Revin bertanya sambil melihat ke sekeliling ruangan. Lisa mengangguk dan bersandar pada punggung sofa. Ia memejamkan matanya.
"Pelayan datang di pagi hari untuk membersihkan saja dan membuat sarapan," jawab Lisa. "Sekarang, antarkan aku ke kamar atas," ucapnya kemudian dengan nada memerintah.
Revin mendengkus tetapi tak urung dia tetap menggendong Lisa dan membawanya ke kamar atas menaiki tangga. Itu bukanlah hal yang sulit karena Revin rajin berolahraga untuk membentuk ototnya sehingga ia cukup kuat. Revin mendapati sebuah kamar dengan pintu berwarna merah muda di sana.
"Lisa, bantu aku membuka pintu kamarmu ini," ucap Revin karena kedua tangannya sedang menggendong Lisa ala pengantin.
Dengan malas Lisa memegang daun pintu dan membukanya. Revin pun langsung melangkah membawa Lisa masuk ke kamar peraduannya. Dia membaringkan Lisa di atas ranjang dan kemudian hendak melangkah pergi.
"Tunggu, Kak." Tiba-tiba tangan Lisa mencengkeram pergelangan tangan Revin. Lisa langsung duduk kemudian berusaha berdiri sempoyongan.
"Ada apa?" Revin bertanya malas seraya membantu Lisa yang ingin berdiri.
"Kak, ayo bercinta," ucapnya sambil memeluk Revin. Sedikit rambut Lisa yang diwarnai pirang kecoklatan, tampak jatuh menutupi wajahnya. Revin menelan ludah.
Siapa lelaki yang tahan saat seorang perempuan cantik dan seksi mengajaknya bercinta di tempat yang tepat dan tidak ada siapa-siapa, hanya mereka berdua saja? Apalagi Revin sudah tidak bercinta belakangan ini karena menjomblo. Seperti yang diketahui, Revin tidak mau sembarangan bercinta dengan asal perempuan, apalagi yang tidak dikenal.
"Apa kau tahu siapa yang kau ajak? Aku bukan suami atau pacarmu," tukas Revin. Ia berupaya menahan hasratnya.
"Aku tahu, kau adalah kak Revin, temanku." Lisa mendongakkan wajahnya menatap Revin.
Bagaimana ini? Revin jadi benar-benar ingin menyicipi Lisa. Tetapi kemudian dia menggelengkan kepalanya. Menolak pikiran mesumnya jauh-jauh. Mereka hanya berteman, kalau nanti mereka tidur bersama, apa yang akan terjadi nanti? Memikirkannya saja sudah pusing. Apalagi saat ini Revin juga tidak membawa pengaman. Terkadang Revin kurang pengendalian diri ketika melakukannya. Untuk itu dia selalu memastikannya dengan memakai pengaman.
"Aku tidak membawa pengaman. Lebih baik kau beristirahat," ucapnya memutuskan, tetapi Lisa semakin memeluknya erat.
"Aku selalu minum pil kontrasepsi. Semua aman, Sayang," bisik Lisa mesra di telinganya membuat bulu kuduk Revin meremang.
Sejenak Revin memandangi wajah Lisa yang cantik, benar-benar sangat cantik dan menggoda. "Kau jangan menyesal, ya? Kau duluan yang memintanya dariku." Setelah berucap seperti itu Revin mendekatkan wajahnya lalu mencium Lisa dengan rakus.
•
•
Di sebuah ranjang king size, Lisa yang tidur tengkurap, mulai menggeliat. Tetapi sepertinya dia merasa sulit menggerakkan badannya, tubuhnya terasa berat seolah ada sesuatu yang berat menimpa punggungnya. Dia pun membuka matanya, terlihat cahaya matahari yang menyembul di sela-sela gorden berwarna merah muda menandakan hari sudah siang.
"Kepalaku pusing, ugghh!" Lisa memegang pelipisnya yang terasa sedikit berdenyut. Pikirannya samar-samar, lalu dia menggerakkan tubuhnya perlahan agar dapat menyamping. Setelah melihat sebuah lengan kokoh melingkupi tubuhnya barulah dia mengingat apa yang terjadi.
