Share

Pernikahan

Author: OptimisNa_12
last update Last Updated: 2022-03-28 22:06:00

Part 2 Pernikahan 

Tiba-tiba, tanpa di duga mas Umair menghampiri pak Marwan dan mama. 

Lelaki desa yang kini sudah menyandang status suamiku ini, memang sekilas penampilannya tak terlihat seperti orang desa. Perawakannya gagah, tampan dan mempesona. Tapi ya itu, sekali orang desa ya tetap orang desa. 

"Ganteng ya, beruntung banget, deh Saudah, " ujar Sofia teman satu kompleks ku ketika ia pertama kali melihat mas Umair. 

"Iya, ganteng, tapi kalo miskin bisa apa? " sahut Rani, teman kompleks ku juga. 

Rani itu berbeda dengan Sofia. Rani selalu mengukur laki-laki dari isi dompetnya. Mungkin turunan dari mamanya yang juga satu genk dengan mama tiriku itu. 

"Hutang berapa mama Ros pada Anda? " tanya mas Umair, membuat kami semua yang ada terkejut. Apa dia punya uang? 

"Lima juta! " tegas pak Marwan menunjukkan lima jari tangannya ke wajah mas Umair. 

"Anda bisa temui saya selesai acara. Saya janji. "

"Baik. Permisi! " pak Marwan berlalu meninggalkan tempat. 

Braakk!!

Tiba-tiba pak Marwan menyenggol vas bunga besar di dekat pintu masuk. Pecah seketika. Suasana yang tadinya mau lega, tidak jadi. 

***

"Ini uangnya, silakan dihitung. " Mas Umair menyerahkan segepok uang berwarna merah pada pak Marwan. 

Pak Marwan menghitung lembaran demi lembaran uang tersebut. "Ini lebih dari lima juta, " katanya. 

"Oh, itu tambahan saja. Terima kasih sudah membantu mama mertua saya. "

"Sama-sama. Saya permisi. " Pak Marwan berlalu. 

Aku yang berdiri tak jauh dari mas Umair merasa heran. Darimana dia mendapatkan uang sebanyak itu. Mengingat biaya pernikahan yang habis lebih dari 100 juta. 

Padahal yang aku tahu dari ayah dulu, pekerjaan keluarga mas Umair hanya bergelut di bidang persawahan. Ya, pasti petani. Apalagi coba? 

"Mas, kamu dapat uang darimana? " Akhirnya pertanyaan ini keluar juga setelah lamanya aku menahan sejak acara tadi. 

"Ada sisa uang dari biaya pernikahan," balasnya membuatku terdiam. Apa dia bilang? Sisa? 

"Kamu jual sawah lagi? " tanyaku lagi karena masih penasaran. 

Tetiba mama dan mbak Sinta menghampiri kami.  Sebenarnya mereka ada sejak kedatangan pak Marwan tadi, tapi mereka memilih menjauh. 

"Jangan harap aku mau berterima kasih ya! " ketus mama, membuatku geleng-geleng kepala.

"Ya ngapain makasih Ma, Mama 'kan gak minta dibayarin! " sahut mbak Sinta. 

Mas Umair sama sekali tak terpancing dengan ucapan kasar dari mama atau pun dari mbak Sinta. Ia tetap tenang, bahkan masih bisa tersenyum ramah. 

Sementara aku saja rasanya ingin sekali meremas-remas mulut mereka. Ibu sama anak sama saja! Lihat saja nanti, akan ku beri kalian pelajaran atas perbuatan buruk kalian terhadapku selama bertahun-tahun. 

"Setelah ini pasti kelabakan bayar angsuran bank ya 'kan? Hahaha!" ujar mas Bima tiba-tiba diserati tawa terbahak-bahak. 

"Kamu pinjam bank 'kan? Mana mungkin petani sepertimu punya uang banyak, " cerca mas Bima. 

"Itu sisa uang jual sawah kemarin Mas, jadi kami gak akan ada yang namanya kelabakan bayar angsuran, " jelas mas Umair tenang. 

Aku tersenyum melihat mas Umair membalas sikap dari keluargaku. Tak ada tanda-tanda ia terpancing emosi bahkan masih bisa tenang dan rendah hati. 

