Share

100 Hari Bilang Sayang
100 Hari Bilang Sayang
Author: Ekayaki

Bab 1 - Surat Tugas

Bel pulang sekolah berbunyi. Aku yang sedang di kelas segera mengakhiri pembelajaran dan murid-murid di kelasnya memberi salam. Semua siswa be rhamburan dengan riangnyamemenuhi depan halaman sekolah untuk menunggu jemputan dari orang tuanya maupun yang sedang menunggu angkot. Aku yang bejalan menuju kantor ditemui oleh Bu Iswa. Ia membawakan sebuah surat pemberitahuan dari Dinas Pendidikan. Setelah dibuka, suratnya berisi bahwa diriku terpilih untuk pergi ke Jakarta dalam rangka mengikuti pelatihan pembuatan modul pembelajaran terbaru, yang termasuk proyek nasional Kementerian Pendidikan. Belum sampai separuhnya, aku kaget karena pelatihan tersebut dilaksanakan selama satu bulan di kampus Universitas Pandawa. Bingung bagaimana nasib siswaku ditinggal selama satu bulan di Jakarta, terlebih campur aduk pikiranku mengenai biaya ke sana karena aku hanyalah guru honorer di SMP Nusantara yang gajinya berasal dari jumlah jam mengajarnya. Gak cukup !!!

"Jangan khawatir Bu, di sini bisa di handle kok. Dulu kan pernah pakai pembelajaran daring bu, pakai metode itu saja." saran dari Bu Iswa.

Memang benar dahulu saat ada pandemi, pembelajaran dilaksanakan di rumah masing-masing dan akhirnya menggunakan pembelajaran daring melalui Youtube dan smartphone. Memang cemerlang Ibu dua anak ini. Bu Iswa pun memberikan sebuah amplop berisi gepokan uang.

"Tambahan Bu, ini ada uang saku selama di Jakarta. Jangan khawatir, sumbernya dari iuran dari guru sini sama Bu Kepala Sekolah," Bu Iswa menambahkan dan segera memberikan ke telapak tanganku. Aku hanya melongo.

"Kalau kurang tinggal kabari aku ya Bu," kata Bu Siti yang tiba-tiba muncul ditengah percakapanku dan Bu Iswa. Yap, Bu Siti adalah kepala sekolah di tempat aku mengajar.

"Oh iya, hati-hati di sana. Jaga kesehatan. Semoga juga segera dapat jodoh di sana ya Bu. Inget umur, Hehehe" canda Bu Iswa sambil menyenggol lengan tanganku.

Apalah dayaku ini yang masih menjomblo hanya bisa dengan tersenyum malu-malu bonus meng-amini do'a dari Bu Iswa dan Bu Siti selaku rekan kerjaku.

Hai, aku Eka Febrina. Wanita usia 26 tahun yang merupakan pemegang kasta tertinggi di keluarganya. Sebagai cucu pertama, anak pertama dan juga perempuan. Karena kasta itu, banyak sekali mendapatkan tekanan dari keluargaku. Mereka percaya, dimana hanya anak sulunglah yang bisa diandalkan di keluarganya. Sebagai anak sulung, pastinya aku menjalani hidup tak seperti apa yang diimpikan sejak kecil. Ibaratnya yang dulunya ingin menjadi Dokter, dan merangkap jadi Sailor Moon pun kurang sanggup kalau ku kerjakan sekarang. Terlahir dari keluarga yang sederhana, Ibuku yang berstatus single parent, ayahku menikah lagi, tidak pernah mengirimkan uang sepeserpun. Akibat perceraian itu, Ibu memutuskan untuk kembali pulang ke Jawa bertemu orangtuanya. Karena himpitan Ekonomi, Ibu menikah lagi ketika aku memasuki usia empat tahun. Setelah menikah selama 7 tahun, ayah tiriku meninggal dan hanya meninggalkan adik laki-laki bontot, Reza Putra Rajasa.

