#SKDYPart 118 Kemunculan Mbak SintaRahma membuntutiku dari belakang dan beberapa kali mengintip. Sementara aku merasakan jantungku berdegup cukup kuat dan kencang. Perasaan penasaran dan takut kalau kejadian buruk yang lalu terulang kembali, kini mulai merasuk ke dalam benak dan pikiranku. Aku takut, kalau Mbak Sinta datang untuk kembali membuat ulah seperti dulu.Menghancurkan kebahagiaan yang sedang ku rasakan bersama keluargaku baru – baru ini. Kalau sampai itu terjadi, rasanya aku pasti akan sangat gila dan siap mengamuk di depan perempuan itu. Sumpah serapah juga sudah siap ku lontarkan dari mulutku ini, jika dia menyerukan kata – kata pahitnya lagi. Tak akan ada rasa peduli lagi dengan sikap apa yang akan diperingatkan oleh mas Umair terhadapku. Tak akan ku biarkan acara untuk kebahagiaan putriku dihancurkan oleh kakak tiriku itu. Memang setelah menghilangnya mbak Sinta dulu aku sudah memaafkan semua kesalahannya. Namun, entah bagaimana perasaan takut dan was-was jika mbak Si
#SKDYPart 119 Memaafkan? Mungkin karena melihat Mbak Sinta yang tak kunjung mendapatkan maaf dari kami, membuat Mas Bima yang sejak tadi hanya diam dan menundukkan kepala. Kemudian ikut berlutut di hadapan Abi dan Umi. Kini pria berusia hampir 40 tahun tersebut menunjukkan ekspresi kesedihan yang begitu dalam dan membuat Abi yang awalnya membuang muka, kini mulai menatap wajah Mas Bima.“Abi … Bima sadar, sebagai suami … Bima sudah gagal mendidik istri Bima selama ini, hingga membuat Sinta mampu melakukan hal yang tidak seharusnya.” Mas Bima terlihat menangis sejurus kemudian, mengejutkan kami semua termasuk aku.“Sepertinya, mereka benar – benar sudah menyesal, Dek.” Mas Umair membisiki telingaku.Aku kembali mengernyitkan kening dan melihat ke arah suamiku ini. Kebiasaan mas Umair yang bisa semudah ini untuk memaafkan mbak Sinta dan mas Bima. Setelah semua yang mereka lakukan pada kami?Seolah mengerti dengan jalan pikiranku, Mas Umair kembali berbisik.“Coba kamu tarik nafas dala
#SKDYPart 119 Siapa yang datang? Keluar dari kamar, kami berdua sudah saling bergandengan tangan. Atau lebih tepatnya, Mbak Sinta yang terus menggandeng tanganku tanpa berniat melepaskannya begitu saja. Meski masih ada jejak air mata di kedua pipi Mbak Sinta. Bisa ku lihat dengan jelas sebuah senyum merekah di bibir kecilnya. Senyuman yang hampir tak pernah ku lihat bahkan semenjak kami bersama dulu. Mas Bima terlihat ikut senang dengan perdamaian antara kami berdua. Begitu pun dengan Mas Umair yang ikut tersenyum dan memperlihatkan ekspresi bangga dengan kebesaran hati yang kuberikan pada Mbak Sinta. Sementara Abi hanya mengucapkan kata ‘Alhamdulillah’ secara lirih dan pergi begitu saja keluar rumah diikuti oleh Umi. Entah kenapa mereka melakukannya setelah sempat menyampaikan keinginan mereka agar kami saling memaafkan. Tapi aku enggan memikirkannya untuk saat ini.“Karena semua sudah membaik, bagaimana kalau kalian juga ikut hadir dalam acara aqiqah putri kami hari ini?” Mas Uma
#SKDYpart 120 TamatPetang sudah menjelang, matahari hampir turun ke peraduan dan Mas Umair baru saja sampai ke rumah dengan Mas Bima yang seraya pulang bersama Mbak Sinta. Setelah selesai sholat maghrib, mendadak pintu rumah kami diketuk dan seseorang yang datang, mengejutkan aku serta Mas Umair seketika.Romi … Benar, lelaki yang sempat menyatakan perasaannya lewat suamiku itu kembali muncul. Ku pikir setelah kepergiannya dari bumi perkemahan waktu itu ia sudah menghilang bersama istrinya. Sebab, semenjak itu pula lah mas Umair mengaku tidak pernah lagi berkomunikasi. Padahal hubungan kami terbilang baik-baik saja. “Assalamuallaikum … Umair?” Romi mengulas sebuah senyuman di hadapan suamiku.“Waalaikum salam. Oh kamu, Romi? Ayo masuk – masuk! Silahkan masuk,” kata suamiku yang justru terlihat lebih tenang dan santai.“Tidak usah, aku duduk di teras saja.” Romi menolak dan langsung berbalik mencari kursi di teras rumah kami yang langsung menghadap ke pekarangan yang lumayan luas.