Mungkinkah ia adalah malaikat dan bukan penjahat? 

Aku menghela nafas. Lalu apa yang akan terjadi dengan kehidupanku selanjutnya? Disisi lain, aku ingin menyelamatkan semua aset peninggalan kedua orang tuaku, tetapi besuk lusa mas Umair mengajakku pulang ke desanya menyusul kedua orang tuanya yang sudah pulang setelah acara pernikahan tadi. 

***

"Waalaikumussalam Warrohmatulloh." Mas Umair menutup teleponnya. 

Ku hampiri ia. "Telepon dari siapa? Kok seperti pakai bahasa arab?" tanyaku penasaran. Karena sejak awal mas Umair menerima telepon tadi, ia terlihat asyik dengan obrolan dari seseorang yang di seberang sana. Yah, meskipun aku tak tahu artinya, karena mereka memakai bahasa asing. 

"Teman," balasnya singkat.

"Halah, sok bergaya kamu pakai-pakai bahasa asing segala. Aslinya pasti kamu ngarang 'kan?" celetuk mbak Sinta yang tiba-tiba muncul.

"Bahasa asing yang berlaku itu bahasa inggris, bukan bahasa arab. Jadi apa yang mau dibanggain?" katanya lagi.

"Loh, bahasa arab itu juga bagus Mbak. Kita ibadah haji itu ke Mekkah yang dimana mereka pakai bahasa arab," sanggahku.

"Sinta, udah, gak usah diladeni. Bagaimana pun menantu kebanggaan mama tetep Bima. Pekerjaan mapan, keluarga jelas, berpendidikan, dan pastinya bisa bahasa inggris, lancar lagi," ucap mama yang tiba-tiba berdiri di belakang mbak Sinta.

"Loh, Ma ...," terpaksa aku memotong ucapanku karena tanganku ditahan oleh mas Uamir.

"Nggak usah protes. Kenyataannya memang seperti itu. Suamimu itu sama 'ndeso'nya seperti ayahmu dulu," kata mama lagi.

"Cukup Ma!" sergahku. "Seharusnya Mama malu. Hutang pada pak Marwan saja suamiku yang membayarkan. Pesta pernikahan mewah dan syarat 500 juta juga mas Umair kasih. Kalau memang mama gak suka ada kami. Aku pergi!" Kataku berjalan melewati mereka seraya menggandeng tangan mas Umair.

Ya. Usai acara pernikahan tadi siang, mas Umair menjelaskan semuanya padaku. Termasuk alasannya menerima tawaran ayah untuk menikahiku. Dia adalah malaikat, dan bukan penjahat.

Sekilas ku lihat mama dan mbak Sinta seperti kesal seperti biasanya saat aku membantah perkataan mereka. Namun ku rasa kali ini mereka pasti senang dengan perkataanku barusan jika aku benar-benar pergi.

Karena itu artinya, mereka akan sangat mudah menguasa semua aset yang ditinggalkan ayah. Secara surat-surat berharga yang berkaitan masih disimpan di brangkas milik ayah, dimana beliau letakkan di kamarnya bersama mama.

Apalagi setelah meninggalnya ayah, mama semakin ketat menjaga kamarnya. Sampai-sampai hanya untuk ke dapur saja ia kunci rapat. Huh.

Hanya bi Iyem yang diperbolehkan masuk ketika ingin membersihkannya atau sekedar mengambil pakaian kotor. Itu pun dengan pengawasan mama.

Meskipun aku tahu kata sandinya, tapi tak mudah bagiku untuk masuk dan mengambilnya begitu saja. Apalagi sejak kecil, mama memang melarangku masuk ke kamarnya tanpa izin. Tidak sopan katanya. Dan ayah pun membenarkannya kala itu.

"Dek, kendalikan emosimu," kata mas Umair sesampainya kami di kamar.

"Mas, sejak awal mereka gak pernah ngehargain kamu. Aku juga sudah berusaha diam dan menahan, tapi kali ini enggak!" balasku. 

"Kalau kamu mau pergi, gimana dengan surat-suratnya? Bukankah itu tujuanmu bertahan di sini?" 

Aku diam sejenak. Memikirkan perkataan mas Umair. Benar. Itu tujuanku. Bahkan lebih dari itu. Dan itu pun belum tertuntaskan.