Selama ini, kami hidup dengan menumpang di rumah milik Ayah dari Ibuku, yang tak lain adalah Eyangku. Ingat Eyang, bukan Ayang ya. Itu disebabkan karena Ibu tidak menerima harta gono-gini dengan mantan suaminya a.k.a Ayahku dan Ayah Reza. Sebenarnya, Eyang tidak mempermasalahkan keberadaan keluarga kecil kami. Namun, berbeda dengan Nenek yang cenderung menekan Ibuku. Padahal mereka itu Ibu dan Anak loh, bukan merk obat batuk ya. Ia merasa malu dengan tetangganya karena kegagalan putrinya yang tidak bisa berumah tangga. Walau dengan kami sebagai cucunya tidak bermasalah, tapi perdebatan antara Ibu dan Nenek yang setiap hari selalu melalang lintang di telingaku membuat aku muak. Sejak saat itu, diriku pun yang menyadari kondisinya memutuskan untuk memilih menjadi tulang punggung di keluarga ini. Bahkan, saat kuliah semester tiga, aku sudah terjun ke dunia kerja. Mulai pagi mengantarkan gorengan Ibu kost ke warung-warung dekat kampus, malam hari mengajar les di tempat dosenku dan sepulang mengajar masih berkutat di tempat fotocopy untuk tambahan uang makan.

Karena kesibukan itu, banyak impian yang harus aku relakan. Emang rela dibagi-bagi? Seperti hangout bareng teman, pergi jalan-jalan, bahkan menonton konser band idolaku 'Dewa 19' dimana cuma hafal Roman Picisan aja. Dan itu pun tak pernah ku lakukan agar keluargaku bisa tentram, tidak takut kekurangan uang. Terlebih, rasa insecure-ku mulai muncul apabila teman-temanku sudah pada menikah.

Banyak sekali tekanan yang ku dapatkan, baik dari keluarga besar, lingkungan bahkan teman kuliahku apalagi hal sensitif seperti "pernikahan". Aku sadar bahwa selama ini, diriku tak pernah sekalipun mengobrol lebih dalam dengan seorang laki-laki. Walau di tempat fotocopy banyak sekali laki-laki, tetapi mereka sudah ku anggap sebagai kakak. Mengingat itu, Aku hanya berharap Tuhan memberikan laki-laki yang baik dan menerima keluarga besarku yang super complicated ini. Ibarat puzzle yang berserakan karena ditendang, kena banjir dan digondol kucing. Dia bisa menyatukan kepingan itu dan membuatnya menjadi penuh. Agar terlihat lebih adem. Terlebih harapan ibunya, mencari laki-laki yang membuatku bahagia dan tidak mengulangi kesalahan Ibuku dahulu. Jleb sih waktu mendengarnya. Memang Ibu dimanapun pasti mengharapkan yang terbaik untuk masa depan anaknya.

"Andaikan saja di dunia ini ada laki-laki seperti itu." harapku adanya keajaiban dari Allah.

Di Jakarta, tiga pria sedang berolahraga di tempat "Prince Gym". Sebelumnya, kita perkenalkan terlebih dahulu. Pria yang disebelah kiri menggunakan kacamata dengan potongan rambut curtain bangs, agak kurus dengan tinggi 170 cm dan di jari manis kanannya melingkar sebuah cincin emas yang menandakan bahwa ia sudah menikah, usia 31 tahun, namanya Alvaro Sanjaya.

Pria kedua, yang disebelah kanan, tubuhnya lebih pendek 10 cm di banding dua pria sebelumnya. Kulitnya memang eksotis ala-ala 'Bruno Mars', tetapi ia punya bakat playboy. Setiap ada wanita cantik yang lewat dihadapannya beberapa kali ia menebarkan senyuman dengan mengelus rambutnya model Buzz Cut dan cat calling-nya yang mengganggu. Bahkan, tak segan ia meminta nomor kontak pada beberapa wanita, termasuk mahasiswinya. Pria itu bernama Denias Raharsa, usia 28 tahun.

Sedangkan pria yang ditengah, laki-laki gagah, wajah rupawan, terkesan cuek, ekspresi judes, kulitnya tipe light beige sedikit sentuhan warm tone, style rambut comma hair ala-ala aktor korea ya sebelas dua belas lah sama Ahn Yeo Seop. Nama Pria itu adalah Prabu Bagaskara, usia 29 tahun. Mereka bertiga merupakan dosen jurusan Desain Komunikasi Visual di Universitas Pandawa dan juga bersahabat lama.

Mereka tengah sibuk membicarakan progress kesiapan acara besok karena mereka masuk dalam kepanitiaan acara tersebut. Sambil mereka berlari di atas treadmill, Denias membuka percakapan dengan membahas mahasiswi baru berwajah cantik dan manis yang sedang berusaha ia dekati. Sontak membuat Alvaro jijik.

"Masih aja penyakit lo, nyari mahasiswi modelan kek gitu. Inget lo tuh dosen!" sindir Alvaro yang hafal dengan hobi gila Denias.

"Ya gapapa bro, ini tuh buat ajang seleksi. Kita sebagai cowok juga harus pinter-pinter nyari cewek biar jadi pasangan hidup terbaik. Hahaha" tandas Denias.

