"Maaf ya mas, aku sudah salah menilai kamu.." ujar Asha sambil menatap Marchel yang ada di depannya
"Salah menilai kenapa Asha?" tanya Marchel dengan heran
Mereka berdua saling pandang, namun Marchel mengalihkan pandangannnya, pandangan Asha begitu menggetarkan hatinya. Baru kali ini Marchel merasakan ada wanita yang memiliki daya tarik memang sesuai dengan seleranya, namun dia sadar kalau Asha kekasih bosnya. Asha belum menjawab pertanyaan Marchel.
Marchel pamit ke toilet dan Asha masih duduk di ruang tamu. Asha masih bertanya-tanya dalam hatinya tentang perubahan sikap Marchel yang begitu drastis.
Setelah dari toilet, Marchel bertanya pada Asha:
"Kita pesan makanan online aja ya, kamu mau pesan apa sha? Sekalian buat Narti juga.."
"Aku pesan makanan Indonesia aja mas, jangan yang junk food deh."
"Okey ... eh kamu belum jawab pertanyaan mas tadi.."
Mereka kembali duduk di ruang tamu, Asha masih diam tidak merespon permintaan Marchel, dia merasa kikuk menghadapi Marchel yang sikapnya datar-datar aja.
"Kenapa mas tiba-tiba berubah drastis banget? Yang tadinya begitu hangat, kok sekarang jadi dingin gitu?" Asha malah berbalik bertanya.
"Asha, suatu saat mas akan ceritakan, jangan sekarang ya ... yang penting hati mas sama kamu gak berubah."
Asha begitu kaget mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Marchel, hatinya berbunga-bunga namun reaksi itu tidak dia perlihatkan pada Marchel. Asha tidak berusaha untuk mempertanyakan apa maksud dari ucapan Marchel tersebut, sementara Marchel sangat berharap Asha meminta penjelasan dari ucapannya.
Terdengar tangisan Brama dari kamar, Narti bawa Brama keluar dan memberikannya pada Asha.
"Brama haus sepertinya mbak, memang udah waktunya menyusu." ujar Narti
"Sini Narti, kamu siapin piring-piring buat kita makan ya.."
Tanpa sungkan-sungkan Asha sengaja menyusui Brama di depan Marchel, belahan dadanya terlihat oleh Marchel.
"Maaf ya mas ... aku sudah anggap mas sebagai bagian dari hidupku.."
Kali ini Marchel yang hatinya berbunga-bunga, dia merasa sinyal yang dia berikan lewat ucapan tadi bisa difahami oleh Asha. Asha pandangannnya tertuju pada Brama, sementara Marchel memanfaatkan situasi itu untuk menatap ke arah dada Asha yang begitu menggodanya.
"Apa sih yang ada di hati mas melihat aku dan Brama?"
Marchel kaget dengan pertanyaan Asha, dan dia merasa belum mampu untuk menjawab pertanyaan tersebut. Marchel hanya terdiam, ada perasaan iba terlintas dibenaknya melihat Asha dan Brama. Dia berpikir kalau Asha sebetulnya sudah cukup beruntung menjadi simpanan Bram.
"Mas pikir aku menikmati ya hidup seperti ini?" tanya Asha lebih lanjut. "Kalau aku punya pilihan, aku gak mau mas, om Bram sangat baik, aku takut gara-gara aku rumah tangga Om Bram jadi berantakan." lanjut Asha
Pesanan mereka sudah sampai di lobby, Marchel segera turun untuk mengambilnya. Dalam perjalanan turun, Marchel terus memikirkan ucapan Asha, dan memikirkan keadaan Asha. Namun dia belum menemukan solusi untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan Asha.
Ada keinginannya berterus terang pada Asha bagaima perasaannya, namun sekarang bukan waktu yang tepat, dan juga dia belum terlalu mengenal Asha lebih jauh. Marchel juga harus memikirkan bagaimana sikap orang tuanya, jika mereka tahu kalau Asha bukanlah gadis lagi.
Mereka sudah selesai makan siang, dan makannya pun sudah lewat waktunya. Asha menggendong Brama, sementara Narti beres-beres meja makan.
"Asha ... mas harap kamu jangan ada pikiran yang engak-enggak ya sama mas, gak ada yang berubah Asha.." ucap Marchel
"Ya mas, aku cuma gak suka mas jaga jarak sama aku.."
"Asha, mas ini laki-laki normal, mas takut terlalu dekat sama kamu jadi kebablasan ntarnya." jelas Marchel
"Lho!! Salahnya dimana mas? Wajar toh kalau antara mas sama aku terjadi sesuatu? Kita masih sama-sama muda!!"
"Ya gak wajarlah, kamukan miliknya Om Bram atasan mas, bisa durhaka dong mas.." balas Marchel dengan bercanda.