'Ahh...baru ingat! Tadi malam, kan, aku bobok bareng Kak Revin.'
Bibirnya menyunggingkan senyuman. Ditatapnya wajah Revin. Diperhatikannya wajah itu lekat-lekat.
"Aneh, aku sudah terbiasa melihat wajah Kak Revin selama ini, tetapi kenapa baru sekarang aku menyadari bahwa Kak Revin ternyata tampan juga," gumamnya pelan. Dia pun mengingat kembali kejadian tadi malam. Wajah Lisa langsung merah merona.
"Kak Revin ternyata...."
Lisa tetap diam. Hatinya menjadi semakin resah. Sebaliknya daripada menjawab Revin, Lisa mengalihkan pandangannya pada Damian. Dia seolah menunggu kode, tetapi Damian hanya diam tidak berkata apa-apa.Akhirnya dia beralih menatap Revin. Dengan gugup dan malu dia berkata, "Kau bilang, kau... mengetahui fakta tentangku. A-apa kau juga tahu bahwa dulu sewaktu masa sekolah, aku...aku...pernah mengalami..." Lisa diam tidak mampu melanjutkan kata-katanya. Baginya ini sangat menyedihkan dan memalukan. Tapi tiba-tiba Revin memeluknya membuat Lisa terkejut dan melebarkan mata."Tidak usah kau jelaskan, Sayang! Aku tahu semua hal buruk yang menimpamu. Pria itu sudah mendapatkan ganjarannya di penjara. Begitu pula dengan Nafa, mantan ibu tirimu. Sampai sekarang dia masih berada di sana."Mendengar itu, air mata Lisa tiba-tiba jatuh tanpa bisa ia kendalikan. Tubuhnya bergetar dan dia mulai menangis. Dia sudah tahu tentang nasib pria itu dan nasib Nafa dari Damian, tapi saat pria ini yang mengataka
Revin terdiam mendengar ucapan Damian yang dari sejak lima tahun lalu sebenarnya selalu ia pikirkan. Apakah Lisa memang membencinya? Apakah itu adalah fakta? Sampai sekarang Revin tidak tahu jawabannya. Dan itu benar-benar berhasil membuatnya merasa gelisah dan dihantui. Tapi dia selalu mengingat saat terakhir ia berbicara pada Lisa waktu itu di mana Lisa masih memberikan perhatian pada luka di sudut bibirnya. Jika Lisa memang membencinya, mana mungkin ia masih memperhatikan hal kecil seperti itu sementara dirinya sendiri sudah di ambang maut. Entahlah! Revin tidak bisa menerkanya."Aku akan membuatnya mencintaiku," jawab Revin singkat pada Damian.Damian kembali mendengkus. "Rasa percaya dirimu terlalu tinggi."Revin mengerutkan kening. "Batu pun akan berlubang jika terus terkena tetesan air. Asalkan aku bertekun berbuat sebaik mungkin untuknya, aku akan mendapatkan hasilnya. Tapi itu bisa terjadi kalau kalian semua setuju untuk tidak ikut campur dalam hubungan kami."Damian menghela
"Mereka tidak terlibat," jawab Damian jujur.Revin sedikit lega mendengarnya ternyata orang tuanya masih memiliki hati nurani. Dia lalu bersedekap. "Kau menyembunyikan istriku selama lima tahun, aku bisa saja menjebloskanmu ke dalam penjara, Damian."Damian menatap Revin. "Laporkan saja, tapi Lisa akan semakin membencimu jika kau melakukan itu.""Dia kehilangan ingatan. Dia lupa padaku, jadi dia tidak memiliki rasa benci," tanggap Revin.Damian mendengkus. "Aku bisa membuatnya membencimu.""Apa pun itu akibatnya. Aku tetap bisa melaporkanmu kalau aku berkehendak," tegas Revin dengan kening mengerut tidak suka akan ancaman Damian.Damian geram mendengarnya. "Lima tahun lalu, Lisa mengalami mati suri. Harusnya kau berterima kasih padaku. Kalau bukan karena aku, Lisa pasti sudah dikubur hidup-hidup. Akulah satu-satunya yang menyadari bahwa Lisa masih hidup karena aku terus memperhatikannya dengan seksama dan langsung membawanya ke rumah sakit untuk memastikan penglihatanku!"Mereka semua