Alvaro dan Prabu geleng-geleng akan pernyataan Denias. Denias balik menyindir Alvaro karena tidak bisa merasakan memacari dua wanita sekaligus karena ia sudah berstatus menikah dengan perempuan pilihannya, Syifa Nasha Hapsari. Tak terima dengan ledekan Denias, terjadilah ribut kecil antara Tom & Jerry ini dan Prabu hanya menertawakannya karena sudah biasa mendengar perdebatan mereka.

"Oh ya Prab, setelah lo putus dari Ninda kok gue jarang lihat lo jalan sama cewek lain. Sayang sekali lo gak memanfaatkan kegantengan lo. Ganteng lo tuh aset besar loh Prab," sindir Denias. Tapi, Prabu tak menampik.

"Karena lo ganteng, gimana? apa mau gue kenalin yang cakep-cakep?" rayu Denias yang di balas dengan kaplokan tangan dari Alvaro.

"Dah lah, ngapain juga. Nanti juga bakal datang sendiri. Gue capek ngejar cewek terus!" jawab Prabu sambil menurunkan kecepatan mesin treadmill-nya.

"Tapi bukankah sewajarnya ya cowok yang ngejar cewek." kata Denias menegaskan.

"Trus gimana nasib warisan lo? syarat biar dapat warisan nenek lo kan lo harus nikah?" Tanya Alvaro. Prabu pun tersenyum.

"Simple!" jawaban Prabu sambil berjalan pelan di atas treadmill.

"Gue dah mempersiapkan senjata ampuh," lanjut Prabu yang kemudian laju mesin treadmill-nya berhenti sambil mengusap keringat di wajahnya.

"If... ada kandidat yang cocok buat kriteria istri menurut nenek gue, gue akan buat kontrak perjanjian dengan dia. Selama nenek hidup, tugas dia adalah berakting menjadi istri gue dan... meyakinkan kalau pernikahan kami baik-baik saja. Jika nenek gue sudah meninggal, saat itu juga gue akan bercerai dengan dia. Dengan begitu, warisan aku dapat, she's got benefit too. Easy kan? Masa depan gue aman." sahut Prabu sambil menepuk pundak kedua temannya dan hendak pergi meninggalkan mereka berdua.

"Eh... wait... terus memang ada perempuan jaman now yang seperti itu?" tanya Alvaro dengan keheranan.

"Wah, kalau lo dapat cewek seperti itu Prab, gue bakal beliin lo tiket nonton MotoGP plus akses ngobrol sama Fabio Quartararo!" kata Denias yang cenderung menantang Prabu.

Prabu kemudian menghentikan langkahnya karena omongan Denias, dan membalikkan badan menghadap mereka berdua sambil tertawa sinis mendengar tantangan yang dibuat Denias.

"Den, listen! Gue pasti bakal dapat tuh cewek. Dunia ini sempit. Wanita mana yang mau nolak. Mereka pasti mau menerima, kalau gue beri hidup yang layak atas kerja kerasnya dia selama menemani nenek. Apapun permintaannya gue turutin. Rata-rata cewek tuh matre! Sogok uang kelar, dan kehidupan yang tentram. Done!" tegas Prabu sambil menghampiri Denias dan menyambut dengan menepuk pundak temannya itu.

Prabu bertekat, jika ia benar-benar mendapatkannya, ia mau Denias menepati janjinya yang setahun lagi pada awal bulan Januari, Quartararo akan bertanding di Singapura. Prabu kemudian berbalik arah sambil meneguk tumbler-nya. Denias hanya bisa diam dan menelan ludahnya, karena ia baru melihat Prabu seserius ini.

Prabu berada di ruang ganti, di susul oleh dua sahabatnya, Denias dan Alvaro. Saat Prabu membuka baju olahraganya, Denias terlihat terpesona dan iri dengannya.

Badannya yang super seksi dan sangat terjaga sehingga sixpath-nya terlihat sangat sempurna di mata dia.

"Wow, Prab. Bagus juga ya badan lo, OMG... Definisi malaikat turun dari bumi. Gue iri banget sama lo Prab!" puji Denias kepada Prabu.

"Oh iya, kayaknya gue agak kurusan deh." Prabu mencoba merendah.

Setelah selesai mengganti baju, Prabu pun pamit dengan dua sahabatnya. Sesampainya di basement parkiran, ia mengeluarkan kunci mobil sport merahnya. Setelah meletakkan tasnya didalam mobil, ia di datangi dua wanita yang sengaja sudah menunggu kedatangan Prabu. Siapakah mereka?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status