Keduanya kembali terdiam, Asha mulai mengagumi sikap Marchel yang sangat menjaga kepercayaan Bram, tidak ingin menghianati Bram.
"Mas merasa gak pantas ya mencintai aku? Karena aku bukan perempuan baik-baik?" tanya Asha dengan sedih
"Kamu gak boleh bicara gitu Asha, suatu saat kamu akan dapat jawabannya dari semua masalah ini, yang jelas kita ini baru kenal beberapa hari, kamu belum tahu seperti apa keburukan mas.." jawab Marchel
Marchel sedang sibuk dengan hapenya untuk berkoordinasi dengan stafnya di kantor, karena Om Bram sedang tidak berada di Indonesia.
"Mas sibuk sama pekerjaan di kantor ya?" tanya Asha penasaran.
"Gak sih, ini cuma koordinasi pekerjaan rutin aja kok." jawab Marchel sambil tangannya terus sibuk membalas pesan masuk.
Keduanya kembali terdiam, Asha masih menggendong Brama yang sudah tertidur, Asha mengantar Brama ke kamarnya dengan di temani Narti.
Asha keluar dari kamar Brama, dia kembali mendekati Marchel, dan bermanja-manja dengan Marchel. Reaksi Marchel tetap dingin dan sewajarnya.
"Mas ... peluk aku dong, pengen banget merasakan kasih sayang laki-laki yang mencintai aku." rayu Asha
Marchel memenuhi permintaan Asha, dipeluknya Asha dengan penuh kasih sayang. Namun sebaliknya reaksi Asha memperlihatkan gairahnya.
"Asha, mas ingin kita tetap bisa menjaga batas ya, tapi kamu jangan salah sangka sama mas, mas akan lakukan itu suatu saat kalau kamu sudah halal bagi mas."
Marchel masih memeluk Asha, dan satu tangannya membelai rambut Asha yang begitu indah dan beraroma wangi
Tiba-tiba pintu apartemen ada yang buka dari luar, Asha dan Marchel langsung menoleh serentak ke arah pintu, mereka kaget melihat siapa yang berada di depan pintu.
Bersambung..
Di depan pintu berdiri sosok Bram memandang ke arah Marchel dan Brama dengan dingin. Asha dan Marchel langsung bersujud di kaki Bram, dengan bijaksana Bram meminta Asha dan Marchel berdiri."Marchel, Asha ... berdirilah, tidak perlu kalian bersujud di kaki saya, semua bisa kita bicarakan," ujar Bram dengan bijakAsha langsung peluk Bram sambil menangis dan meminta maaf, sementara Marchel terpaku diam dengan perasaan bersalah."Om ... maafin Asha ya, apa yang om lihat tidak seperti itu kejadian sebenarnya." ucap Asha penuh penyesalan"Sudahlah Asha, nanti saja kamu jelaskan, Marchel kamu boleh pulang, besok kita bicara di kantor.""Siap pak!! Terima kasih pak, saya pamit.." Marchel la
Di ruang kerja Bram, Marchel terlihat dalam perbincangan yang serius dengan Bram. Sebagai sosok yang gentlemen, Marchel tetap bersikap tenang, dia tahu kalau dalam posisi yang salah, dan siap mengakui kesalahan. Bram pun tidak dengan emosi menghadapi Marchel, karena dia sudah cukup mengenalattitudeMarchel, yang merupakan orang kepercayaannya."Jadi kamu sudah mengerti ya kenapa kamu saya suruh menghadap saya hari ini?" tanya Bram. "Saya sangat menghargai kejujuran kamu selama ini, dan saya sangat yakin kamu masih memegang teguh kepercayaan saya.." lanjut Bram dengan sikap kebapakan"Sangat mengerti pak, dan saya siap menerima resiko apa pun dari kesalahan saya." Marchel benar-benar bersikap apa adanya, dan pasrah menerima apa pun dari Bram."Kamu tahu apa kesalahan
Begitu sampai, Asha yang membukakan pintu, Marchel langsung peluk Asha. Asha merasa ada sesuatu yang aneh dari Marchel seperti tidak biasanya."Tumben kamu mas peluk aku? ada apa nih?" tanya Asha heran"Aku senang Sha ...pak Bram gak marah sama aku.." jawab Marchel dengan sumringah"Serius kamu mas? Kemarin sih aku bilang apa adanya soal kamu..""Brama mana? Aku mau gendong dia Asha..""Ada angin apa nih? Kok kamu tiba-tiba ingin gendong Brama?""Kalau seandainya aku gendong kamu aneh gak?" Marchel mulai menggoda Asha."Emang kamu berani gendong isteri bos kamu?" Balas Asha sambil
