Share

Episode 3. Terpancing Marah

"Kamar ini kecil," keluh Lisa di dalam hati. Dia naik ke atas ranjang kecil yang ada di sana dan langsung berbaring karena terlalu lelah hanya untuk sekedar ke toilet membersihkan diri.

"Ugh...," erangnya. Ia memegangi bahunya yang terasa sakit akibat gigitan Revin. Lisa terisak, ingin sekali rasanya dia mencurahkan semua perasaannya, tetapi kepada siapa? Dia sama sekali tidak punya tempat untuk mengadu.

Satu-satunya tempat ia pernah menceritakan isi hatinya adalah kepada Dokter Sinta yang adalah seorang psikiater.

"Tidak, aku tidak boleh ke sana. Jika Kak Revin tahu bahwa aku pernah 'sakit', dia juga akan tahu kalau aku pernah hamil dan keguguran. Itu tidak boleh terjadi! Kak Revin tentu akan semakin jijik padaku. Tidak, sebisa mungkin, jangan sampai Kak Revin tahu. Mudah-mudahan saja Kak Revin tidak akan pernah tahu," lirihnya cemas di dalam hati. Pada akhirnya, Lisa tertidur begitu saja.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Lisa terbangun. Kepalanya terasa berat dan seluruh badannya terasa sakit.

"Ughh.." Lisa melenguh. Ia berjalan terhuyung-huyung keluar kamar menuju ke kamar mandi, dan muntah-muntah di sana. Kehamilannya memang membuatnya muntah-muntah setiap pagi, hingga berat badannya cepat berkurang. Rasanya Lisa mau pingsan saja. Dia merasa hampir tidak bertenaga lagi setelah muntah-muntah.

Lisa diam-diam mengambil kopernya dari atas. Setelah itu ia pergi mandi.

"Tidak ada kotak P3K. Aku harus membelinya nanti," ucapnya ketika akan mengobati luka-lukanya.

Saat menatap cermin, ada luka kecil di sudut bibirnya. Luka itu karena Revin menamparnya tadi malam. Memikirkan itu, hati Lisa sakit. Ia pun sedikit memoles perona di wajahnya setelah memakai krim wajah.

"Pasti tidak apa-apa, kan? Kata dokter krim ini tidak apa-apa dipakai walau sedang hamil," ucap Lisa meyakinkan dirinya sendiri. Lalu ia memakai sedikit bedak dan pelembab bibir.

"Wajahku pucat sekali. Pasti jelek kalau tidak didandan. Aku harus selalu terlihat cantik di hadapan Kak Revin," lirih Lisa dalam hati.

Lisa sadar, dirinya banyak kekurangan sebagai perempuan di hadapan Revin, untuk itu setidaknya dia harus mempertahankan kecantikan yang ia miliki saat Revin sedang menatapnya.

Setelah memperhatikan wajahnya yang tampak lebih segar, Lisa segera beranjak keluar rumah karena taksi online yang ia pesan sudah datang. Mobil miliknya masih berada di apartemen, tempat ia tinggal selama ini, belum sempat ia ambil. Itu sebabnya ia memakai taksi online. Dia akan berbelanja sebentar ke supermarket 24 jam untuk membeli bahan keperluan dapur.

Selesai berbelanja, Lisa langsung menuju dapur.

"Aku akan memasak sup daging kesukaan Kak Revin. Cuaca sedang dingin. Dia pasti akan lahap makan."

Setelah beberapa waktu Lisa selesai memasak dan menghidangkannya di atas meja makan. Makanan di atas meja benar-benar menggugah selera. Tampak sangat lezat. Lisa duduk di salah satu kursi makan dengan kening mengerut.

"Ukh.. Padahal dulu aku selalu penuh energi. Tetapi sekarang, kenapa setelah berbelanja dan memasak saja rasanya sudah capek sekali?" keluhnya dalam hati.

"Ah, ini mungkin karena aku sedang hamil!" Lisa mengelus perutnya sambil tersenyum lembut.

Lisa melirik jam di dinding sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi.

"Kenapa Kak Revin belum turun?" Lisa menatap ke arah tangga. "Apa lebih baik aku ke atas untuk melihatnya?" Baru saja dia berpikir seperti itu, suara cepat langkah kaki terdengar dari arah tangga. Revin tampak terburu-buru.

Lisa berdiri dan menghampiri Revin. "Kak Revin, ayo sarapan. Aku memasak sup daging kesukaan kakak," ajak Lisa sambil berupaya tersenyum. Seolah tadi malam tidak terjadi apa-apa. Lagian tadi malam Revin kan mabuk, jadi kemungkinan ia tidak ingat akan perlakuan kasar yang ia lakukan terhadap Lisa.

Revin menatap Lisa dengan dingin. "Aku sudah terlambat berkat istri yang tidak berguna sepertimu," sarkasnya. Senyum Lisa seketika sirna. Lisa memang berniat membangunkannya, tetapi dia takut suaminya itu marah padanya karena mengganggu tidurnya. Lagian Lisa juga tidak tahu jika pagi ini Revin ada jadwal.

Setelah berkata seperti itu, Revin hendak melangkah keluar rumah tetapi ponselnya berbunyi. Sebuah pesan chat masuk, dan ternyata pesan itu dari dosen pembimbingnya. Revin pun membaca pesan itu. Ternyata dosennya menunda pertemuan mereka menjadi siang di kampus.

"Memang anj****g!" makinya pada dosennya yang selalu suka menunda, membuat jadwal Revin terganggu. Padahal siang ini harusnya Revin akan ke kantor.

Revin pun membalas pesan dosen pembimbingnya itu dengan kalimat, "Iya, Pak." Dan ia kembali menatap Lisa.

"Siapkan makananku," titahnya.

Lisa yang sempat terdiam melihat Revin yang mengeluarkan umpatan, kembali bersemangat ketika Revin memutuskan untuk sarapan di rumah. "Iya! Ayo, kak, ke meja makan," ucapnya ceria.

Revin mengikutinya dan duduk di salah satu kursi. Dengan cekatan Lisa yang berdiri di sampingnya, menaruh nasi dan lauk ke piring Revin. Lisa juga mengambil mangkuk dan menaruh sup daging yang baru masak di dalam mangkuk itu. Terlihat asap mengepul, aroma sup daging lezat pun menguar di penciuman Revin.

Melihat sup daging itu, wajah Revin kembali menggelap. Emosinya seketika terpancing!

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Cahaya Bulan
yuk yak yuk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status