Di ruang rawat, mata Revin terus tertuju pada Lisa. Dan tangannya tak pernah lepas menggenggam tangan Lisa. Sesekali ia mengusap kepala Lisa pelan dengan rasa sayang."Lisa, aku mencintaimu," ucapnya dengan wajah sendu. Hingga detik ini ia masih tidak menyangka bahwa Tuhan telah sangat berbaik hati memberinya kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya pada Lisa."Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang Kau berikan padaku ini, Tuhan," ucap Revin di dalam hati dengan penuh rasa syukur.Pikirannya terus berputar merancang masa depan apa yang akan ia jalani bersama Lisa dan putri mereka satu-satunya."Itu sangat bagus jika Lisa benar-benar lupa," gumam Revin. "Aku berharap dia bisa lupa untuk selamanya. Bukankah sangat bagus jika Lisa lupa akan hal yang menyakitkan dalam hidupnya? Aku hanya tinggal membuat kenangan yang baru untuk kami. Kenangan-kenangan baru yang indah yang pantas untuk dikenang."Walaupun hilangnya sebagian ingatan Lisa sama dengan melupakan hubungan mereka, bagi R
Revin sungguh terpesona saat melihat Lisa keluar dari area toilet. Melihat Lisa secara langsung seperti ini, membuat keyakinan Revin mencapai seratus persen bahwa wanita yang berfoto dengan Lalisa memang adalah Lisa, istrinya. Lisa benar-benar masih hidup! Rasanya seperti mimpi bagi Revin. Tapi dia sadar betul bahwa ini adalah kenyataan! Kenyataan yang sungguh menakjubkan! Lisa terlihat sangat cantik, sama saat pertama kali ia mengenalnya di masa kuliah dulu. Jika dibandingkan dengan masa itu, Lisa sama sekali tidak ada perubahan.Namun, Revin tentu masih sangat mengingat tubuh kurus Lisa dengan perut membuncit dan penyakitan. Saat itu Lisa terlihat sangat menyedihkan. Tapi kini sosok Lisa yang seperti itu sudah tidak ada. Memikirkan hal ini, jelas sekali menunjukkan bahwa Lisa menjalani hidupnya dengan sangat baik selama lima tahun ini."Ternyata Lisa telah mengambil keputusan yang tepat untuk bersembunyi dariku dan Lalisa," ucap Revin dalam hati dengan patah semangat. Sejujurnya dia
"Ini adalah hari bahagia Damian, aku harus semangat, setidaknya untuk hari ini," ucap Lisa di dalam hati.Ia menatap penampilannya di depan cermin toilet. Cermin itu ukurannya memanjang sehingga beberapa wanita bisa bercermin di cermin yang sama secara bersamaan. Saat ia sibuk memperbaiki penampilannya Lisa pun segera menyadari sesuatu. Di dalam cermin, dia melihat pantulan seorang gadis kecil yang sedang menatapnya dengan intens di belakang. Lisa otomatis berbalik dan menatap si gadis kecil. Dia pun langsung terpesona melihat boneka cantik itu."Hai, kenapa sendirian?" sapa Lisa dengan senyuman lembut."Aku tidak sendiri. Papaku ada di luar menunggu." Lalisa langsung melangkah menghampiri Lisa, mendongak menatapnya dengan mata berbinar."Oh begitu.... Siapa namamu?" tanya Lisa sambil merundukkan punggungnya."Namaku Lalisa. Nama Kakak siapa?""Wah! Nama kita hampir sama. Nama Kakak, Lisa.""Mamaku namanya Lisa juga!" ucap Lalisa."Oh ya?""Iya, tapi sudah meninggal," sambung Lalisa ce