"Mas bilang gini, saya kasihan sama Asha dan Brama.." jawab Marchel"Ooo ... jadi mas cuma kasihan ya sama aku?" selidik Asha"Ntar dulu dong, kan belum selesai ngomongnya, terus mas bilang gini,""Bapak percaya kalau saya jatuh cinta sama Asha?""Saya sangat percaya, dan itu adalah sesuatu yang wajar..itu kata om Bram, Kamu sangat tahu kalau saya selalu mempercayai kamu, tapi ... ada satu hal yang tidak saya inginkan, kata Om Bram.."Marchel tidak meneruskan pembicaraan, sehingga membuat Asha semakin penasaran. Asha sudah mulai tersanjung oleh Marchel yang mulai membangun suasana kehangatan diantara keduanya. Asha memeluk Marchel dengan mesra, dia sudah begitu yakin ka
Marchel tersadar atas apa yang baru saja hampir terjadi. Sebagai lelaki yang masih lajang, dia benar-benar menikmati apa yang dilakukan Asha tadi.Asha keluar dari kamar sambil menyusui Brama, dan duduk di samping Marchel. T-shirt Asha yang terbuka dengan tanpa mengenakan bra, dia menyusui Brama di depan Marchel. Marchel melihat betapa indahnya pemandangan yang ada dihadapannya.Asha menatap Marchel sambil tersenyum, dia tahu Marchel sangat menikmati dadanya yang indah."Mas mau ikutan? Mandangnya kok sampe gitu sih?" canda AshaMarchel tersipu malu mendengar pertanyaan Asha."Aku cukup memandangnya aja kok." jawab Marchel sedikit salah tingkah
Marchel duduk di tepi tempat tidur, pikirannya berkecamuk dan sangat dilematis. Begitu susah dia menahan hawa nafsunya dari godaan Asha, yang memang secara fisik sangat menarik dan menggairahkan. Dengan postur tubuhnya yang sangat proporsional, kulitnya yang kuning langsat dan body goals-nya yang menggoda. Semua bagian tubuhnya begitu indah di mata Marchel, juga dengan tinggi tubuhnya begitu serasi. Memang kalau pria seumuran Bram, bukanlah lawan Asha. Itulah yang membuat Marchel tidak bisa menahan diri, saat melmandang tubuh Asha, apa lagi dalam keadaan tanpa sehelai benang pun yang menutup tubuhnya. Marchel begitu gundah mau memanuhi keinginan Asha, tapi batinnya menolak, karena tidak sesuai dengan apa yang diucapkanya. Tapi di sisi lain, sebagai lelaki masih muda dan lama menjomblo, melihat Asha seperti itu timbul gairah ya
Marchel menutup teleponnya, dan dia sedikit lega, karena maminya sudah tahu kalau dia ketemu tante Michelle, dan tante Michelle percaya kalau Marchel dan Asha sudah nikah siri. "Mami kamu marah ya mas?" tanya Asha dengan sedikit kuatir "Mudah-mudahan enggak Asha, kita berdoa aja semoga papi dan mami mau menerima kehadiran kamu dan Brama." jelas Marchel. "Nanti malam, mas akan menghadap papi dan mami untuk menjelaskan ini." "Iya mas, semoga apa yang kita harapkan sesuai dengan kenyataannya ya." ujar Asha penuh harap Asha mulai menggoda Marchel, dengan menempelkan dadanya ketangan Marchel. Sementara Brama sedang di tidurkan oleh Narti di kamar. Asha berusaha memancing gairah Marchel, dan terus memberikan rangsangan pada Marchel. "Mas, apa gak sebaiknya kita nikah siri dulu mas? Biar kita sah untuk melakukannya?" bujuk Asha "Sabarlah Asha, mas ingin menikmatinya di malam pertama kita nanti." Asha mengubah posisi duduknya, dia dudu
Selesai sarapan, Asha dan Marchel duduk di ruang tamu, seperti biasanya Asha dengan manja merayu Marchel, agar segera di halalkan, karena dia sudah sangat ingin bercinta dengan Marchel. Sebagai laki-laki yang belum pernah mengumbar syahwatnya, dan belum pernah make love, Marchel tergolong hebat dalam menahan dirinya, padahal sudah berbagai usaha dilakukan Asha, untuk memancing gairah Marchel. "Mas gimana dengan usul aku kemarin? Aku sudah ingin banget bercinta sama kamu." "Sabar aja Sha, mudah-mudahan usaha Om Bram berhasil, mas ingin merasakan bagaimana nikmatnya malam pertama." "Tapi akukan udah gak tahan mas, kamu itu sangat menggoda banget." rayu Asha. "Selama ini aku cuma melakukannya sama Om Bram, belum pernah