"Malam ini, kita harus bisa ambil surat-suratnya. Besuk kita segera urus ke notaris," kata mas Umair lagi. Ia menghampiriku yang sejak tadi berdiri tak jauh darinya.

"Tapi gimana caranya ?" tanyaku melihat kearahnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Atiman Burhan
ini pakai koin lagi
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suamiku yang dari Desa Ternyata Kaya Raya    Tamat

    #SKDYpart 120 TamatPetang sudah menjelang, matahari hampir turun ke peraduan dan Mas Umair baru saja sampai ke rumah dengan Mas Bima yang seraya pulang bersama Mbak Sinta. Setelah selesai sholat maghrib, mendadak pintu rumah kami diketuk dan seseorang yang datang, mengejutkan aku serta Mas Umair seketika.Romi … Benar, lelaki yang sempat menyatakan perasaannya lewat suamiku itu kembali muncul. Ku pikir setelah kepergiannya dari bumi perkemahan waktu itu ia sudah menghilang bersama istrinya. Sebab, semenjak itu pula lah mas Umair mengaku tidak pernah lagi berkomunikasi. Padahal hubungan kami terbilang baik-baik saja. “Assalamuallaikum … Umair?” Romi mengulas sebuah senyuman di hadapan suamiku.“Waalaikum salam. Oh kamu, Romi? Ayo masuk – masuk! Silahkan masuk,” kata suamiku yang justru terlihat lebih tenang dan santai.“Tidak usah, aku duduk di teras saja.” Romi menolak dan langsung berbalik mencari kursi di teras rumah kami yang langsung menghadap ke pekarangan yang lumayan luas.

  • Suamiku yang dari Desa Ternyata Kaya Raya    Siapa yang Datang?

    #SKDYPart 119 Siapa yang datang? Keluar dari kamar, kami berdua sudah saling bergandengan tangan. Atau lebih tepatnya, Mbak Sinta yang terus menggandeng tanganku tanpa berniat melepaskannya begitu saja. Meski masih ada jejak air mata di kedua pipi Mbak Sinta. Bisa ku lihat dengan jelas sebuah senyum merekah di bibir kecilnya. Senyuman yang hampir tak pernah ku lihat bahkan semenjak kami bersama dulu. Mas Bima terlihat ikut senang dengan perdamaian antara kami berdua. Begitu pun dengan Mas Umair yang ikut tersenyum dan memperlihatkan ekspresi bangga dengan kebesaran hati yang kuberikan pada Mbak Sinta. Sementara Abi hanya mengucapkan kata ‘Alhamdulillah’ secara lirih dan pergi begitu saja keluar rumah diikuti oleh Umi. Entah kenapa mereka melakukannya setelah sempat menyampaikan keinginan mereka agar kami saling memaafkan. Tapi aku enggan memikirkannya untuk saat ini.“Karena semua sudah membaik, bagaimana kalau kalian juga ikut hadir dalam acara aqiqah putri kami hari ini?” Mas Uma

  • Suamiku yang dari Desa Ternyata Kaya Raya    Memaafkan?

    #SKDYPart 119 Memaafkan? Mungkin karena melihat Mbak Sinta yang tak kunjung mendapatkan maaf dari kami, membuat Mas Bima yang sejak tadi hanya diam dan menundukkan kepala. Kemudian ikut berlutut di hadapan Abi dan Umi. Kini pria berusia hampir 40 tahun tersebut menunjukkan ekspresi kesedihan yang begitu dalam dan membuat Abi yang awalnya membuang muka, kini mulai menatap wajah Mas Bima.“Abi … Bima sadar, sebagai suami … Bima sudah gagal mendidik istri Bima selama ini, hingga membuat Sinta mampu melakukan hal yang tidak seharusnya.” Mas Bima terlihat menangis sejurus kemudian, mengejutkan kami semua termasuk aku.“Sepertinya, mereka benar – benar sudah menyesal, Dek.” Mas Umair membisiki telingaku.Aku kembali mengernyitkan kening dan melihat ke arah suamiku ini. Kebiasaan mas Umair yang bisa semudah ini untuk memaafkan mbak Sinta dan mas Bima. Setelah semua yang mereka lakukan pada kami?Seolah mengerti dengan jalan pikiranku, Mas Umair kembali berbisik.“Coba kamu tarik nafas dala

