskan untuk melamar putri sahabatnya. Tak ada bingkisan atau apapun. Dia hanya membawakan uang seratus juta rupiah sebagai pengganti bingkisan.Baskoro tiba di tujuan. Mencoba menarik nafas untuk menghilangkan rasa cemas. Memandangi rumah sederhana tapi penuh dengan cinta. Saat berada di rumah sahabatnya itu dia merasakan kehangatan dari sebuah keluarga.Mengambil tas berwarna hitam di mana tersimpan amplop coklat yang berisi uang. Lalu menuju rumah calon menantunya. Ada rasa berdebar dalam dada, takut kalau sahabatnya itu marah dan kecewa dengan sikap putrany
“Bismillah. Zahra mau, Pak,” jawab dokter muda itu dengan gemetar. Ada rasa ketakutan saat mengambil keputusan yang bisa berpengaruh besar kepada hidupnya. Terutama hubungannya dengan dr. Budi, pria yang sudah mengisi hatinya hampir sepuluh tahun. Apalagi dia juga belum membicarakannya dengan kekasihnya. Yang dikhawatirkan akan terjadi kesalahpahaman nantinya. Namun keputusannya sudah bulat.“Alhamdulillah,” ucap Baskoro dengan senyum mengembang. Dia terlihat sangat bahagia. Jauh dalam hatinya, dia berharap kalau pernikahan ini bukan hanya berbatas waktu. Semoga saja hari-hari yang akan mereka lalui mampu menumbuhkan benih cinta hingga berakhir dengan kebahagiaan.“Sekali lagi terimakasih atas bantuan kalian. Untuk semuanya nanti biar aku yang urus. Kalian terima beres saja,” ucap Baskoro dengan penuh gembira.“Aku percaya padamu,” jawab Mustafa sembari menggenggam tangan sahabatnya.“Oh,ya, tunggu seb
“Ups. Sorry!” seorang pria yang berjalan mundur dan menabrak Zahra yang baru saja datang menuju ruang kerjanya. Beruntung benturan tidak terlalu keras hingga tak membuat gadis berhijab itu terjatuh.“Mas, Budi?” sapa Zahra saat mengetahui siapa yang menabrak dirinya.“Loh, Kamu, Sayang? Aku pikir siapa?” jawab Budi sembari terus menatap ke arah belakang. Hal itu jelas saja mengundang tanya dalam benak kekasihnya.“Mas Budi lihat apa?” tanya Zahra dengan penuh selidik.“Itu, ada Raisya!” jawab Budi sembari menunjuk ke arah wanita berambut panjang yang tergerai.“Raisya artis idola kamu?”“Iya!”“Ah, Masa!” Zahra tak percaya. Netra indahnya mengikuti kemana arah tatapan mata sang pujaan hati.“Oh, itu bukan Raisya. Dia dokter Vero. Pengganti dokter Fadli yang sedang melanjutkan study di luar negeri.”“Kok kamu
Budi menghentikan aktifitasnya. Dia meletakkan ponsel di atas meja dan menatap lekat ke arah sang pujaan. “Kalau tak membutuhkanku untuk membantumu, kenapa kau mengajakku berbicara? Kalau kau mampu selesaikan sendiri, berarti tak ada masalah’kan?”“Ada hubungannya denganmu, Mas,” ucap Zahra dengan tercekat. Matanya merebak dan terasa panas. Sebisa mungkin dia menahan airmata yang mulai menggenang.“Kenapa kamu menangis? Apa permintaannya sangat membebanimu?” Budi terlihat cemas. Dia menghapus airmata di pipi kekasihnya.“Sangat membebani. Karena akan berpengaruh pada hubungan kita,” jawab Zahra makin terisak.“Katakan dengan jelas. Jangan membuatku bingung!” tekan Budi. Dia sangat penasaran dengan pokok pembicaraan.“Pak Baskoro mempunyai anak lelaki yang sangat sombong dan tidak punya belas kasih. Dia tidak akur dengan putranya. Dan Pak Baskoro menaruh harapan padaku untuk bis
Tiba saatnya hari yang ditunggu tiba. Seperti yang telah disepakati sebelumnya, hari pernikahan tiba.Zahra sudah selesai dirias. Walau sederhana tapi terlihat sangat cantik dan anggun. Kebaya warna putih serta jilbab yang senada melambangkan kesucian seorang gadis. Aura kecantikannya sangat terlihat.Zahra terus memandangi wajahnya di depan cermin. Rasanya enggan untuk bergeser dari tempat duduk di depan meja rias.Gadis itu berandai-andai tentang calon suaminya. Kalau saja Budi yang akan bersanding dengannya, dia pasti akan menjadi orang yang paling bahagia di dunia.Sayangnya, semua itu hanya hayalan. Kenyataan yang sebenarnya tidaklah demikin. Kini Zahra harus menghadapi keputusan yang membuat masalah untuk dirinya sendiri. Hidup adalah pilihan. Dan pilihannya kali ini akan menimbulkan dampak yang tidak baik untuk kehidupannya.Zahra mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja. Mengusap layar yang terkunci dan memandangi foto pria yang sudah
Zahra menuju ruangan di mana sudah ada penghulu yang menunggu disana. Bersama kedua orangtuanya menuju dua kursi yang berada di hadapan penghulu. Sungguh tiada nuansa kebahagiaan. Tak ada hiasan apapun sebagai tanda adanya pernikahan. Bahkan tak ada seorangpun tamu yang datang. Hanya penghuni rumah saja yaitu kedua orang tua Elang dan seorang lelaki yang mulai beranjak dewasa.Ada sedikit denyut dalam dada saat melihat kenyataan yang ada. Terlihat sekali keluarga ini sama sekali tak menghargai pengorbanan Zahra dan keluarganya. Bahkan sang calon mempelai pria tidak menampakkan batang hidungnya.Zahra menoleh ke arah ayah dan ibunya. Tergambar jelas guratan kecewa pada wajah keduanya.“Bapak sama ibu kecewa dengan pernikahan ini?” tanya Zahra lirih.Walau dengan cepat menghapus airmata, tetap saja Zahra melihat jejak di sana.“Tidak, Nak. Ayo!” Mustafa mencoba mengalihkan perhatian putrinya. Padahal jauh dalam lubuk hati rasa
“Elang, Kamu kenapa tidak pernah berbicara dulu dengan Mamah?” Widya berbisik lirih di telinga putranya. Dia tak ingin ada keributan antara keduanya.“Aku sudah cukup dewasa, Mah dan bisa menentukan keputusanku sendiri!”“Katakan apa yang kau inginkan?!” tanya Baskoro dengan nada tinggi.“Aku akan tetap menikahi gadis bodoh itu sekaligus juga Jesica kekasihku!”“Kau tidak hisa melakukan itu, Elang!” Baskoro meninju meja dengan kesal.“Bisa, Pah! Dan aku akan tetap melakukannya dengan ataupun tanpa persetujuanm Papah!”“Kau sudah menyalahi kesepakatan kita!”“Aku tidak menyalahi! Aku juga punya pilihan sendiri! Perempuan itu takkan mungkin bisa mendampingiku apalagi membahagiakanku! Aku juga butuh bahagia, Pah!”“Baiklah, Elang Langit Ramadan! Kau sedang mencoba bermain api denganku! Kau juga harus merasakan panasnya bara api ya