Suamiku yang dari Desa Ternyata Kaya RayaPart 1 500 Juta“Ini, Ma.” Aku meletakkan sebuah tas diatas meja.Sebuah tas berisikan uang tunai sebesar 500 juta sebagai syarat jika mas Umair ingin menikahiku.Ya, dua hari yang lalu, keluarga mas Umair yang juga ayahnya adalah sahabat sejak kecil ayahku datang melamarku. Mereka jauh-jauh datang dari desa membawa beberapa barang yang mungkin jika ku totalkan semua tak lebih dari dua juta.Namun, sikap bu Ros –ibu sambungku- menolak mentah-mentah kedatangan keluarga mas Umair. Katanya karena semua ini mendadak. Juga barang yang dibawa sangatlah sederhana, tak sebanding dengan diriku yang seharusnya bisa mendapatkan lebih.Tapi aku yakin ini hanya alasannya saja agar bisa mendapatkan uang banyak secara cuma-cuma. Seperti yang ia lakukan sebelumnya pada pak Marwan. Seorang duda beranak satu, yang usianya lebih dari mama. Ia pemilik mini market di komplek depan tempat
Part 2 PernikahanTiba-tiba, tanpa di duga mas Umair menghampiri pak Marwan dan mama.Lelaki desa yang kini sudah menyandang status suamiku ini, memang sekilas penampilannya tak terlihat seperti orang desa. Perawakannya gagah, tampan dan mempesona. Tapi ya itu, sekali orang desa ya tetap orang desa."Ganteng ya, beruntung banget, deh Saudah, " ujar Sofia teman satu kompleks ku ketika ia pertama kali melihat mas Umair."Iya, ganteng, tapi kalo miskin bisa apa? " sahut Rani, teman kompleks ku juga.Rani itu berbeda dengan Sofia. Rani selalu mengukur laki-laki dari isi dompetnya. Mungkin turunan dari mamanya yang juga satu genk dengan mama tiriku itu."Hutang berapa mama Ros pada Anda? " tanya mas Umair, membuat kami semua yang ada terkejut. Apa dia punya uang?"Lima juta! " tegas pak Marwan menunjukkan lima jari tangannya ke wajah mas Umair."Anda bisa temui saya selesai acara. Saya
Part 3 Surat-surat Berharga"Ikut, Mas." Mas Umair menggandeng tanganku. Mengajakku keluar kamar dan menemui mama yang sedang bersantai di depan televisi."Ma, boleh aku minta waktunya ?" tanya mas Umair pada mama yang tak mengalihkan pandangannya pada televisi."Apa?" jawabnya ketus."Sebenarnya aku dapat bonus voucher makan malam di restoran Bintang dari pihak WO tadi, Mama mau? Karena aku gak terbiasa makan di restoran seperti itu," ujar suamiku yang membuat mama sedetik kemudian menoleh karahnya."Restoran Bintang?" sahut Santi, anak bungsu di rumah ini. Tepatnya adik tiriku. "Itu 'kan restoran mahal Ma," katanya lagi."Jangan bercanda kamu," ucap mama seraya memindah chanel televisi."Enggak, Ma.""Untuk berapa orang?" tanya mbak Sinta."Sekeluarga Mbak. Kalau mama mau, nanti mas Umair konfirmasi lagi kedatangannya, tapi mas Umair dan aku gak ikut. Mas Umair gak mau bikin malu karena belum pernah makan di rest
Part 4 Pulang ke DesaHari ini hari terakhir aku di rumah ini. Urusan surat-surat sertifikat sudah ku serahkan pada notaris untuk mengganti semua aset milik ayah dan ibuku atas namaku.Dan untuk bagian mama, akan ku serahkan nanti jika semua sertifikat itu sudah selesai ditangani."Sudah semua, Mas? " tanyaku pada mas Umair saat kami tengah mempersiapkan barang bawaan untuk ke desa."Sudah. "Tiga buah koper besar berisikan barang dan pakaianku juga punya mas Umair siap dibawa."Kamu yang betah disana, sereot apapun gubuknya itu juga gubuk suamimu, " kata mama ketika kami hendak berpamitan.Lagi, aku dibuatnya terdiam. Aku tahu maksud mama hanya ingin menghina mas Umair. Karena dimatanya, mas Umair yang notabene orang desa pasti rumahnya lebih kecil dari rumah ini."Iya, Ma. Sepekan sekali insyaaAllah kami akan usahakan untuk pulang ke sini. Ngecek keuangan butik, " kataku usai mencium punggung tan