  • Suamiku yang dari Desa Ternyata Kaya Raya    Kemunculan Mbak Sinta

    #SKDYPart 118 Kemunculan Mbak SintaRahma membuntutiku dari belakang dan beberapa kali mengintip. Sementara aku merasakan jantungku berdegup cukup kuat dan kencang. Perasaan penasaran dan takut kalau kejadian buruk yang lalu terulang kembali, kini mulai merasuk ke dalam benak dan pikiranku. Aku takut, kalau Mbak Sinta datang untuk kembali membuat ulah seperti dulu.Menghancurkan kebahagiaan yang sedang ku rasakan bersama keluargaku baru – baru ini. Kalau sampai itu terjadi, rasanya aku pasti akan sangat gila dan siap mengamuk di depan perempuan itu. Sumpah serapah juga sudah siap ku lontarkan dari mulutku ini, jika dia menyerukan kata – kata pahitnya lagi. Tak akan ada rasa peduli lagi dengan sikap apa yang akan diperingatkan oleh mas Umair terhadapku. Tak akan ku biarkan acara untuk kebahagiaan putriku dihancurkan oleh kakak tiriku itu. Memang setelah menghilangnya mbak Sinta dulu aku sudah memaafkan semua kesalahannya. Namun, entah bagaimana perasaan takut dan was-was jika mbak Si

  • Suamiku yang dari Desa Ternyata Kaya Raya    Beberapa Bulan Berlalu

    #SKDYPart 117 Beberapa Bulan BerlaluHari pun menjelang siang. Aku dan mas Umair bergegas membereskan semua perlengkapan camping kami. Ya, suamiku itu memutuskan untuk segera pulang. Sebab, bukan hanya Shaka yang menjadi alasan kami tetapi juga paper bag pemberian Romi tadi dimana mas Umair sendiri juga mengungkapkan rasa penasarannya. "Ha ha ha! Penasaran juga 'kan kamu!" batinku sambil melihat mas Umair. Sesampainya di rumah, entah mengapa tiba-tiba aku juga ikut tak sabar untuk melihat isi paperbag pemberian Romi tadi. Begitu juga dengan mas Umair. Suamiku itu bahkan hanya meletakkan barang-barang kami begitu saja di dekat meja. "Alhamdulillah .... " Serentak aku dan mas Umair berucap ketika mengetahui apa yang ada di dalam paperbag tersebut. Benar, di dalam paperbag tersebut berisikan sebuah hexa frame yang berukuran mini yang mana terdapat lampu yang bisa meneranginya jika ditekan pada tombol di salah satu sudutnya. Terlihat sederhana memang tetapi aku tahu maksud dari hexa

  • Suamiku yang dari Desa Ternyata Kaya Raya    Kehadiran Romi

    #SKDYPart 116 Kehadiran Romi"Mas jangan kayak ginilah. Hanya gara-gara Romi biar terlihat baik-baik aja di hari pernikahannya malah membuat Mas gak bertindak apa-apa. Dia itu kayak Rima lho, Mas. Tolong, jangan diam aja kalau sudah menyangkut rumah tangga kita," tuturku panjang lebar. Berusaha meyakinkan mas Umair agar tidak berserah diri dengan keadaan. "Kamu yang tenang, Dik. Mas ada alasan lain kenapa Mas ambil keputusan ini," kata mas Umair yang membuatku menautkan kedua alisku. Alasan lain? Alasan apalagi ini? "Maksud, Mas?" tanyaku kebingungan. Bukannya menjawab pertanyaanku mas Umair malah melihat kearah jam tangan yang melingkar dj lengan kirinya. "Sudah malam rupanya. Ayo tidur!" kata mas Umair setelah mengetahui waktu yang menunjukkan hampir tengah malam. "Tapi Mas—" dengan cepat mas Umair meletakkan kedua tangannya di sisi bahuku sambil berkata," tidur dulu ya, biar tendanya gak sia-sia." Mas Umair tersenyum lalu masuk ke dalam tenda. Mendengar mas Umair berkata dem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status